EMPAT

10.5K 389 1
                                    

Angin sejuk pagi menerpa wajahku, memberikan sedikit tiupan ke rambut pendekku. Aku menikmati sambil menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. Asik juga ternyata dateng ke sekolah pagi, selain bisa nikmatin udara pagi dipinggir lapangan, aku juga bisa ngeliat Alan yang sedang bermain basket.

"Ayo maen, diem aja lo daritadi!" Alan mendrible bola mendekati bangku yang aku duduki, aku menggeleng malas. "Ah elo Al, kagak joinan lo ama gue." Alan menggerutu sambil duduk disebelahku, sambil asik mendrible bola.

"Apa hubungannya sama joinan?" Tanyaku tidak mengerti, emangnya ada hubungannya? Aku melirik sedikit ke arah Alan, tapi Alan hanya mengangkat bahu cuek. Dasar! Aku menggeleng-geleng pelan, sambil tersenyum geli.

"Oh ya Al, gue mau nanya sesuatu sama elo." Alan tiba-tiba berhenti memainkan bola basketnya, dia menghadapkan badannya ke arahku. Mukanya berubah serius, membuatku ikut tegang. Aku menatapnya sambil menaikan sebelah alis, heran. "Elo percaya nggak sih sama istilah sahabat jadi cinta?" Alan bertanya ragu, aku mengerutkan dahi bingung.

"Maksudnya?" Aku bertanya polos, dia menatapku seolah berfikir keras.

"Ya elo percaya nggak kalau sahabat bisa jadi cinta?" DEG! Eh, kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang? Kenapa Alan tiba-tiba nanya kayak gitu? Sahabat jadi cinta? Kayak aku dong?

"Percaya aja sih, kenapa emang?" Jawabku berusaha menjaga nada suara tetap datar. Alan memiringkan kepalanya sedikit, aku menatapnya heran.

"Elo pernah ngalamin?"

"Ha?" Aku langsung melongo mendengar pertanyaan ini. A-aku harus jawab apa?

"Elo pernah cinta sama ... eh, sahabatmu?" Dia bertanya tersendat, seperti sangat sulit mengeluarkan pertanyaan itu. Aku membuka mulut, tapi tidak ada yang bisa aku katakan. Apa aku harus jujur? Tapi Alan bisa curiga, karna sahabat cowokku sejak SMP hanya dia. Tapi kalau aku bohong, apakah kesempatanku akan hilang untuk bersamanya?

"Ya nggaklah!" Jawabku cepat, sangat cepat. Alan seperti mau mengatakan sesuatu, lalu

"Woy! Lagi ngapain kalian?" Aku dan Alan serentak menoleh pada sumber suara yang tidak lain dan tidak bukan adalah 2 sahabat alay-ku:p Mita dan Fara - yang baru turun gunung -.

"Ciyeee berduaan aja nih yee, pagi-pagi udah mojok aja" Gantian Fara yang menggoda, aku melotot padanya. Gimana kalau aku jadi salting?

"Mojok apa lagi," Alan mendumel sambil mendrible bola-nya lagi dan berjalan ke ring. Aku melotot pada Mita dan Fara, tapi mereka malah nyengir.

"Kenapa lo? Ati-ati tuh, mata lo kayak mau keluar gitu" Mita bertanya sok polos, padahal wajahnya kelihatan geli.

"Hhh. Oh iya, gue belum nagih penjelasan! Maksud kalian kemaren apa coba?!" Aku bertanya galak. Mita sama Fara langsung saling pandang, kutatap mereka dengan tajam.

"Aduh! Gue lupa, gue belum ngerjain PR matematika. Gue duluan ya?" Mita langsung berlari ke kelasnya, aku menatap Fara yang sedang menatap punggung Mita dengan tidak percaya. Fara menoleh padaku dan nyengir, aku menyipitkan mata dengan sebal.

"Em, gue juga belum ngerjain PR Al. Gue ke kelas dulu ya?" Fara langsung berbalik tanpa menunggu jawabanku! Aku mendumel dalam hati, dasar! Mereka pasti bohong tentang PR itu, apalagi Fara. Kami kan sekelas, dan setahuku nggak ada PR apapun hari ini. Eh, atau mungkin emang ada ya? Wah bahaya, aku langsung ngibrit ke kelas dan melambai singkat pada Alan yang kebetulan menatapku.

---___---

Aku menatap rombongan anak cowok kelasnya Alan dengan aneh, mereka mau kemana tuh? Mau ngadain acara kali ya? Kemudian kulihat Alan yang berjalan paling belakang, menatap lurus kepadaku. Aku menaikkan alis, bertanya ada apa. Tapi dia malah menunduk dan pura-pura tidak melihatku, aneh! Ada apa sih?

"Mita mana ya, Al?" Aku tergeregap mendengar suara Fara, yang entah sejak kapan sudah berjalan disebelah kiriku.

"Eh elo Far, sejak kapan lo ada disini?" Aku bertanya heran, tapi Fara malah melotot padaku. Aku menatapnya bingung, aku salah apalagi?

"Gue udah disebelah lo sejak keluar dari kelas, dodol!" Fara menjitak kepalaku pelan, aku memberengut. Ya bukan salahku dong, kan dia daritadi juga diem aja. "Eh itu Mita," Fara menunjuk ke satu arah, ke tempat mita sedang berjalan dengan Dian. Oh sama Dian, eh? DIAN? Aku menatap dengan penasaran saat mereka berpisah ditengah jalan, Mita menghampiri kami.

"Al." Mita menyentuh lenganku pelan, wajahnya tampak prihatin. Kenapa? Mendadak perasaanku langsung nggak enak, aku tolehkan kepalaku ke arah Dian yang berjalan duluan keluar. Dia berjalan ke arah.. Oh! Mobilnya Alan? Deg! A-apa ini? Kenapa mendadak aku nggak bisa nafas? Aku menoleh cepat pada Mita.

"Mereka...?" Suaraku terdengar kelu bahkan ditelingaku sendiri, aku menelan ludah dengan susah payah. Dan mendadak saja kurasakan sesuatu menyedot seluruh tenagaku, ketika kulihat Mita mengangguk dengan prihatin. Jantungku, kenapa rasanya sakit? Kenapa mataku tiba-tiba terasa sangat berat? Kenapa aku merasa, aku sedang menahan air mataku?

"Sekarang mereka mau nraktir temen sekelas Alan," Mita menjelaskan dengan suara pelan. "Tadi Dian juga ngajak kita bertiga, Al."

"Maksudnya PJ gitu?" Fara bertanya kaget. "Al, elo nggak apa-apa?" Fara ikut menyentuh lenganku, aku menatap mereka berdua dengan nanar. Perasaan apa ini? Sakit apa ini? Ya Allah, apa yang terjadi sama diriku?!

</3 </3 </3

Aku berjalan perlahan ke depan TV sambil membawa minuman untuk Fara dan Mita, mereka menatapku khawatir.  Segera kuberikan senyum tipis, walaupun rasanya bibirku kaku banget.

“Al, elo nggak apa-apa kan?” Mita menatapku dengan khawatir, aku mengangguk pelan.

“Gue gapapa, emangnya kenapa gue harus kenapa-kenapa?” Tanyaku sambil tersenyum pada mereka, iya ya? Kenapa aku harus kenapa-kenapa? Aku kan sahabatnya Alan, harusnya aku ikut seneng kan? Iya kan? Tapi kenapa perasaanku jadi sakit banget gini?

“Karna elo cinta sama Alan.” Fara berkata tegas, aku menatap Fara. Mencoba bersuara untuk menyangkal, tapi tak ada suara yang keluar. Perkataan Fara seperti menjawab pertanyaanku, pertanyaan kenapa perasaanku jadi sakit banget gini. Iya, jawabannya adalah karna aku mencintai Alan.

Aku mengangsurkan gelas sirup pada Mita, kemudian Fara. Mereka menerima, namun masih sambil menatapku. “Gue nggak tau apa yang lagi gue rasain sekarang, tapi gue yakin semua cuma butuh waktu.” Arghh!! Kenapa pandanganku jadi mengabur begini? Aku menggigit bibir, berusaha menahan air mata yang akan keluar. Tapi sekeras apapun usahaku, aku tetap menangis. Air mata tetap mengalir, dan aku telah hancur.

Aku hancur dihadapan kedua sahabatku, aku merasa seperti serpihan. Mita dan Fara langsung memelukku di kiri kanan. “Mit Far, kenapa rasanya sakit banget? Kenapa gue nggak bisa nahan nangis? Kenapa perasaan gue sehancur ini?” Aku menangis dan menangis. Berharap semua airmata ini akan meredakan sakit yang aku rasakan, berharap airmata ini membangunkanku dari mimpi buruk ini. Kumohon.

Sahabat, aku cinta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang