Rabu, 22 April 2015
Ada sedikit rasa menyesal setelah membereskan kamar. “Kenapa aku harus melihat kotak pink itu lagi? Kenapa kotak itu masih ada? Kenapa dulu nggak langsung aku buang saja?” Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terucap dalam hati, tapi tidak bisa aku jawab.
Mengacuhkan sebisa yang aku lakukan. Namun kenangan itu tetap hadir pada waktu yang tak pernah aku duga. Terlintas begitu saja dalam ingatanku. Tiba-tiba aku mengingat, tiba-tiba aku merenungkan, tiba-tiba aku melamunkan, tiba-tiba aku mengenang dan tiba-tiba juga aku merasa bahwa aku galau.
“Milan!!” dari belakang Naya mengagetkan sambil menepuk pundakku.
Aku tersentak kaget, memejamkan mata sekejap sembari mengatur nafasku yang sejenak berantakan karna ulah Naya. Kemudian aku menoleh kearahnya.
“Nay! Ish, kebiasaan ah ngagetin orang mulu. Untung aku gak jantungan.” kataku mengomel.
“Hahahahahahahahahahahaha!” Naya tertawa lepas.
“Lagian elo jalan sambil ngelamun. Mikirin apa sih?” tanya Naya.
“Kepo!” jawabku singkat. Setelah itu aku langsung berjalan ke arah kelas meninggalkan Naya.
Sekarang kotak pink itu selalu aku bawa kemana-mana. Tidak tahu kenapa, rasanya mau aku bawa-bawa saja. Siapa tahu nanti aku bisa khilaf sudah tidak kepo lagi sama isinya terus kotaknya aku buang ketempat sampah. Atau bisa juga tidak sengaja tertinggal diruang kelas, tertinggal di taman kampus ataupun tertinggal di toilet terus ada orang yang menemukan dan akhirnya dibuang ketempat sampah. Kalau ada yang mau mungut dan mengambil kotak itu juga tidak apa-apa.
Sesampainya dikelas, aku langsung duduk dibangku paling depan. Beberapa minggu lalu, aku dihukum sama Pak Vino. Beliau adalah dosen mata kuliah Manajemen Mutu. Nakal, iya dikelas aku adalah anak nakal yang suka bercanda saat pelajaran. Semua ini gara-gara aku punya partner main yang hebohnya ngalahin anak kecil yang dikasih permen atau yang lagi dapat mainan baru.
Aku duduk persis didepan meja dosen dipojok depan sebelah kiri. Disebelah kanan tempat dudukku ditempati sama Naya, dibelakang tempat duduk Naya ditempati sama Nabil dan disebelah kanan tempat duduk Nabil ditempati sama Yoga. Sebenarnya aku bukan tipe-tipe cewek yang suka ngegeng. Tapi main sama mereka itu nyaman. Dari SMA mereka adalah sahabat dan partner in crime terbaik yang aku punya. Jadi ya mainnya sama mereka-mereka terus.
“Cieee.. Lanti dapet kado..” ucap Nabil dari depan pintu kelas.
“Apaan sih? Dari mana aku dapet kado?” jawabku dengan nada nyeleneh.
“Itu kado berkotak pink dengan pita biru yang cantik. Ah, pasti dari cowok ya?” Nabil melanjutkan ledekkannya dengan suara heboh.
Mendengar ledekan Nabil yang diajukan kepadaku, Yoga langsung berdiri dari tempat duduknya dan menghampiriku. Yoga menatapku dengan tajam. Akupun membalas tatapan Yoga dengan serius, tidak berkedip sama sekali.
“Itu bingkisan yang dulu dikasih sama Satya kan Mil?” tanya Yoga dengan suara datar.
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Yoga yang seperti itu. Aku diam, tatapan mataku tak lagi seserius tadi. Aku mulai berkedip, mulai mengalihkan bola mataku ke kanan dan ke kiri. Menundukkan sedikit wajahku dan berkata dalam hati “Iya, itu memang kado dari Satya”. Tebakkan Yoga memang benar, tapi aku menyangkalnya. Aku tidak menjawab iya dengan pertanyaan itu.
“Ng-nggak! Ini bukan kado dari Satya kok. Sok tahu kamu.” jawabku terbata-bata.
“Kalo bukan dari Satya, terus dari siapa Mil? Setau gue yang pernah ngasih lo kado dengan model kotak kaya gini itu cuma Satya.” ucap Yoga menegaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATYA
RandomSatya Faris "Jangan terlalu nyaman berada disamping seseorang yang hanya menjadikan kamu sebagai sebuah pilihan. Karena sebaik-baiknya menjadi pilihan akan lebih baik lagi apabila kamu berada disamping seseorang yang memang menjadikan kamu sebuah pr...