Awalan

344 28 34
                                    

"Dingin, enaknya yang anget-anget-re:pelukan"

Dua insan anak adam sedang berusaha untuk menjaga seragam mereka masih terasa hangat—tidak menjadi basah—karena cuaca diluar sedang tidak bersahabat kali ini. Bel pulang sudah dari tadi, namun hujan masih tak kunjung henti.

Berdua.

hanya tinggal berdua,

Edo, gamer sejati, juga pemain futsal, sedang asik dengan handphone miliknya.

hening, sunyi, awkward.

Keadaan seperti inilah, yang paling dibenci.

"Do ngomong dong, apa kek ga diem-dieman gini" memecah keheningan.

diam.

"anjing dikacangin." batinnya.

dicobanya kembali, "Do." oke, nada suaranya terdengar seram sekarang.

Hanya tolehan, tak digubrisnya lawan bicara di sebelahnya.

"Bangsat." batin Fikri, bukan gamer, anggota ekskul paduan suara, dengan sekuat tenaga menahan emosinya untuk tidak mengatai orang disebelahnya tersebut. Sudah tiga jam mereka saling diam seperti sekarang. Hanya suara angin, guntur, dan rasa dingin yang menemani mereka. Sudah tiga jam pula, Fikri berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan ketakutannya-bayangan masa lalu-yang terus datang kala hujan begini.

tak hentinya demi mengusir rasa bosan.

Instagram, scroll, close

open, Path, scroll, close

Line, scroll, close,

open, Instagram, close

begitu berulang, mungkin hingga benda di tangannya jebol. hanya helaan nafas, mengingat manusia disebelahnya hanya diam sedari tadi.

"Gue jadi inget sesuatu fik." memecah keheningan.

Refleks, si lawan bicarapun menoleh, tak disangka yang sedari tadi tidak merespon pembicaraan, kini buka suara, membuyarkan kegiatan dengan benda yang di tangannya saat ini.

dengan ragu, menatap matanya "A.. Apaan?." jawabnya hati-hati.

"Masih inget jaman kita deket dulu ga?."

jeda

"Tetiba gue kepikiran itu."

Serasa angin berhembus lebih kencang, dingin.

Sial.

Seketika bayangan masa lalu hubungan mereka terekam kembali di pikiran fikri. Masa-masa ngangeninga masuk akal lebih tepatnya—terulang kembali dan dengan tidak senonohnya, momen konyol—idiot—tentang bagaimana saat hari spesial Edo pun terulang kembali. Parah. Sungguh tidak tepat.

Sungguh tidak tepat.

Dengan perasaan yang campur aduk, fikri mencoba menghindari kontak mata dengan orang di sebelahnya tersebut. Mencoba melawan untuk tidak terlihat grogi. Walau dia tau, lawan bicaranya sedang menatapnya intens saat ini.

dan dengan tidak memikirkan perasaan lawan bicaranya yang sudah tidak karuan itu, kata-kata itu terlontar dengan mudah nan indah.

"Lo masih sayang sama gue juga kan, fik?"

Strike.

dan saat itu juga, yang diajak bicara pun rasanya ingin segera pulang.

****

Saya bakal sangat seneng kalau kalian nanggepin cerita ini. Jangan takut ga dibalas, bakal dibalas (kalau bisa saat itu juga) kok. Saya tunggu ya :)

Semoga part satu feelnya dapet, Kelanjutan bakal dipost malam ini, enjoy

SECOND CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang