Bencana

261 21 23
                                    

Gelisah

Kb. 1. Gusar, 2. Keaadaan bimbang, 3. (atau) mendapat chat dari—yang masih disayang—mantan

Pukul tujuh pagi

Bukan tipikal orang yang suka bangun pagi memang, mau dibuat bagaimanapun akan selalu begitu. Ngaret.

Jam pertama akan dimulai pukul 07.15 dan jarak antara rumah fikri dan sekolah membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai disana. Yah seperti biasa, kalian bisa menebak kelanjutannya.

"Ma, sarapan jadiin bekal aj—Buku fisika mana buku fisika?!"
"Sepatu gue dimanEh kunci motor lupa!"
"Ini gimanasi nyalainMa ambilin obeng"

kalau saja bukan karena ujian tengah semester Matematika yang sialnya, di jam pertama. Bisa dipastikan, sampai di sekolah bakal lebih cepat dari saat ini.

Fiuh. Nggupuhi wong.

.

.

"Saya ingatkan kembali, Segala bentuk catatan, contekan, handphone harap dimasukkan kedalam tas. Jika saya menemukan, saya pastikan tidak akan kembali." suara pak Joni—guru killer matematika, pelit belas kasih nilai, siap melahap siswa—di tengah waktu ujian berlangsung.

Refleks, fikri menghentikan kegiatan menghitungnya, lalu mengecek kembali jika ia masih membawa handphonennya atau tidak.

Saku seragam, gaada

Saku celana, gaada

Kolong meja,

'Shit. Handphone gue!'

bingung. oke bukan bingung, tapi sudah mencapai panik.

drrrt. drrrrt

fikri meneguk ludah.

'mampus.'

berlagak sok tenang, dibiarkannya notif tersebut lalu—dengan susah payah—memfokuskan lagi ke soalnya kali ini.

drrrt. drrrt

suara meja bercampur vibration handphone kali ini terdengar satu ruangan ujian.

'Shit. shit. shit'

'mati gue.' Keringat dingin mulai mengalir di dahinya. Kaku.

"Saya sudah ingatkan untuk tidak membawa handphone." menghela nafas "Siapa saja yang membawa handphone, harap segera dimasukkan" tegas pak Joni sekali lagi.

tidak ada jawaban dari semua siswa kelas XII IPA 3. Mereka hanya saling pandang satu sama lain. Tidak peduli nasib fikri yang sudah bercucuran keringat dingin sedari tadi.

dengan ragu-ragu, akhirnya fikri mengangkat tangan. "S-saya.. P-pak.." mampus. mampus. mampus

Pak Joni yang sedari tadi menatap siswanya dengan menelisik kini menatap Fikri. waktu di sekitarnya seakan berhenti. 'menakutkan'. Helaan napas, memejamkan mata sambil menggelengkan kepala. lalu tersenyum. 'Ha?'

"Ke-kenapa... P-pak?" jawabnya takut. Bayangkan, siapa coba yang tidak ngeri jika guru killer kalian yang sering marah-marah di kelas tiba-tiba nyengir begitu? 'Mungkin gue sedang berhalusinasi'.

Tiba-tiba wajah pak Joni berubah menjadi lebih—apa ya? menyenangkan?, "Bapak tau kalau daritadi suara itu datang dari kamu, nak. Tapi bapak biarkan. Saya menunggu kejujuran kamu." jeda. Pak Joni berdecak. "Ternyata murid kebanggan sekolah kita anaknya jujur. Patut diapresiasi!."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SECOND CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang