TIGA

11.8K 409 4
                                    

Apa maksud Alan bilang gitu ya? Atau mungkin dia nggak suka aku deket-deket sama Sandi? Mungkin dia takut tersingkir kalau aku punya pacar, iya pasti itu. Kumantapkan hatiku, dan mulai berjalan menyusuri lorong menuju kelas 12 IPA 2. Sekarang masih jam 6.15, jadi sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa anak yang kulihat menyapu kelas, selebihnya sepi. Aku berjalan melewati pinggir lapangan basket, dan langkahku berhenti.

Alan sedang duduk di bawah ring, berduaan dengan Dian! Mereka deket banget, apa mereka udah jadian? Kurasakan rasa sakit yang menjalar ke mataku, membuat mataku terasa pedih. Pedih banget. Nggak Al, kamu nggak boleh nangis disini! Aku mempercepat langkah menuju kelas, berharap Alan tidak melihatku. Aku sudah berhasil mencapai pintu kelasku, sampai..

"Al! Al? Woy!" Alan berlari ke arahku, sendirian. Aku berhenti dan menepi ke pinggir pintu, menunggu Alan. Dia tersenyum ceria padaku, tentu saja ceria! Kan dia habis ketemu sama Dian, gimana sih kamu Al? Hatiku mengingatkan. Alan berhenti dihadapanku dengan nafas ngos-ngosan, aku menunduk tidak mau menatapnya. "Al, ntar temenin gue latihan basket yuk?" Aku mendengus dalam hati, kenapa nggak ngajak Dian aja? Cewek baru kamu itu!

"Gue nggak bisa." Jawabku agak ketus, membuat Alan jadi garuk-garuk kepala. Oke Al, tenangis diri kamu! Kamu nggak boleh cemburu, kamu bukan siapa-siapa dia. Kamu nggak punya hak buat cemburu, biarpun itu menyakitkan banget.

"Em, elo marah ya gara-gara kejadian kemaren? Sori deh, gue lagi badmood kemarin." Jawabnya bingung, dia sampai garukgaruk kepala terus. Padahal kalau diliat, rambutnya bersih kok. EH kok malah jadi ngelantur ke masalah rambut sih? Al..Al...

"Nggak kok, gue cuma lagi... males aja." Jawabku sekenanya, Alan tampak berfikir sebentar. Kemudian dia mengangguk pelan, seakan baru mengerti sesuatu. "Dan gue juga PMS, iya gue lagi PMS" Tambahku gugup, melihat ekspresinya yang aneh.

Alan sudah mau membuka mulut, tapi kemudian Sandi datang dan menyela. "Al, kamu piket lho hari ini." Gumamnya lembut sambil tersenyum manis, aku tersenyum membalas.

"Iya, aku inget kok. Hehe, makasih ya?" Sandi mengangguk dan berlalu, aku menoleh lagi ke arah Alan. Tapi entah kenapa, wajahnya tak se-ceria tadi. "Lan?" Dia menoleh padaku dengan sinis, lho? Aku menatapnya bingung.

"Wow, udah sedeket itu ya elo sama dia? Sampai pake aku-kamu begitu? Wow hebat!" Alan mengangguk-angguk sendiri, suaranya terdengar emosi. Aku menatapnya bingung, Alan kenapa lagi sih? Bukannya emang dari dulu aku kalau sama temen-temen selalu pake aku-kamu ya? Cuma kalau sama dia nd MitaFara baru pake elo-gue. Karna kesannya akrab gitu, tapi kok Alan malah marah? "Gue ngerti sekarang kenapa elo males maen basket sama gue." Katanya tiba-tiba, aku menaikan alis bingung.

"Apaan sih, Lan? Elo tuh kenapa? Aneh banget." Aku menggerutu sebal, tapi Alan tidak menggubris. Dia malah menatapku dengan intens, membuatku agak salah tingkah.

"Hoi?" Aku menoleh, dan mendapati Mita sedang memperhatikan kami. Huftt, selamat deh aku! Wajah Alan tampak kembali normal, kemudian dia malah pamit ke kelas. Aneh banget sih tuh orang? "Ada apa sih, Al?" Mita bertanya heran sambil menatap punggung Alan yang menjauh.

"Nanti deh gue ceritain, sekarang gue mau piket dulu." Jawabku sambil menaruh tas di meja terdepan dekat meja guru.


-----_________------


Ini udah hampir seminggu Alan jadi aneh, seakan menghindari aku. Aku sebenernya nggak mau situasinya jadi gini, tapi aku nggak tau harus gimana. Aku nggak mungkin ngemis perhatian ke dia. Mungkin aja dia emang udah nggak mau sahabatan sama aku, dan udah nggak pengen kenal lagi sama aku. Duhh kok semakin dipikirin, malah semakin sakit ya?

Pagi ini aku mutusin buat maen basket dilapangan deket rumahku, sendirian. Yah mau gimana lagi? Aku tersenyum pahit sambil mendrible bola basket ditangan kananku, sebenernya aku lagi nggak ada mood buat maen. Tapi buat ngisi waktu aja sih. Tiba-tiba kudengar suara ringtone Hpku, aku langsung menghampiri tas-ku yang ku geletakan di dekat tiang penyangga ring.

Dari Fara? Wow, dia bisa dapet sinyal buat nelfon nih? Asikk!! "Firus!!!" Seruku saat mendengar suara Fara mengatakan 'halo' Hahahaha

"Duhh telinga gue bisa budek nih!" Fara menggerutu sebal, tapi kemudian melanjutkan. "Al, elo bisa jemput gue nggak di terminal?" Fara bertanya dengan nada memohon.

"Oh bisa sih, jam berapa rus?" Tanyaku sambil memainkan bola basket di tangan kananku.

"Sekarang, tapi kamu pake taksi yaa. Soalnya Mita juga mau jemput, jadi kita nanti bertiga naik mobilnya Mita." Fara melanjutkan dengan tergesa. Mita? Bawa mobil? Nggak salah? Emangnya dia bisa ngendarain mobil? Tapi akhirnya aku setuju aja dan langsung berangkat ke terminal.

Di terminal, aku jadi merasa kayak dikerjain deh. Soalnya bis-nya Fara udah dateng daritadi, dan katanya penumpangnya udah keluar semua. Dan disini sepi, duhh.. Apa lagi nih?

"Al?" Aku menoleh kaget mendengar panggilan kaget dibelakangku, ALAN?! Aku melongo menatap Alan yang juga kaget melihatku. "Elo ngapain disini?!"

"Elo yang ngapain disini?! Gue kan mau ngejemput Fara!" Jawabku kesal, tiba-tiba dia mendengus kesal.Aku jadi heran, "Kenapa lo?"

"Kita dikerjain tau!" Dia menyahut kesal, dikerjain gimana? Melihat ekspresi bingungku, Alan menjelaskan "Aku tadi juga diminta jemput Fara, tapi tadi pas aku sampe, aku ngeliat Vespa-nya Mita udah pergi." Aku melongo, ha?

"Mita naik vespa?" Huahahahaha aku langsung ngakak! Membayangkan Mita yang tidak pernah naik Vespa ayahnya, lalu tiba-tiba muncul dengan Vespa. huahahaha! Tiba-tiba saat lagi asik-asiknya ketawa, Alan menarikku sampai jatuh ke pelukannya. "Al..alan..?" Aku membeku menatapnya, Alan juga menatapku. Tatapannya melembut, membuat jantungku berdetak begitu kencang. Oh good! Sekarang apa lagi?

"Ati-ati, tadi dibelakang elo ada bule lewat. Nggak liat jalan kayaknya." Alan menjelaskan, tanpa melepas dekapannya! Aku bergumam 'oh' pelan, masih belum bisa bergerak dari pelukannya. Jantungku juga masih berdetak kencang sekali, aduhh udah dong Lan! Kasihan dikit kek sama jantung aku.

"Em, Al?" Alan memanggilku pelan, aku mendongak salting. Dia menatapku dengan dalam, membuat jantungku mulai berulah. Lalu dia bergumam "Kaki lo bisa dimundurin dikit gak? Kaki gue senut-senut nih." Ha? Aku menunduk menatap sepatu ket-ku yang berada diatas sepatu ket Alan. Oh oh! Aku langsung mundur dan melepas pelukan Alan, astaga!

Malu banget rasanya! Mukaku mau ditaruh dimana? Aku melirik sedikit ke arah Alan, tapi ternyata dia sedang menahan tawa. Aku menonjok lengan kanannya dengan main-main, tapi itu malah membuatnya makin geli. Aku menggigit bibir dengan malu.

"Al, muka lo tadi lucu banget deh! Huahahaha" Alan tertawa semakin keras, aku memberengut menatapnya. kemudian berjalan meninggalkannya, dia mengikuti dibelakangku.

"Apaan sih lo? Berisik!" Sahutku kesal mendengar tawanya.

"Huahaha habis lucu, elo kayak menikmati banget gue peluk!" Dia tertawa dengan lepas, membuat pipiku semakin merah. Duhh

"Berisik! Mobil lo mana sih? Gue nebeng, gak ada ongkos naksi!" gerutuku. Dia berjalan menjejeriku, dan merangkulku dengan akrab. Hal yang dulu sering kami lakukan:') Hal yang sering aku pertanyakan, kapan akan terjadi lagi?

"Ayo ikut gue, tapi kaki lo jauhin dari kaki gue ya. Huahahahahaha" Dasar! Tapi tak urung juga aku ikut tertawa, menertawai kejadian tadi, dan menertawai diriku sendiri yang baru menyadari betapa kangennya aku mendengar tawa Alan. Lan, gue cinta sama elo.

Sahabat, aku cinta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang