Satu

54 1 0
                                    

♤Pertemuan Singkat♤

Pagi itu matahari mulai beranjak dari peraduannya, cahayanya perlahan mulai menyusup dan membangunkan semua orang dari dunia mimpi, seorang gadis terlihat masih bergelu di balik selimut tebal bergambar tokoh kartun detektif conan favoritnya, di atas meja naskah jam weker miliknya sudah berbunyi nyaring memperingatkannya bahwa waktu sudah beranjak pagi tapi sepertinya suara nyaring dari jam weker itu tidak mampu mengugah minatnya untuk membuka mata.
"Hara...udah jam tujuh nak, kamu gak mau ngampus ?" teriak sebuah suara dari lantai bawah.
Hara perlahan mulai membuka matanya, sebenarnya ia bangun bukan karna mendengar suara jam weker ataupun suara teriakan ibunya di lantai bawah, ia bangun karna sinar matahari mulai masuk melalui jendela kamarnya dan menyilaukan matanya. Sejenak ia hanya menatap langit-langit kamarnya dengan mata yang masih terlihat mengantuk, hahhh...rasanya ingin sekali ia memaki pak Hendro dosen super rese dan ribet yang tega memberikan tugas esai yang begitu susah dan membingungkan pada mahasiswanya sehingga membuatnya harus berjibaku dengan kumpulan buku-buku tebal yang tak ia mengerti isinya hingga larut malam.
Untuk beberapa saat gadis keturunan jawa tulen itu hanya menatap langit-langit kamarnya sambil mengumpulkan setengah nyawanya yang sepertinya masih tertinggal di alam mimpi. Perlahan tangan kananya mulai meraba meja naskah dan mencari benda bulat menyebalkan yang membuat ia sakit kuping di pagi hari, setelah mematikan jam weker Hara langsung mengambil benda bulat itu dan begitu matanya menangkap angka yang saat ini di tunjuk oleh dua buah jarum jam yang berwarna merah dan hitam Hara langsung membanting jam weker tak bersalah itu ke kasur dan segera meloncat turun dari tempat tidur.
"MAMPUS GUEE !!!" makinya pada jam weker itu.
Tanpa babibu lagi gadis berusia sembilan belas tahun itu segera mengambil handuk putih miliknya yang ia gantung di belakang pintu kamar dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sekitar lima belas menit berlalu Hara keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar, ia segera membuka lemari pakaiannya dan mengambil baju favorit miliknya yaitu sebuah kemeja lengan panjang bermotiv kotak kotak berwarna biru hitam, celana jeans pensil berwarna hitam yang memiliki model robekan di beberapa sisi, serta sepasang sepatu vans berwarna hitam yang kini warnanya sudah luntur menjadi warna abu abu karena terlalu sering di pakai. Yaa...Hara bukanlah tipikel wanita yang mamilih gaya berpakaia feminim sebagai style berpakaiannya, ia lebih memilih memakai kaos ataupun celana jeans dari pada harus memakai dres ataupun rok yng membuatnya sungguh tersiksa.
Setelah berganti pakaian Hara beralih membereskan berkas berkas yang masih berserakan di atas meja belajarnya dan setelah ia memisahkan mana saja berkas yang hendak ia bawa ke kampus dengan terburu-buru ia memasukan semua berkas itu ke dalam tas gemblok berwarna merah marun kesayangannya. Hara segera menyemprotkan parfum dengan asal di bajunya tak lupa ia pun memakai sedikit bedak bayi pada wajahnya, setelah di rasa penampilannya sudah okey dan tidak ada lagi barang ataupun berkas yang tertinggal Hara segera keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa guna berpamitan pada ibu dan ayahnya yang mungkin masih menikmati sarapan di lantai bawah.
Sambil mengikat rambut ikal panjangnya asal-asalan Hara menuruni tangga rumahnya dengan berlari sehingga menimbulkan suara gaduh.
"mbok ya hati hati tok ndok, kalau kamu jatuh kamu juga kan yang repot" nasehat sang ayah sambil menyesap kopi hitamnya.
"aduhhhh..Hara udah telat banget, lagian ibu kenapa gak bangunin Hara toh ?" dumelnya sambil meminum segelas susu coklat yang sudah tersaji di atas meja makan.
"kupingmu itu ndok...ibu sudah teriak teriak dari tadi bangunin kamu sama masmu itu loh tapi ndak ada yang bangun satu pun"
"oalahh ya wes lah Hara pamit, assalamualaikum" pamitnya sambil mencium tangan ayah dan ibunya lalu berlari pergi.
"ndak sarapan kamu ndok ?"
"nanti aja yah Hara sarapan di kampus, udah ya Hara jalan"
Ibu dan Ayah Hara hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan putri mereka yang satu itu, dari dulu sikapnya tak pernah berubah. Ia masihlah menjadi sosok Hara yang sembrono, teledor tapi juga mandiri.
"anakmu itu loh mas, makin hari kelakuannya makin-makin aja" protes Ajeng pada suaminya.
"ya mau di apakan lagi, karepnya lah mau apa yang penting gak neko-neko toh"
"ini baru satu mas, yang satu masih tidur di atas wong kepluk emang itu anak"
Saat Ajeng dan Hendro tengah asyik menyantap menu sarapan pagi mereka sebuah suara teriakan dari lantai atas nyaris membuat mereka terjatuh dari kursi masing-masing.
"bu'e kenapa gak bangunin aku toh ?? Aku bisa telat kerja kan bu !!"
Ajeng dan Hendro hanya bisa tertawa mendengar teriakan putra sulung mereka yang nampaknya mengalami hal yang sama dengan sang adik. Sementara itu kini Hara tengah berlari menyusuri jalanan komplek rumahnya guna mencapai halte bus, di kedua telinganya tersemat hadphone yang memperdengatkan kumpulan lagu barat favoritnya. Setelah mencapai halte bus Hara memutuskan untuk duduk sambil menunggu bus yang akan ia tumpangi, ia pun mengeluarkan handphonenya dan mengecek beberapa pesan line dan bbm yang masuk. Tidak ada yang menarik baginya, hanya ada beberapa pesan dari Rento yang menanyakan apakah ia akan masuk kerja hari ini atau tidak dan sebuah pesan dari sahabatnya Deva yang menanyakan ada di mana dirinya saat ini, buru buru ia membalas kedu pesan tersebut seadanya.
Setelah bus yang ia tunggu tiba ia pun langsung bangkit dan masuk ke dalam bus, saat tiba di dalam bus ia mulai menyapukan matanya ke seluruh penjuru bus guna mencari bangku kosong yang mungkin bisa ia tempati. Binggoo ia mendapatkannya, sebuah bangku kosong yang terletak di deret paling belakan dengan segera ia pun langsung menduduki bangku tersebut.
Sepanjang perjalanan Hara hanya fokus memainkan game di handphonenya, gadis satu ini memang terkenal sebagai maniak game bahkan kemampuannya dalam bermain game bisa mengalahkan kemampuan Damar, Damar adalah seorang maniak game yang sudah banyak mengikuti kejuaraan game online, ngomong ngomong soal Damar ia adalah salah satu rekan kerja Hara di cafe Nudel. Merasa bosan dengan kegiatan bermain gamenya Hara pun menyudahi kegiatannya dan menyimpan benda persegi berwarna putih kesayangannya itu ke dalam saku celananya.
Jarak antara kampus dan rumahnya memang sedikit jauh sekitar empat puluh lima menit jika menggunakan bus itu pun jika jalanan sedang tidak macet karna jika macet menyergap jalanan maka bisa di pastikan waktu tempuh akan menjadi satu setengah jam lamanya. Begitu menolehkan kepalanya ke arah jendela Hara baru menyadari jika di sebelahnya duduk seorang laki-laki yang tengah tertidur, mungkin laki-laki itu memiliki usia yang sama dengan kakaknya. Sejenak Hara menatap laki laki itu dalam diam, Entah mengapa Hara seakan tersedot kedalam pesona wajah laki-laki itu.
Wajah laki-laki itu tidak nampak seperti wajah orang pribumi pada umumnya, laki- laki itu memiliki kulit yang berwarna putih pucat, rambutnya di sisir rapih dan sedikit klimis, satu yang sanggat Hara suka dari rambutnya adalah warna rambutnya, ia memiliki rambut yang berwarna hitam namun warna rambut itu akan berubah menjadi agak kecoklatan bila terkena terpaan sinar matahari. Laki-laki itu juga memiliki sepasang alis tebal yang berwarna hitam, mata kecil yang sepertinya nampak sipit jika terbuka, hidung bangir yang mancung, rahang yang kokoh dan begitu mulus, serta ia memiliki sebuah bibir tipis yang berwarna pink alami. Melihat sosok laki-laki itu seketika mengingatkan Hara pada salah satu personil boyband Korea idolanya.
Laki-laki itu tertidur dengan damai sambil melipat kedua tangannya di depan dada, sesekali sinar matahari menerpa wajah pucatnya dan membuat laki-laki itu seolah bersinar di mata Hara "he look like anggel" batinnya. Saat sedang asyik mengamati wajah sempurna bak malaikat itu tiba-tiba setetes cairan pekat berwarna merah mengalir dari hidung mancungnya, sontak hal itu membuat Hara kaget dan segera memalingkan wajah dari laki-laki itu.
"haduhhh...nih orang mimisan !! Gue harus apa dong ??" batinnya frustasi.
Ia pun mencuri pandang ke arah laki- laki itu, sepertinya laki-laki itu tidak menyadari bahwa ia tengah mimisan buktinya saja ia tidak terusik sedikitpun dari tidur lelapnya. Hara mengingat jika ia selalu membawa sapu tangan di dalam tasnya, dengan tergesa-gesa Hara mengobrak abrik isi tasnya dan akhirnya ia mendapatkan sapu tangan berwarna biru laut tersebut. Tapi kini masalah kembali timbul, bagaimana caranya ia membangunkan laki-laki itu ? Rasanya ia tak mempunyai keberanian untuk mengusik tidur lelapnya, tapi jika ia tak memberikan sapu tangan ini darah itu pasti mengotori kemeja putih yang ia kenakan dan hal itu bisa saja merusak penampilan sempurnanya hari ini. Dengan keberanian penuh akhirnya Hara memulai aksinya untuk membangunkan laki-laki itu, awalnya ia hanya menyentuh lengan laki- laki itu dengan menggunakan jari telunjuknya dan setelah menunggu beberapa detik tidak ada respon yang berarti bahakan bergerak saja tidak akhirnya Hara memikirkan cara lain untuk membangunkan dia, kali ini Hara menarik narik lengan baju laki-laki itu sambil menyebutkan kata "Mas" berkali-kali.
Berhasil, perlahan tapi pasti laki-laki itu muali terjaga dari tidurnya. Sedikit demi sedikit ia mulai membuka matanya dan begitu mata sipitnya sudah membuka sempurna sepasang manik berwarna hitam segelap malam langsung menyambut manik coklat milik Hara. Jujur saja saat ini Hara begitu merasa gugup saat laki-laki itu menatapnya dengan tatapan tajam yang begitu mengintimindasi. Tak ada yang berani membuka percakapan baik Hara ataupun laki-laki itu, Garton Lim nama laki laki tersebut. Ia hanya menatap datar gadis di sebelahnya yang kini tengah memamerkan senyum kikuk padanya.
"emmm...mas..emm..mas mimisan tuh"
Garton hanya mengangkat sebelah alisnya begitu suara polos gadis itu terdenggar di telinganya, dengan sigap ia pun mengelap hidungnya dengan menggunakan punggung tangannya dan ia langsung mendapati noda darah segar di atas punggung tangannya. Garton hanya menghembuskan nafas pelan sambil memjamkan mata, laki laki tampan itu merutuki kebodohannya yang lagi lagi lupa membawa tisue atau sapu tangan.
"pakai sapu tangan saya aja mas, dari pada nanti darahnya makin banyak terus ngotorin kemeja masnya kan sayang"
Hara segera memberikan sapu tangannya pada Garton namun laki laki itu bukannya langsung menerima bantuan Hara ia malah menatap sapu tangan itu dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, barulah setelah beberapa detik berselang Garton baru menerima sapu tangan dari gadis di sebelahnya itu dan segera membersihkan darah segar yang masih mengalir dari hidungnya.
Untuk beberapa menit hanya keheningan yang menyelimuti Hara dan Garton, Hara sibuk dengan kegiatannya yaitu memandangi kondisi jalan sedangkan Garton tengah sibuk membersihkan darah di hidungnya sambil sesekaali mencuri pandang ke arah Hara.
"terima kasih" gumam Garton.
"mas ngomong ??" tanya Hara bingung karena ia tak mendengar dengan jelas ucapan Garton.
"emm..terima kasih..untuk sapu tangannya"
"ohh..saya kira mas ngedumel. Santai aja sapu tangan doang kok"
"senyum yang indah" batin Garton begitu melihat sebuah senyum tulus mengembang dari bibir Hara.
"mas bukan orang Indonesia yah ?" tanya Hara penasaran.
Garton hanya menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban atas pertanyaan gadis manis itu.
"bener kan dugaan saya, emmm...mas dari negara mana ? Jepang, Korea, atau jangan- jangan Cina ? Wahh kayanya mas ini engko yang suka jualan handphone di Glodok yah ??"
Garton hanya mendecik sebal mendengar celotehan gadis itu, ternyata biarpun gadis itu terlihat manis tapi mulutnya jauh dari kata manis. Ia bahkan dengan gamblangnya menuduh Garton adalah seorang pemilik kios handphone, apakah penampilannya terlihat lebih mirip seperti itu ketimbang penampilan klimis layaknya pengajar muda pada umumnya ?.
"asal saya dari Korea Selatan, dan saya pukan tukang jualan handphone kaya yang kamu bilang barusan"
Hara hanya beroo ria sebagai jawaban walaupun tidak bisa di pungkiri ia merasa senang bukan main di dalam hatinya karena bisa berbincang langsung dengan seseorang yang berasal dari negri gingseng itu. Jujur Hara dan kakanya adalah seorang fans berat kpop, mulai dari serial drama, musik, kebudayaan, bahkan hingga makanan semua tak luput dari perhatian mereka berdua, dan akhirnya setelah tiga tahun ia berhasil berbincang dan bertatap muka langsung dengan orang Korea asli. Hara teringat bahwa sedari tadi ia belum tahu siapa gerangan nama laki-laki itu, dengan semangat yang penuh Hara mengulurkan tangan kananya untuk berkenalan dengan lelaki tampan itu. Garton hanya mengerutkan dahi begitu Hara mengulurkan tangan kanannya ke hadapanya dengan semangan di tambah senyum 1000 watt yang menghiasi wajah ayunya, "mau apa lagi gadis ini ?" batin Garton jengah.
"apa ??" tanyanya pura pura tidak tahu.
"kita belum kenalan dari tadi. Nama saya Hara Saraswati mas bisa panggil saya Hara,Rara,Sarah atau apa aja deh asal jangan panggil saya Wati aja..hehe.."
"Garton Lim" jawab Garton singkat sambil menepuk sekilah telapak tangan Hara sebagai balasan atas uluran tangannya.
Hara hannya megerutkan bibirnya sebagai tanda bahwa ia sedang di landa rasa kesal, sungguh laki laki di sebelahnya itu begitu dingin dan angkuh benar benar jauh dari ekspetasinya. Saat melihat bus yang ia tumpangi sebentar lagi akan tiba di halte tujuannya Hara segera bangkit dari kursinya sehingga membuat Garton yang tadinya menatap ke arah luar jendela menatap gadis itu dengan wajah datar.
"mas Garton saya turun duluan yah. Sapu tangannya mas bawa dulu aja siap tau masih butuh...btw makasih loh udah mau ngobrol sama saya"
Selepas mengucapkan kata kata itu Hara langsung berjalan menuju pintu bus dan tak berapa lama kemudia ia segera turun dari bus setelah bus itu berhenti dan pintu bus terbuka secara otomatis. Garton hanya mengelengkan kepalanya tak peduli sambil kembali meneruskan kegiatannya yang sempat tertunda yaitu mengamati jalan, sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Garton berharap semoga ia bisa di pertemukan dengan Hara lagi. Entah menyadarinya atau tidak tapi saat melihat senyuman manis dari bibir Hara Garton seakan terhipnotis dengan senyuman itu. Yaa...sepertinya ia menyukai senyum gadis polos itu.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang