Ketika kecil aku suka sekali menadah air hujan dengan tangan. Membiarkan jari-jariku basah. Sambil menghirup udaranya. Ini berawal dari seringnya ku lihat Kak Flo yang melakukannya. Akhirnya kami sering menadah air hujan bersama.
"Kalau setiap tetes air hujan yang berhasil kita tadah bisa mengabulkan doa, maka doa apa yang akan Ida panjatkan?" tanya Kak Flo padaku.
Saat itu aku berumur tujuh tahun. Mendengar pertanyaan itu, aku diam sejenak mencari jawaban. Sambil tersenyum sumringah aku menjawab. "Ida akan minta uang yang banyak, untuk beli boneka," sambil membentangkan tangan selebar-lebarnya dan Kak Flo hanya tersenyum mendengar jawaban polosku, dan kami kembali asik menadah air hujan dari teras rumah.
Kami hanya dua bersaudara. Kak Flo anak pertama dan aku Si Bungsu. Perbedaan aku dan kak Flo sepuluh tahun. Kak Flo sangat memahamiku, kami tumbuh dengan akrab. Kak Flo kebanggaan ayah dan ibu. Ketika sekolah mendapat juara umum sudah menjadi hal biasa baginya. Saat kuliah Kak Flo mendapat beasiswa pintar, sampai dia menyelesaikan S2. Sekarang kak Flo menjadi dosen di salah satu Universitas ternama di Palembang, semuanya seolah gampang saja ia raih. Tak sedikit orang-orang cemburu dengan kesuksesaan yang dia miliki. Tapi, ada yang mereka tidak ketahui tentang Kak Flo.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Tadahan Air Hujan - Ayana (End)
Short StoryGenre: keluarga, medical, psikologi. Tidak sedikit yang cemburu dengan kesuksesan Kak Flo. Bahkan banyak yang ingin hidup seperti dirinya. Tapi ada sesuatu yang tidak mereka ketahui tentang Kak Flo. **** Ini adalah kisah keluarga. Kisah yang serin...