"Sedang apa kau disini?" tanya Audy dengan tatapan tak percaya bahwa lelaki yang berdiri di hadapannya itu nyata. Ares menyungikan senyumnya yang kemudian memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. Audy terkadang berpikir kalau saja Ares itu tidak menyebalkan, mungkin ia akan jatuh hati pada Ares. Namun, tidak ada satupun hal yang dilakukan Ares yang tidak membuat Audy kesal. Sayang sekali.
"Ares hanya ingin membantu ibu" ujar ibu Audy tanpa mengalihkan pandangannya dari adonan kue yang sedang di aduknya.
"Sudah dengar, kan?" ujar Ares lalu diikuti oleh senyum puasnya. Wajah Audy menjadi semakin kusut saja, ia meninggalkan ibunya dan Ares begitu saja lalu naik kembali ke kamarnya.
Audy kini telah berada di kamarnya, ia menghempaskan diri ke tempat tidur. Ekspresi kesal tak pernah lepas dari wajahnya akhir-akhir ini. Dan itu hanya karena satu orang, Ares. Ares bagaikan arwah gentayangan yang terus menerus menghantui Audy. "Sebenarnya apa sih maunya dia? Dan bagaimana cara dia berpindah tempat seperti tadi itu?!" gerutu Audy sambil mengacak rambutnya. "Tenangkan dirimu, Audy." Audy menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia hanya menatap kosong ke langit-langit kamarnya. Banyak hal yang tidak diharapkannya sudah terjadi akhir-akhir ini, termasuk pertemuannya dengan Ares. Perasaan kesal yang memuncak itu membuat Audy lelah. Tak lama kemudian matanya terpejam. Ia tertidur.
***
Keringat Audy terus bercucuran dari pelipisnya, ia kini sedang terjebak di tengah hutan pinus. Kalau dilihat secara seksama, dia sedang berada di hutan belakang sekolahnya, Primaria Highschool. Dengan bermodalkan sinar matahari sore yang remang-remang, ia berjalan menyusuri hutan itu.
Mengapa aku ada disini? Hati Audy merasa tidak enak dengan keberadaannya di hutan itu. Ia hanya berjalan lurus dan lurus tanpa arah yang jelas. Setelah lama berjalan, kaki Audy mulai terasa sakit. Langit pun sudah gelap total. Ia kini duduk sambil memeluk lututnya.
"Aku ingin pulang.." isak Audy pelan. Tak lama kemudian terdengar suara seorang lelaki tertawa. Audy memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan untuk mencari siapa pemilik suara tersebut, namun tak bisa menemukannya karena hari sudah gelap.
"Kau sangat payah, Nona Penyihir. Kau kan bisa menyalakan apimu sendiri, tapi kau malah menangis, seperti manusia lemah saja.." ujar lelaki yang tak dikenali parasnya itu. Audy masih tak mengerti dengan maksud lelaki itu. Orang yang memanggilnya dengan sebutan Nona Penyihir hanya satu orang, Sang lelaki pemilik kastil. Ya, itu pasti dia.
"Kau si pemilik kastil tua di sebelah rumahku itu, kan?" dengan ragu-ragu Audy mengangkat suara. Seketika suasana menjadi hening, lelaki itu tak menjawab. Audy kini merasa sendirian lagi.
Tiba-tiba sebuah cahaya jingga yang hangat muncul di hadapannya yang diyakininya adalah api. Yang mengagetkan adalah seseorang dibalik api itu. Wajah itu begitu familiar.
"Ares!" pekik Audy antara bahagia karena ada yang datang untuk menolongnya dan kesal karena bukan pangeran tampan berkuda putih yang datang menolongnya tapi hanya Ares. Iya, Ares yang dibencinya.
"Ares?" lelaki itu hanya tersenyum sinis sambil mengangkat api yang dipegangnya. Lebih tepatnya api itu mencuat dari telapak tangannya. Audy langsung bergidik ngeri. "Jangan senang dulu Nona Penyihir. Aku datang bukan untuk menolongmu....., aku ingin memusnahkanmu!!!" ujar lelaki itu lalu mengarahkan apinya ke arah Audy.
"NEIN!!!" teriak Audy sambil menyilangkan lengannya di depan wajah untuk melindungi dirinya. Seberkas cahaya putih terang tiba-tiba muncul dari diri Audy. Cahaya itu sangat dingin sehingga dengan mudahnya menepis serangan api dari lelaki tadi. Mata Audy berubah menjadi biru safir yang sangat menawan. Seluruh tubuhnya bersinar bak bidadari yang baru saja turun dari langit. Rambutnya yang sejak tadi sudah sangat kusut kini tergerai dengan indah. Seluruh rasa penat dan sakit pada tubuhnya mendadak hilang. Sungguh aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORACLE (The Secret Key)
FantasyAudrey Helianthe Adreanna atau sebut saja Audy adalah gadis pindahan asal Kanada yang merupakan pecinta ketenangan dan memiliki hobi menyendiri. Kepindahannya di German mempertemukannya dengan seorang Ares Peter Richebourg, sang pecinta hal-hal berb...