Dia Pergi Demi Merpati

633 60 17
                                    

Awan kelabu bergulung. Gemuruh guntur terdengar laksana deburan ombak yang memecah karang. Sedari tadi Sang Surya sudah bersembunyi, meringkuk di suatu tempat. Tak ada yang tahu pasti tempat itu berada di cakrawala bagian mana. Yang jelas, Sang Surya masih ada. Ia tak akan enak hati untuk meninggalkan si kecil bumi.

"Hujan akan turun, ya?"

Gadis berambut hitam dengan iris hazel bersinar menoleh ke arah asal suara. Bibir merahnya menyunggingkan seulas senyum kecil. Ia pun mengangguk. "Ya," katanya. "Kau tidak mungkin pulang dengan cuaca seburuk ini kan?"

"Tentu tidak," orang itu tertawa. "Cari mati saja! Hahaha!"

Si gadis beriris hazel itu kembali memandang keluar jendela kantornya. Saat itu pula matanya menangkap tetes pertama air mata langit yang jatuh mengenai jendela. Beberapa detik berikutnya, tetes-tetes lainnya pun ikut berjatuhan. Suasana yang tadinya hening dengan suara mesin ketik sebagai latar, kini tergantikan oleh derasnya hujan di luar sana.

"Kapan kamu pulang, Ra?" orang itu bertanya lagi.

Zara mengangkat bahunya. "Sampai hujan reda. Mungkin nanti malam."

"Kalau gitu, aku tunggu kamu di sini."

"Gak usah."

"Aku maunya begitu."

Zara menghembuskan napasnya. Laki-laki yang sedang diajaknya bicara ini memang sedikit keras kepala. "Well, kau tidak akan terlalu berguna bagiku di sini karena aku harus memindahkan semua data ini ke komputer--yang tentunya bisa aku lakukan sendiri."

"Kalau begitu tugasku menemanimu."

"Baiklah," Zara menyalakan komputernya. Karena terlalu canggung, ia pun mencoba untuk sedikit berbasa-basi. "Memangnya kerjaanmu sudah selesai?"

"Sudah, dari satu jam yang lalu."

"Kenapa gak langsung pulang?"

"Sudah kubilang aku ingin temani kamu," laki-laki itu mendengus jengkel. "Kau ingin kuambilkan kopi? cokelat panas? teh?"

"Hm.. Teh sajalah kalau tidak merepotkan," jawab Zara sesantai mungkin. Tak ada yang tahu bahwa sedari tadi jantungnya berdegup kencang dan wajahnya memanas karena laki-laki itu terus menatapnya tanpa berpaling.

"Oke. Tunggu."

David. Seluruh penghuni kantor pasti tahu laki-laki yang satu ini. Kemahirannya dalam berbisnis serta umurnya yang masih muda membuatnya semakin disorot. Siapa sangka seorang anak yang bahkan belum lulus kuliah bisa menjalankan bisnis besar dengan begitu mudahnya? Yah walaupun ia masih menduduki kursi manager, tapi itu sudah keren bukan? Mungkin dalam hitungan bulan, laki-laki itu sudah dapat menduduki kursi direktur. Berada di ruangan terpisah dengan pendingin ruangan pribadi serta televisi yang dapat disetel sesuka hati.

Sangat berbeda dengan Zara. Walaupun mereka sama-sama belum lulus kuliah, tetapi Zara masih saja menduduki kursi pegawai. Entah kapan ia akan naik jabatan. Mungkin setelah menyelesaikan S1 nya?

Gadis itu sedang asyik mengutak-atik layar komputer di hadapannya ketika seorang perempuan dengan rambut merah tergerai menghampiri mejanya. "Ra, bisa bantu aku gak?"

Dia Pergi Demi MerpatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang