Chapter 5 - Terlanjur Hancur!

1.1K 81 19
                                    

Bolehkan berharap bahwa semua hanya mimpi? Semua mimpi buruk ini ... bisakah berakhir jika saatnya bangun nanti? Ify berdiri dalam diam di barisan terdepan para pelayat. Ada Gabriel di belakangnya. Alvin, Sivia dan yang lainnya juga berdiri di antara puluhan pelayat. Sekali lagi ... kebakaran menghampiri kediaman Litae. Namun kali ini, si jago merah itu berhasil membawa dua jiwa lain. Tuan dan Nyonya Litae ... harus meninggalkan sang putri semata wayang mereka.

Tidak ada lagi air mata yang bisa Ify tumpahkan. Ia hanya diam menatap dua pusara di depannya. Ia benar-benar sendiri sekarang. Tidak ada lagi penyandang nama Litae selain dirinya.

Gabriel menyentuh bahu Ify, menyalurkan semangat lewat sentuhannya. Berharap itu bisa membantu. Tapi ia sadar, bukan kehadirannya yang Ify harapkan saat ini. "Di mana Rio?" bisik Gabriel ke Alvin yang berada di sampingnya.

Alvin menggeleng. "Dia nggak bisa dihubungi. Harusnya dia udah pulang. Gue udah tanya Keke, tapi dia bilang mereka nggak pulang bareng." Alvin melirik ke arah Keke yang berdiri tidak jauh darinya.

"Bisa lo bawa Ify ke apartemennya?" pinta Gabriel. Alvin mengangguk.

"Pastiin dia makan dan istirahat!" Alvin kembali mengangguk.

"Fy, istirahatlah! Masalah ini biar Kakak yang urus," kata Gabriel. Ia kemudian menjauh dari Ify mengikuti barisan pelayat yang telah membubarkan diri. Tinggallah Ify, Alvin dan Sivia di sana.

"Ayo pulang!" ajak Alvin.

"Vin ...," panggil Sivia lirih.

"Lain kali kita bicara! Aku harus nemenin Ify." Alvin menarik Ify agar segera bergerak dari tempatnya. Layaknya boneka yang bisa dimainkan kapanpun, Ify mengikuti tarikan tangan Alvin yang membawanya menjauh dari pusara orangtuanya.

Sivia menatap kepergian Alvin dan Ify dengan tatapan yang tidak mudah untuk diartikan. Apa ia cemburu? Setelah sekian lama mencoba melupakan laki-laki itu, setelah berhasil membuka hati untuk orang lain, kenapa rasanya bisa sesakit ini melihatnya lebih mementingkan perempuan lain?

Hujan baru saja datang. Bau tanah basah menyeruak ke hidung Sivia. Sepatunya yang kotor karena cipratan air kini menjadi fokus penglihatannya. Harusnya ini jadi hari di mana Ify menangis, tapi nyatanya dialah yang kini menangis. Getar ponsel di saku blazernya membuat Sivia tersadar dari tangisnya. Ada nama 'Nathan' di sana. Nama sang kekasih.

Cinta dan kasih sayang memang seperti pisau bermata dua. Mereka bisa menimbulkan kebahagiaan yang luar biasa atau kesedihan yang teramat dalam. Seperti yang baru Ify hadapi. Kehilangan dua orang sekaligus dalam insiden yang sama seperti ketika ia kehilangan nama "Litae" di belakang namanya membuatnya kehilangan arti hidup. Sekarang ... ia tidak lebih dari sekedar boneka. Diam tidak bergerak.

Alvin membaringkan tubuh Ify di ranjangnya. Membenahi posisi tidurnya dan menyelimutinya. "Istirahatlah! Gue temenin lo di sini. Panggil gue kalau butuh sesuatu!" Alvin keluar dari kamar Ify dan duduk di sofa. Menikmati secangkir kopi instan sambil menonton televisi.

"Apa yang Rio lakukan di saat seperti ini? Kalau dia kembali ke Indonesia, harusnya dia tahu semua ini!" geram Alvin.

"Rio di Indonesia?" Alvin menoleh ke sumber suara, ada Sivia berdiri di depan pintu, menenteng paper bag penuh belanjaan.

"Gimana kamu bisa masuk?" tanya Alvin.

"Aku masih sahabat Ify, aku tahu passwordnya." jawab Sivia. Alvin kembali meneguk kopi panasnya. Membiarkan Sivia berjalan menuju dapur dan berkutat di sana.

"Kamu bilang ... Rio di Indonesia?" tanya Sivia.

Alvin terdiam sesaat. "Ya. Kalau sesuai jadwal, Rio pagi ini sampai di Indonesia."

Paper Heart (Sekuel Velvet Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang