Bab 3

531 44 0
                                    

.

.

.

Hinata kesepian sejak ia menginjak usia empat tahun, kakak sepupunya tak pernah mau bermain bersamanya, kakak sepupunya hanya mau melatihnya.

Saat itu, Hinata berlarian dipadang lavender dekat mansion Hyuuga, ia tak menyadari bahwa ia tak sendiri, tak berapa lama, seseorang mengeluarkan suara "hoy" dan itu cukup membuatnya terkejut sekaligus malu.

Lelaki itu seumuran dengan Hinata kecil-empat tahun, dan ia sangat tampan, tapi Hinata sangat malu, sehingga ia tak memikirkan soal ketampanan lelaki tersebut.

Namanya Sasuke, dan lelaki bernama Sasuke tersebut adalah teman satu-satunya hinata.

Sejak hari itu, mereka sering bertemu dipadang lavender, bermain, dan tertawa bersama, Sasuke tahu tentangnya, dan ia juga tahu tentang Sasuke.

Tapi saat diakademi, Sasuke terlihat dikerumuni banyak wanita, Hinata hanya bisa menatapnya dari kejauhan, Sasuke sangat populer, dan tak pernah menegurnya jika mereka tak sengaja bertatapan.

Hal itu tak membuat Hinata sedih sama sekali, yang terpenting Sasuke masih mau datang kepadang lavender dan masih mau berteman dengannya.

Hinata kecil beranjak menjadi Hinata remaja, Sasuke dan dirinya tetap masih saling berhubungan tanpa ada satu orang pun yang mengetahui hal tersebut.

Tapi kesabaran Hinata sampai pada puncaknya saat teman-temannya mengatakan bahwa Sasuke dan Sakura saling mencintai.

Hinata sungguh cemburu, dan ia tak bisa menyembunyikan hal tersebut pada Sasuke, Sasuke tetap akan mengetahui jika dirinya sementara berbohong.

"Kau kenapa? Dari tadi hanya diam?" ucapan Sasuke terdengar lembut ditelinga Hinata.

15 belas tahun ia bersahabat dengan Sasuke, tentu saja, hanya ia seorang wanita yang bisa merasakan tatapan lembut bahkan hal-hal kecil yang Sasuke lakukan untuk dirinya.

"Kau mencintai Sakura?"

"Memangnya kenapa?" Sasuke tidak bodoh, ia jelas tahu perempuan disampingnya tengah cemburu.

"Tidak, hanya tanya saja"

"Kalau kubilang iya, kenapa, dan kalau kubilang tidak kenapa?" tawa kecil keluar dari mulut lelaki disampingnya.

"Sebentar lagi salju" Hinata mengalihkan pembicaraan, sebentar lagi ia akan berulang tahun.

"Um, sepertinya kita tak bisa kesini lagi"

"Iya, tapi kau akan mengirimkan surat untukku, kan?" Hinata masih sibuk dengan beberapa helai bunga lavender.

"Kuusahakan"

Dan tanpa Hinata sadari ia tak akan bertemu dengan Sasuke yang tengah menatapnya dengan tatapan lembut.

Surat Sasuke akhirnya berada ditangannya, surat singkat yang berisi 'kita ketemuan ditempat biasa'.

Hinata duduk ditumpukan kayu menunggu Sasuke, ia membawa payung agar tak terkena salju yang sangat menusuk, besok Hinata akan berulangtahun.

"Apa aku lama?" ucap seseorang dengan gaya berjalan yang khas.

"Tidak, aku juga baru datang" ucap Hinata tersenyum.

"Kau mau jawaban?"

"Jawaban apa?" Hinata terheran-heran dengan lelaki disampingnya.

"Jawaban kenapa aku tak pernah menegurmu saat kita berada diakademi"

"O-oh itu"

"Karena jika mereka tahu kita sering bertukar sapa, mereka pasti akan memberimu pelajaran, kau sendiri tahu bahwa aku tak pernah menegur wanita, itu semua akan membuat mereka curiga" ucap Sasuke panjang lebar.

Kata-kata itu membuat Hinata tersenyum, Sasuke masih khawatir tentang dirinya.

"Dan sebentar lagi akan memasuki perang dunia" ucap Sasuke

"Apa kau mencintaiku?" lanjut Sasuke

"Kau sahabatku" Hinata tahu itu melukai Sasuke, tapi Sasuke akan lebih terluka jika ia tahu Hinata mencintai Sasuke, ayahnya pasti akan memisahkan keduanya.

"Kalau begitu baiklah, aku mencintaimu" dan Sasuke beranjak pergi, sementara Hinata terdiam bisu.

.

Hinata termangu menatap kearah jendela, kepingan kenangan masa lalu membuatnya tak bisa tidur, diluar sana, salju sudah membungkus konoha, malam semakin larut, tapi sepertinya Hinata masih betah melihat keluar jendela meratapi nasib serta kisah cintanya.

Mungkin besok ia akan mengunjungi Sasuke, melepas rindu, menceritakan semuanya.

.

Dinginnya pagi, tak membuat Hinata mengurungkan niatnya untuk pergi bertemu Sasuke.

"Hinata-sama, Hiashi-sama memanggil anda"

Hinata melangkah pergi memenuhi panggilan ayahnya, ia tahu pasti ayahnya akan membahas soal pernikahan lagi, siap tidak siap ia harus menerimanya.

"Tou-san memanggilku?"

"Kau mencintai Sasuke?" klan Hyuuga bukanlah klan bodoh, semenjak hari itu, Hinata sudah menduga bahwa ayahnya pasti akan menyuruh seseorang untuk mengawasinya, dan pertanyaan itu tak membuat Hinata terkejut, ia tahu ayahnya tetap akan mengetahui hal tersebut.

"I-iya" ucap Hinata menunduk.

"Kau seharusnya jangan bodoh, sebentar lagi anak itu akan mati, kau mau menikahi orang mati?" ucap ayahnya sinis.

"Sasuke-san kuat"

Terdengar tawa mengejek dari ayahnya "aku tak mau tahu, kau akan kujodohkan dengan Gaara"

"Maaf tou-san, aku tidak bersedia"

"Bersedia atau tidak, aku tak membutuhkan persetujuanmu"

Hinata keluar dari ruangan ayahnya dengan perasaan hampa, ia betul-betul merasa dikendalikan.

Bahkan jika aku bisa memilih, aku pun tak mau jadi anak pertama.

.

Dua hari lagi, ia akan genap berusia dua puluh dua.

Bibirnya bergetar, tangannya menyentuh tangan dingin pemuda yang terbaring dihadapannya, ia kehilangan harapan, hatinya tergetar, ia tak bisa.

Kata-kata ayahnya membuatnya merasa teriris, Sasuke kuat..

Walau sebenarnya ia sendiri tak tahu, apa Sasuke kuat, atau tidak.

Sasuke, kapan kau akan membuka matamu, kumohon, beri aku perlindungan..

Aku butuh .. Perlindunganmu ..

...

.

.

.

Continue

.

.

.

needed protectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang