Bab I: Laga

18K 957 163
                                    

Suara kurang lebih seribu penonton yang mengisi stadion di kota Vedika −ibukota negara Dharitri pada provinsi Rayon Pusat− bergemuruh riuh. Mereka semua duduk di dalam stadion berbentuk lingkaran, duduk di atas bangku-bangku batu yang kian terpanasi bokong seraya memusatkan pandangan pada lapangan. Sekarang adalah pertandingan keempat dari total lima babak Laga hari ini. Hari sudah menuju sore, namun sebagian besar dari penonton masih bersemangat: bersiul, bersorak, dan menjotos tangan ke udara sebagai bentuk dukungan terhadap jagoan mereka masing-masing. Laga yang hanya diadakan setiap empat bulan sekali membuat para penonton setia tidak ingin melewatkan momen untuk merayakan euforia, apalagi ketika pertandingan sedang mencapai klimaksnya.

Dua orang laki-laki berotot besar sedang saling beradu di lapangan. Mereka berdua tidak menapaki tanah, melainkan duduk menunggangi dua ekor hewan berperawakan besar. Orang-orang mengenal bentuk hewan demikian sebagai Hibrida. Salah satu hewan memiliki taring sepanjang tiga jengkal jari manusia dewasa. Badannya sepanjang tiga setengah meter dan setinggi dua meter. Di masa lampau, orang-orang akan menyebut makhluk itu sebagai harimau bongsor. Satu hewan lainnya memiliki tiga cula di atas hidung, bertanduk melengkung seperti banteng di kepala, juga berkulit tebal. Di masa lampau pula, orang-orang akan mendefinisikannya sebagai hasil peranakan badak dengan banteng. Kedua hewan tersebut saling berhadapan, napas agak terengah-engah, dan pelana masih mengekang erat tubuh mereka. Masing-masing di atas punggung mereka, dua orang laki-laki saling mengacungkan pedang kepada satu sama lain. Yang satu, penunggang hewan campuran badak-banteng, menyeringai lebar sambil menertawakan darah yang mengalir pada pedangnya. Lawannya, si penunggang harimau bongsor, tengah memegangi bahu yang bersimbah darah.

Penonton makin bersorak ramai, terbagi menjadi dua kubu berbeda yang menyemangati masing-masing petarung. Akhirnya, setelah sekali serudukan lagi dari si badak-banteng, harimau bongsor terpelanting ke atas tanah dengan auman memilukan. Hampir si badak-banteng hendak menyerbu lagi, namun harimau bongsor cepat-cepat bangkit dan berlari menuju gerbang di bawah tribun, terbirit-birit kabur sembari mengangkut penunggangnya yang kian terluka parah.

Di tribun tengah bagian atas, seorang komentator −laki-laki paruh baya, bersuara lantang, dan berpakaian mencolok− langsung menyela, "Pemenangnya, Humbala dari Rayon Timur!"

Sontak sorakan para penonton makin menggebu, memenuhi stadion dengan tepuk tangan meriah. Euforia bertahan selama beberapa menit selagi Humbala −penunggang si badak-banteng−mengepalkan kedua tangan ke udara untuk menyambut apresiasi dari seluruh penghuni stadium. Tidak lama, Humbala menaruh pedangnya lagi pada sabuk, kemudian menggiring hewan tunggangannya untuk memasuki gerbang yang berseberangan dengan jalur kabur si harimau bongsor.

Komentator Laga lekas mengangkat kedua tangan, membuat isyarat berupa dua telapak tangan disilangkan. Para penonton perlahan meredakan suara hingga akhirnya stadion tenang kembali. Sampai stadion benar-benar hening, masih dengan suara lantang tanpa memerlukan pengeras suara, sang komentator menyeru, "Itu tadi pertandingan keempat yang mengesankan! Sekarang, saatnya pertandingan kelima sekaligus pertarungan penutup pada Laga caturwulan kedua ini.

"Seperti biasa, saya akan memperkenalkan sedikit mengenai dua petarung berikutnya. Yang satu adalah juara pertama pada Laga Puncak di caturwulan ketiga tahun lalu. Ya, saya membicarakan Cakra Gemintang."

Serta merta para penonton bersorak kencang. Cakra Gemintang merupakan petarung favorit hampir keseluruhan dari mereka. Bukan karena Cakra adalah putra semata wayang Presiden Dharitri, namun kemampuan bertempur Cakra memang tidak boleh diragukan. Dari salah satu gerbang, seorang laki-laki berusia dua puluh satu tahun −bertubuh bugar dalam balutan baju zirah, namun tidak mengenakan helm untuk memamerkan sumringah pada wajahnya− memasuki lapangan di tengah stadion. Dia menunggangi seekor hewan berwujud mirip iguana dengan tinggi dua meter dan panjang tubuh empat meter −bila lidah beracun milik hewan itu dijulurkan, mungkin panjang totalnya mencapai lima setengah meter. Sang komentator harus memberi gestur tangan lagi karena penonton semakin dibuat ribut oleh kedatangan Cakra. Usai mereka kembali tertib, sang komentator melanjutkan, "Pada pertandingan kali ini, Cakra akan melawan seorang pendatang baru! Ini adalah pertarungan pertamanya, para hadirin, dan aku harap Cakra tidak usah keras-keras terhadapnya."

Dharitri (Novel - Tamat) [Wattys Award Winner]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang