"Saya butuh bantuan kamu Dimas." Ujarku sekali lagi, dia membuatku kesal setengah mati.
"Itu, cara ngomongnya benerin dulu." Matanya tidak lepas dari penampilan ku sekarang ini.
"Aku mau kamu bantuin aku Dimas." Aku menyerah kali ini aku mengikuti apa kemauannya.
Dimas masih cukup muda untuk menjadi Assisten dosen, umurnya menginjak 26 tahun. Gayanya seperti layaknya anak muda yang kekinian tapi tetap saja kepintarannya membuat siapapun minder jika berdekatan dengannya.
Dan aku? Aku hanya mahasiswa beasiswa yang sedang menjalani semester terakhir berharap cemas skripsiku diterima dengan baik. Karna jika tidak, mungkin aku tidak akan dapat gelar sarjana tahun ini dan tentu tidak dapat melanjutkannya lagi karna biaya kuliah itu sangat mahal, aku masih banyak tanggungan yang lain. Miris sekali bukan?
"Heh!" Hentakan ditanganku menyadarkan bahwa aku sudah bengong dihadapan lelaki tampan ini.
"Ish lengkan ku sakit Dimas." Aku memegang tanganku sambil meringis.
"Apa sakit?" Oh...oh...my gosh, malaikat ini. Eh maksudku Dimas, dia khawatir, wajahnya tergurat sekali bahwa dia sangat menyesal telah membuat lenganku sakit.
"Nope. I fine Dim." Aku sedikit tertawa, namun dia berdehem menyadari kebodohannya lalu menggaruk tengkuknya yang aku rasa tidak sama sekali gatal. Entah kenapa sangat lucu rasanya.
"Ya... yaudah katanya mau ketaman." Ujarnya menyudahi kecanggungan yang telah melanda kita berdua.
Aku sekali lagi melihat diriku, dari bawah. Sepatu flat shoes cantik berwarna biru dongker, dress Indah berwarna biru tanpa lengan, rambut yang aku gerai tidak lupa di curly agar lebih feminim. Polesan dimuka ku yang lucu ini pun terlihat natural. Ingat, tanpa kaca mata tebal. Hanya softlense bening yang membuat mata coklat hazzelku hidup.
Aku merasa hari ini, Aku cantik.
❤❤❤❤❤❤❤
Aku masih termenung meratapi apa yang baru terjadi dihadapanku. Sialnya mulutku tidak bisa berhenti bergumam,menyampaikan sumpah serapah sebanyak mungkin. Tuhan apa ini? Astaga tidak masuk akal.
"Kamu kenapa sayang?" Deg. Aku mengerjap seketika.
"Hah...ha ap.. apa?" Aku tergagap.
"Lo barusan manggil dia apa?" Ucap Denny menyadari apa yang sahabat karibnya katakan.
Yang aku kerjakan hanya melotot, udah mau luruh aja bawaannya. 'Tuhan, perang dunia keberapa ini?' Batinku.
"Sayang." Bak disambar petir saat itu juga, aku malu Mamaaa.
"Tapi, dia cewe gue." Denny berujar ngotot, menarik tanganku agar menjauh dari Dimas.
"I Know and now, her's mine dude." Telak Dimas yang membuat Denny menggeram.
"Gue gapernah ketemu sama lo setelah kejadian itu, udah lama banget, seneng banget gue bisa ketemu lo disini, sedih juga dapet kenyataan kalo lo udah gila. Ini cewe gue, lo jangan mimpi. Udah ah jangan bercanda gue kangen sama lo sobat." Jelasnya pada Denny, membuat kedutan di pinggir bibirnya.
'Manusia ini selalu saja kepedean.' Batinku.
Denny mulai meragkul ku dan Dimas, dia terlihat santai sampai Dimas balik menggeram. Melepas rangkulannya dan menarik lenganku, hingga jatuh tepat didada bidangnya. Oh syurga.
Mata Denny sontak melotot menyaksikan itu semua. Kini tangan Denny tak mau diam, dia ingin segera menonjok Dimas namun aku halangi.
"Awas, ingin ku hajar si brengsek yang berani narik tangan kamu." Ucapnya tanpa melihat aku yang berada didepannya, pandangannya hanya tertuju pada muka songong Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate
RomanceChocolate itu seperti layaknya kehidupan, ada manis dan pahit yang selalu berdampingan. Hitam dan putih yang saling melengkapi dan menyempurnakan. ❤ Cerita pertama saya, maaf jika ada kesalahan atau kesamaan tempat maupun latar belakang. Saya hanya...