SENDIRI

56 11 7
                                    

Kebanyakan gadis menghabiskan waktu istirahat mereka dengan bergosip di kantin atau duduk di pinggir lapangan menatap para laki-laki yang bermain futsal dengan tatapan lapar berharap dapat melihat roti sobek para pemain.

Tidak dengan Arin.

Sebelumnya kalian tahu bahwa Arin punya sedikit teman, sepertinya perlu diperjelas. Arin hanya punya Sora sebagai temannya. Ya, sedikit yang dimaksud adalah satu. Dan sekarang Sora tengah 'ditawan' gadis-gadis kelasnya supaya tidak menemani Arin.

Huh! Siapa yang perduli?

Arin terbiasa sendiri sebenarnya, selain karena ia anak tunggal juga karena ia tidak suka keramaian. Tipikal introvert.

Dan istirahat hari ini pun ia akan habiskan dengan membaca buku di perpustakaan sekolahnya. Membaca buku "berat" seperti buku sastra klasik atau bacaan ringan seperti novel.

Arin menelusuri rak-rak buku yang menjulang tinggi, ini sudah rak kesekian yang ia lihat namun tidak juga menemukan buku yang menarik minatnya. Sampai akhirnya ia sampai di rak terakhir di ujung perpustakaan.

Tempat itu lembab karena kurang pencahayaan, aroma buku tua bercampur debu menyeruak membuat ujung bibir Arin tertarik tanpa sadar. Ini sempurna, pikirnya.

Satu fakta menyedihkan lainnya tentang Arin adalah tingginya yang mungil. Kasarnya, pendek. Ia mencoba meraih buku di rak bagian tengah namun tidak sampai bahkan saat gadis itu sudah berjinjit dengan susah payah.

"Buku yang ini?" Tiba-tiba terdengar suara berat ditambah tangan yang terulur meraih buku yang Arin mau. Lalu semuanya terjadi begitu cepat, Arin terkejut sampai tersentak ke belakang lalu sesuatu oleng dan buku jatuh dengan suara yang lumayan keras mengingat buku itu sangat tebal.

Arin menoleh dan mendapati laki-laki dengan tubuh tinggi tampak terkejut dengan kejadian barusan.

"Kau kan..." Arin mendesis pelan sembari memicingkan matanya seakan mengatakan apa-yang-mau-kau-lakukan-padaku?

Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya di depan dada "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku hanya mau membantumu."

Arin tahu betul siapa yang ada di depannya. Jung Chanwoo. Pangeran sekolah ini karena dulu pernah jadi artis dan seluruh gadis di sekolah ini terus membicarakannya sampai kuping Arin pengang.

Dengan cepat Arin membuang muka dan mendengus sinis, lalu memungut buku yang jatuh seraya pergi meninggalkan Chanwoo tanpa berkata apa-apa.

"Kau tahu, apapun yang kau pikirkan di kepala cantikmu mengenaiku itu tidak benar." Arin pura-pura tidak dengar. Laki-laki kan seperti itu, bermulut manis berhati pedang. Jahat, semua laki-laki jahat.

Ujung sweater Arin ditarik pelan "kumohon dengar aku dulu"

Arin berhenti lalu mendelik galak "apa?" Sungguh dia tidak mau membuang waktunya untuk laki-laki manapun terlebih laki-laki di depannya.

Chanwoo menghembuskan nafasnya pelan seakan menghilangkan kegugupan "Aku minta maaf soal kemarin. Aku tidak bermaksud cabul, kau tahu?" Sekarang dia tersenyum ramah pada Arin.

"Oh ya?" Balas Arin dengan nada menyindir

"Heeei, aku bukan laki-laki seperti itu. Dan tentu saja aku manusia, bukan monyet." Balas Chanwoo dengan kembali menyindir Arin masih dengan senyum ramahnya

Tanpa ba-bi-bu Arin kembali meninggalkan Chanwoo, dia benar-benar kesal. Kesal karena telah membuang waktunya untuk Chanwoo dan kesal karena sempat... luluh dengan senyuman itu.

Tidak. Semua laki-laki memang begitu. Mereka akan membuatmu layaknya seorang puteri lalu meninggalkanmu layaknya sampah.

"Kenapa kau sendirian, Arin?"

Tunggu...

"Ah! Kemarin teman kelasmu yang menyebut namamu" jelas Chanwoo tanpa ditanya karena sang empu nama kembali melototinya

"Kau pasti berpikir yang tidak-tidak"

"Jangan ganggu aku!"

Chanwoo menelengkan kepalanya sedikit "aku tidak bermaksud begitu, aku hanya mencari buku referensi untuk tugas guru Kim" lantas ia mengangkat buku yang dipegang di tangan kirinya.

"Walau pun mereka bilang kamu pangeran tak berkuda, walau pun mereka bilang kau malaikat tak bersayap, bagiku kau hama!"

Bukannya tersinggung dengan ucapan Arin, Chanwoo malah tersenyum "Mereka menyebalkan, ya? Aku juga tidak suka diperlakukan begitu." Chanwoo berkata dengan mata sendu.

Lalu Chanwoo tersenyum sampai memperlihatkan deretan giginya "kau tahu? Tadi itu kalimat terpanjang yang kudengar darimu."

Arin mematung di tempat, ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Dan sebelum Arin sadar betul, Chanwoo sudah berjalan ke arahnya dan menepuk kepalanya pelan.

"Mulai sekarang kita berteman, ya?" Lalu Chanwoo pergi meninggalkan Arin sendirian.

Sendirian.

Selalu begini.

Sendiri.

"Menyebalkan!" Ucap Arin pahit, air matanya menetes begitu saja tanpa izin darinya. Ia benci laki-laki. Ia benci Jung Chanwoo.

****
Wohoo, pelan-pelan kalian akan tahu latar belakang tiap tokoh lho! Semoga cerita ini ga membosankan😄.

Sebenernya aku ga tega bikin Arin yang unyu-unyu ini berkarakter jahat begini wkwk. Maaf ya, Arin! Tee-hee~♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang