Bab 1

926 62 0
                                    

Naruto©MK

A/N : Maaf atas segala kekurangan.

Don't like SasuHina? Don't read.

Enjoy.

.

.

.

"Entahlah, keadaannya makin parah saja" bisik-bisikan warga konoha dipagi hari memanglah hal biasa.

"Bahkan ia koma" sejenak itu membuat Hinata yang sedang mengambil beberapa buah apel seketika terdiam.

Koma?

Itulah yang paling Hinata takutkan, ia takut kehilangan.

.

Kejadian itu terjadi dua bulan yang lalu, ketika konoha dihadapkan dengan perang dunia yang amat besar, mereka harus merelakan kerabat dekat mereka yang tewas.

Itu bagaikan mimpi untuk Hinata, bagaimana mungkin, pemuda yang membela konoha, pemuda yang amat kuat, harus jatuh terbaring dirumah sakit, kejadian itu tak bisa hinata lupakan, saat pemuda itu jatuh dihadapannya dengan berlumuran darah.

Pemuda itu, Uchiha Sasuke.

Pemuda yang selalu ia rahasiakan dari siapa saja, pemuda yang menjadi alasan terkuat Hinata untuk bangkit melawan, alasan Hinata untuk menjadi lebih kuat, pemuda itu adalah pemuda kuat, pemuda itu adalah seseorang yang ia cintai dengan dalam diam.

Tapi kenapa Sasuke mau melindunginya? Kenapa Sasuke tak membiarkannya agar ia yang koma, bukan Sasuke.

.

Rutintas Hinata pagi ini adalah melatih beberapa anak dimansion Hyuuga, sebentar lagi ia akan menjadi pemimpin sama seperti ayahnya, tapi ia belum siap menghadapi aturan keluarganya, semua aturan bisa ia atasi, tapi tidak dengan aturan yang satu ini.

Selesai melatih beberapa anak, Hinata membeli bunga dandelion dan lavender, seperti biasa Hinata akan mengunjungi Sasuke yang sudah dua bulan berbaring dirumah sakit, walau tanpa sepengetahuan sahabatnya dan klan Hyuuga.

Ia memang memutuskan untuk merahasiakan bahwa ia memang sering berkunjung, karena memang begitulah, mereka pasti akan memarahinya.

Hinata membuka pintu ruangan tersebut, menampilkan pemandangan yang seperti biasa, aroma khas rumah sakit menguar, bersih dan rapi, tapi pandangan Hinata tertuju pada lelaki yang terbaring disana, dengan beberapa alat yang Hinata tak tahu apa namanya.

Meletakan bunga di vas yang terdapat diatas nakas, Hinata duduk memandangi Sasuke, wajahnya pucat seperti biasa, tapi ketampanannya tak luntur, tangannya dingin tak ada kehangatan, tubuhnya juga sedikit kurus.

Hinata tersenyum, ia memegang tangan Sasuke, menceritakan banyak hal kepadanya, tentang kehidupan sehari-harinya, Hinata memang selalu betah disini, karena tak ada tekanan, hanya ada kedinginan yang nyaman.

"Sasuke, ano takai tatemono wa nandesuka" Hinata berkata seperti Sasuke melihat bangunan tinggi yang tersaji dibalik kaca besar disebelah Hinata.

Hinata tersenyum, hari sudah semakin sore, sebentar lagi gelap, ia memutuskan untuk pergi, dan kembali esok hari.

"Kau kuat, kau bisa melaluinya, dan aku yakin itu"

Kalimat yang selalu diucapkan Hinata saat ia akan pulang, dalam hatinya selalu ia panjatkan doa agar besok Sasuke bisa kembali membuka matanya.

.

"Nee-chan" pagi yang seperti biasa, Hinata masih menyempatkan meminum teh.

"Hmm"

"Kau sudah punya pacar?" pertanyaan Hanabi tentu saja mengundang tanya, tentu saja tidak, kenapa bertanya lagi.

"Tidak"

"Sebaiknya kau cepat cari pacar"

Hinata mengabaikan Hanabi, ia memang sudah berumur 21 tahun, dan sebentar lagi akan memasuki bulan desember.

Inilah yang paling Hinata takutkan.

Setelah selesai melatih beberapa anak, Hinata memutuskan untuk pergi kerumah sakit seperti biasa.

"Hinata-sama!" teriak salah satu anggota klan Hyuuga.

"Ya" Hinata menatapnya yang kelelahan karena mengejar dirinya.

"Hiashi-sama, memanggil anda"

"Baiklah"

Kenapa ayah memanggilku?

Hinata mengetuk pintu kayu kokoh dihadapannya sebelum suara terdengar dari dalam sana "masuk"

Hinata duduk diatas tatami, dengan sopan menghadap ayahnya dihadapannya yang hanya berbatasi dengan meja.

"Tou-san memanggilku" ucap Hinata sopan, memancarkan aura kepemimpinannya.

"Hm, langsung saja keinti, begini sebentar lagi kan kau akan berumur dua puluh dua, tentu saja saat itu kau akan menggantikanku, kau sudah tahu kan aturan keluarga kita?" dan inilah hal yang paling Hinata takutkan.

Ia terdiam, tak mampu berkata-kata, ucapan ayahnya tadi sangat menusuk, walau hanya kata-kata sederhana, kata-kata yang ia yakini pasti akan keluar dari mulut ayahnya.

Dan, aturan itu tak bisa ia sanggupi, terlalu berat, bahkan walaupun ia sanggupi, tak mungkin yang lain.

.

.

.

Continue

.

.

.

.

A/N : wahaha gaje ya, tapi jangan lupa vote, sekali lagi terimakasih kepada kalian yang menyempatkan waktu membaca cerita saya, maaf atas segala kekurangan.

Ano takai tatemono wa nandesuka : bangunan yang tinggi itu apa yah?

Vinn-san.

needed protectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang