Aku Tuli Untuk Kata Maaf (Faizal Muhammad P.)

195 2 0
                                    

- Aku sudah tak kuat mendengar itu lagi. Kata 'maaf', sudah berapa kali dia mengucapkan itu.

Telingaku sudah tak kuat lagi mendengar itu. Aku sudah tuli dengan kata itu -

"Lia, aku benar-benar minta maaf. Aku masih pingin sama kamu. Aku belum mau mengakhiri

hubungan kita. Ayo buka pintunya, Lia. Aku mohon".

Teriakan Naufal beradu keras dengan derasnya hujan malam ini. Tapi sayang, telingaku sudah tak

kuat mendengarnya. Sudah berapa kali dia mengucapkan itu. Aku sudah muak mendengar kata itu.

Kata „maaf‟. Aku benar-benar sulit mendengar kata itu. Aku juga tak menggubris permintaannya untuk

bertemu, di depan gang kosku. Jarum panjang dan pendek telah menyatu di angka 12. Mataku masih

belum terpejam. Masih merasakan pedih yang begitu perih. Setelah sebuah malapetaka yang

meruntuhkan indahnya cinta, antara aku dan Naufal, seminggu lalu.

***

Sudah setengah tahun lebih kujalani cinta indah ini. Aku begitu bahagia menikmati masa indah

ini. Hanya bersama Naufal, mahasiswa satu jurusan satu universitas. Dia lebih tua dua tahun dariku.

Pertama aku mengenalnya, saat masih duduk di bangku semester dua. Dalam sebuah acara bazaar

kampus, Tuhan mempertemukanku dengan lelaki tampan asal Jakarta itu. Pertama saling kenal, aku

mulai suka dengannya. Bagiku, dia tak hanya sekedar lelaki impian.

"Ciyeee yang udah punya pacar" celetuk Cynthia, temanku, saat istirahat latihan tari hari ini.

"Ah, mbak Cynthia. Tau aja".

"Kapan jadian, dik Lia ?"

"Udah lama banget, udah ada setengah tahun jalan, mbak".

Aku merasa nyaman untuk curhat lagi dengan mbak Cynthia, kakak tingkatku satu jurusan. Aku

mulai akrab dengannya sejak pertama kali ikut ekstra tari.

"Terus, kamu sering dikasih kado nggak sama dia ?"

"Ah, nggak sering-sering amat".

"Eh, aku boleh minta tolong nggak sama kamu ?"

"Apa, mbak ?"

"Aku kan mau ada penelitian di SD Kedungsari. Nah, mbak lagi butuh partner buat penelitian

besok. Kalo mas Naufal pacar kamu itu yang jadi partner mbak buat penelitian, kira-kira kamu setuju

nggak, dik ?"

Sempat ada keraguan dalam hati. Takut bila jawabanku nanti akan merubah semuanya. Tapi, aku

tak boleh berpikiran negatif dulu. Selama tujuannya itu baik dan tidak menyebabkan rusaknya

pertemanan, aku tidak apa-apa.

"Ehm nggak apa-apa kok, asal tujuannya baik, mbak".

"Oke deh".

***

Pertanyaan "Apa yang sedang dalam pikiran anda ?" seolah bertanya padaku. Apa yang ada

dipikiranku ? Seketika seperti ada lampu bohlam dalam kepalaku. Jari-jariku langsung menari dengan

lincah diatas keyboardku. Tak lupa juga aku kirim komentar di beberapa status Facebook milik temantemanku.

Sesuatu yang mencurigakan tampak di sebelah kanan atas halaman Facebook-ku. Sebuah akun

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Tuli untuk Kata MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang