Sayup-sayup musik klasik kuno terdengar dari salah satu rumah yang dilewati mobil Audy. Akhirnya Audy dan ibunya tiba di Berlin, Jerman. Audy menarik napas sangat dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Hal yang dibencinya terjadi lagi, harus beradaptasi dengan orang-orang baru.
Mobil yang ditumpanginya mulai memasuki daerah perumahan, dan akhirnya berhenti di rumah paling ujung. Bagian luar rumah itu terlihat sangat menyeramkan tetapi percayalah, di dalam rumah itu begitu hangat dan memiliki penerangan yang sangat baik. Audy segera naik ke atas untuk meletakkan barang-barang di kamar barunya. Ia berjalan menuju jendela dan menyingkap tirai jendela. Sinar matahari berebut untuk masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan mengitari kamarnya sambil bersenandung ria, tetapi semuanya itu terhenti saat ia jatuh tersungkur karena terpeleset. Dia terpeleset karena sebuah kunci.
"Dasar kunci sialan!" gerutu Audy sambil melempar kunci tersebut ke bawah tempat tidurnya. Gadis itu mulai mengeluarkan beberapa barangnya dari dalam kardus. Buku-buku, lampu belajar, beberapa alat rias dan sebuah bingkai foto, satu persatu dikeluarkannya dari dalam kardus, lalu ia meletakkannya di tempat seharusnya mereka ditempatkan. Setelah merasa puas, ia merebahkan tubuh rampingnya di atas ranjang sembari memejamkan matanya. Tak lama, terdengar suara monster kecil dari perutnya. Ya, gadis itu lapar.
Ia lalu melangkah keluar dari kamarnya untuk menemui ibunya di lantai bawah. "Ibu, aku akan keluar sebentar untuk membeli makanan," ujar Audy begitu tiba di hadapan ibunya .
"Baiklah. Jangan sampai tersesat ya." pesan ibu Audy, Alice Kenneth, yang segera disambut anggukan patuh dari anaknya. Audy dan ibunya hanya tinggal berdua saja semenjak ayah Audy meninggal saat gadis itu masih berumur enam tahun. Ibunya begitu terpukul saat itu, sehingga Audy harus tinggal bersama pamannya selama hampir dua tahun lamanya sebelum Mrs. Kenneth kembali menjemputnya tepat di ulangtahun ke-delapannya.
Gadis itu pun segera mengambil langkah seribu ke minimarket yang kebetulan berada tidak jauh dari rumahnya. Audy mengamati rumah-rumah di tetangganya, semuanya terlihat biasa-biasa saja, tetapi perhatiannya langsung tersita begitu ia melihat sebuah kastil di halaman belakang sebuah rumah. Rumah itu memiliki aura yang misterius, begitu juga kastil yang ada dibelakang rumah itu. Audy menjadi penasaran dan ingin melihat kastil itu dari dekat, melupakan tujuan awalnya untuk membeli makanan. Rasa laparnya hilang sesaat.
Rumah siapa itu? tanya Audy dalam hati. Ia merasakan hembusan angin di belakang lehernya yang membuat rambutnya berantakan ke depan. Audy baru saja selesai memperbaiki rambutnya begitu ia mendengar seseorang berkata.
"Itu adalah rumahku."
Suara seorang lelaki terdengar dari belakang Audy membuatnya langsung menoleh pada orang itu. Seorang lelaki yang memakai masker hitam. Ia berdiri dengan tangan yang disilangkan di depan dada dan memandangi Audy dari kepala hingga ujung kaki. Siapa dia? Bagaimana bisa dia muncul di belakangku seperti ini?
"Siapa aku? Ya, kan sudah ku bilang kalau aku pemilik rumah itu, dan kastil di belakangnya" lelaki itu menatap tajam pada Audy.
"Jadi, aku tidak salah lihat soal kastil itu?" gumam Audy sembari mencengkeram lengan bajunya. Entah mengapa ia langsung merasa takut akan hal itu.
"Ya, jujur aku kaget saat ku tau kau bisa melihat kastil itu. Padahal aku sudah menggunakan sihir untuk menyembunyikannya. Pasti kamu bukan manusia biasa," jelas lelaki itu panjang lebar membuat Audy menelan salivanya dengan susah payah. Lelaki itu tiba-tiba saja sudah mencekiknya. Audy terus meronta-ronta dan memukul-mukul tubuh lelaki itu agar dilepaskan. Hampir saja ia kehabisan napas jika lelaki itu belum juga melepaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORACLE (The Secret Key)
FantasyAudrey Helianthe Adreanna atau sebut saja Audy adalah gadis pindahan asal Kanada yang merupakan pecinta ketenangan dan memiliki hobi menyendiri. Kepindahannya di German mempertemukannya dengan seorang Ares Peter Richebourg, sang pecinta hal-hal berb...