[1]

369 12 3
                                    

"Duh itu siapa sih pagi-pagi begini juga ih! Pasti itu si tikus duhh!" Ucapku seraya mengambil sebuah bantal lalu kugunakan untuk menutup telingaku.

Pukul 06.37 WIB, sinar matahari memberontak memaksa agar dapat menembus celah di jendela. Tak mau kalah, hawa panas pun mulai terasa pada sekitar tubuh ku. Dentuman keras musik gila pun cukup membuat telinga ku sumbat. Neraka apa lagi ini? Ya Tuhan, bantu hambamu.

So as long as i live i love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white
And from now till my very last breath
This day i'll cherish
You look so beautiful in white
To night..

'Cukup! Gue udah cukup sabar banget! Itu tikus ga bisa dibiarin begini tiap hari! Dikasih hati minta jantung najis!'

"MIIAAA MATIIN LAGUNYA BERISIKKKK BANGETT PAGI GINIII!" Pekik ku yang sudah tak tahan diperlakukan seperti ini oleh teman sekamar ku, maksudku kamar kos.

"Au ah bodo amat."

Dengan santainya gadis itu menjawab dengan enteng seperti dirinya tak memiliki kesalahan sedikit pun. Ya, dia Mia atau lebih tepatnya Damia Larassati. Dia memiliki paras yang sangat cantik, hidung mancung, mata bulat dan besar yang memakai kacamata bulat berwarna hitam seperti milik harry potter, bibir mungil, oh sungguh anugerah terindah dari Tuhan dan ditambah lagi pipi montoknya yang lucu itu. Kecantikan paras tersebut pun juga didukung dengan kepribadiannya yang sangat baik. Namun, ada satu yang aku tak suka darinya, dia adalah penggemar berat artis Shane Filan yang sangat aku benci.

"MATIIN GA CEPETT! KARMA TAU RASA LO IHHH! GUE DOAIN SKRIPSI LO GA KELAR KELAR AMINN!" Ancamku kepadanya. Aku sudah tak kuat dengan dirinya oh Ya Tuhan.

"Eh iya kak iya tunggu ya kakak cantik, gue matiin dah." Ucapnya seakan merasa takut dengan ancamanku.

Mia beranjak dari tempat duduknya menuju tempat dimana speaker berada. Mia lalu menekan tombol Turn Off bermaksud untuk mematikannya. Ia memajukan bibirnya seperti tokoh kartun Donald Duck tanda ia sedang merajuk saat ini.

"Noh udahkan kakak cantik yang mulutnya kelewatan,"

"Nah coba gitu dah pan enak kalo dari tadi ih!" Ujarku sambil berniat melanjutkan tidurku, tapi ada yang mengganjal di ujung mataku. Apa itu? Rambutnya panjang, pakaiannya lusuh. Aha! Itu tante kunti.

"Apa?" Tanyaku kepada tante kunti tersebut, "Apa sih liat-liat?" Ia masih tak menjawab. Ia hanya menggeleng cepat.

"Yaudah."

"Ngomong sama siapa sih kak?"

"Itu biasa,"

"Si kecil?"

"Bukan, tante kunti."

"Ooo."

Si kecil, ya tepat. Ia memiliki postur tubuh yang mungil, berwajah tua, berkulit putih pucat, dan, bertaring. Memakai jubah hitam.

Jangan heran, aku memang bisa melihat makhluk gaib. Mereka biasa menyebutku indigo, aku tak tau persis apa yang dimaksud dengan indigo itu seperti apa. Aku bisa melihat makhluk gaib sudah lama, tepatnya sejak aku menginjak umur 5 tahun, seperti yang dikatakan ayah ku saat aku berumur 4 tahun. Ya, aku menuruni ayahku. Ayahku dan ibuku telah berpulang beberapa tahun lalu. Aku sudah mengikhlaskan mereka. Kini aku hanya sebatang kara, hidup sebagai anak kostan. Aku menjalani kuliah pada salah satu perguruan tinggi di sini. Hidupku bisa dikatakan cukup untuk saat ini. Aku lupa, namaku Alin Halderman.

Aku beranjak dari tempat tidur sederhana ku lalu mengambil handuk kumal ku. Berniat untuk mandi pastinya.

.
.
.
.

Pukul 07.06, kini diriku sudah berada di tempat aku mengejar gelarku sebagai Sarjana Hukum.

Tap tap tap

Langkah kaki ku sangat terdengar jelas di koridor perguruan tinggi ini.

Saat ini masih terbilang sangat pagi untuk seorang mahasiswa perguruan tinggi untuk datang. Saat aku di gerbang, tentu saja aku sempat menyapa pak satpam yang telah lama bekerja di sini.

Brugh..

Aku melemparkan tas jinjing starbuck ku ke sembarang arah.

"yayoyiiaaa," mendengar itu, aku hanya memutar bola mataku 180 derajat. Itu adalah suara sesosok makhluk gaib yang mendiami ruang kelas kami, ia adalah om-om tua yang memakai topi cowboy dengan muka rata, sangat rata, hanya ada mata tanpa bola mata di sana.

"Ewhh!"

"Neng, mau keripik singkongnya dong, yoyiiiaaa." ucap sosok itu sambil mengarahkan telunjuknya ke arah tas jinjing ku. Ya, memang benar, tadi pagi aku memang sempat menaruh keripik singkong ku di sana.

"Iya deh iya," aku melempar keripik tersebut ke arahnya, "tapi janji, ini terakhir kali kan lu ngambil kue gue? Bisa bangkrut kantong gue tau ga!"

"Iya neng, oom yang ganteng ini janji kok. Yoyiiaaa."

'Dasar oom gilaa..'

Tidak terasa, sedikit demi sedikit mahasiswa pun mulai berdatangan. Mahasiswa di sini? Hm, aku benci mereka. Mereka selalu saja tak percaya kepada ku. Mereka menyebutku aneh, gila, dan makian buruk lainnya. Aku benci mereka, terlebih pada Anne Della, cewek jalang yang selalu saja kekurangan bahan. Anne Della, sifatnya yang semena-mena membuat diriku tambah membencinya.

"Hai cewek aneh, udah datang? Udah nyapa temen-temen?" Anne menepuk meja ku, membawa muka licik yang aku tak suka, ia tersenyum miring.

"Mau lo apa sih?"

"Mau gue? Cuma nyiksa lo aja, iya nggak?" Anne Della menepukkan kedua tangannya, dengan seketika kedua dayang centilnya pun datang. Maya dan Lia.

Bersambung.

psikopatxx-slow updateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang