Chapter 14: Heartbeat

4K 310 9
                                    

Sungguh, Nessa terkejut melihat isi dari kotak tersebut. Siapa yang menaruhnya?

Nessa pun mengambil kalung yang ada di dalamnya. Melihat bandulnya yang berbentuk bulan sabit dan bintang.

Matanya menangkap sebuah surat di dalam kotak itu. Ia mengambilnya dan kemudian membaca isi surat tersebut.

Kamu seperti bulan dan bintang di hidupku.
Bulan yang permukaannya tidak rata, namun menerangi kegelapan.
Bintang yang kecil, namun berkilauan.

Dan kuharap, kamu memakainya.

Tertanda,
Lelaki yang mencintaimu dalam diam.

Selesai membaca surat tersebut, Nessa bingung sendiri. Siapa yang menulis ini? Ini bukan tulisan tangan, melainkan ketikkan komputer.

"Wow! Adek gue punya secret admirer," celetuk Keenan yang ikut membaca surat di genggaman Nessa.

Seketika Nessa menyembunyikan kertas itu di sakunya. "Lo ngintip?"

Keenan nyengir. Ia langsung melesat ke kamarnya sebelum Nessa menyerangnya. Nessa mendengus lalu ia sibuk memikirkan siapa yang menaruh kotak tersebut di meja belajarnya.

"Apa mungkin Revan?" tanyanya kepada diri sendiri. Karena menurutnya, satu-satunya orang selain keluarganya yang masuk ke kamarnya hanya Revan. "Tapi mana mungkin?"

"Huh." Nessa melemparkan dirinya di ranjang. "Lebih baik sekarang tidur. Good night dunia!"

***

Kringgg...

Kringgg...

Nessa mengerang dalam tidurnya dan berniat untuk mematikan bunyi benda sialan yang berbunyi nyaring di sampingnya. Masih dengan mata terpejam, ia meraba-raba nakas di sampingnya dan---

Bugh!

---dengan sengaja, ia menjatuhkan jam weker itu sampai benda tersebut rusak. Entah sudah ke berapa kali ia merusak jam wekernya.

Setelah tidak ada bunyi lagi, Nessa melanjutkan tidurnya. Tetapi baru beberapa detik memejamkan mata, terdengar suara gedoran pintu yang memekakkan telinga.

"Berisik," gumamnya lalu kembali terlelap.

Tanpa diduga, Keenan, orang yang menggedor pintu, sudah berhasil masuk ke dalam kamar Nessa. Ia mengehela napasnya melihat jam weker yang baru dibelinya dua hari yang lalu sudah rusak.

Keenan berjalan tergesa menghampiri adiknya. Ia menepuk-nepuk lengan Nessa. "Bangun, Dek. Sekolah."

"Lima menit lagi," gumam Nessa dalam tidurnya.

"Udah jam 7 sekarang."

Seketika mata Nessa terbuka lebar. Tanpa menghiraukan Keenan yang tebengong, Nessa sudah melangkah dengan cepat ke kamar mandi.

Setelah pintu kamar mandi tertutup, Keenan tersadar dan langsung terkikik geli. Ia membereskan pecahan jam weker lalu berjalan keluar dari kamar.

Lima belas menit kemudian, Nessa keluar dari kamar mandi. Ia telah berpakaian rapi. Ia mengambil tasnya lalu turun ke bawah dengan langkah cepat.

"BangKee, anterin aku ke sekolah!"

"Minta anterin tetangga sebelah aja," ucap Keenan yang asik menonton TV.

"Ishh. Aku udah telat, Bang! Pasti Revan udah berangkat."

"Coba cek aja. Pacar kamu itu belum berangkat."

Nessa melotot kaget. "BangKee tau dari mana?"

"Apanya?" Keenan mengernyit bingung.

"Tau dari mana kalau aku sama dia pacaran?"

"Jadi bener, Dek?" tanya Keenan balik. "Yes! Adek gue pacaran! Akhirnya gak jomblo lagi! PJ-nya jangan lupa!" Yang pacaran siapa, yang heboh siapa. Kakaknya satu ini emang langka.

"Bang, please deh. Aku sama dia gak pacaran beneran. Cuma status aja."

Dengan lebaynya, Keenan memegang bahu Nessa lalu mengguncangnya. "Apa?! Cuma status? Kamu gak boleh mempermainkan hubungan, Dek! Gak baik. Nanti kamu kena karma loh."

Nessa memutar bola matanya malas. "Udah deh, BangKee. Anterin aku berangkat sekolah apa susahnya sih. Makin telat 'kan ini."

Ting tong ting tong

Suara bel rumah terdengar. Keenan serta Nessa berjalan menuju pintu rumahnya dan membuka pintu.

"Nah, Revan, tolong anterin adek gue ini ke sekolah ya!" ucap Keenan begitu melihat Revan.

"Oke!" Revan menganggukkan kepalanya lalu tersenyum ke arah Nessa. "Ayo Nessayang, kita berangkat!"

"Udah gue bilang 'kan nama gue Vanessa. Bukan Nessayang."

"Ehem, btw, kalau mau mesra-mesraan jangan di sini terus kalau mau pergi, jangan lupa tutup pintunya." Setelah mengatakan itu, Keenan pun masuk ke dalam rumah.

***

Di perjalanan ke sekolah, Revan melajukan motornya dengan pelan. Revan sengaja melakukannya. Supaya bisa berlamaan dengan Nessa.

"Van, kalau nyetir bisa cepet gak? Udah telat nih!" gerutu Nessa.

"Telat? Masih lama kali. Sekarang aja masih jam 6," jawab Revan santai.

"Hah? Bukannya udah jam 7 lebih?"

"Coba lo cek deh jam hp lo."

Nessa pun mengeceknya. Tiba-tiba ia berteriak, "DASAR BANGKEE! GUE DI KIBULIN!"

"Duh, bisa gak lo gak teriak? Lama-lama telinga gue bisa pecah."

"Itu urusan lo lah."

"Oh ya, jangan lupa nanti waktu istirahat ngumumin---"

"Lo udah ngingetin gue berapa kali itu? Bosen gue dengernya," potong Nessa sambil mendengus kesal.

Hening pun menyambut kebersamaan mereka. Hanya ada suara bising dari kendaraan lain. Sampai di sekolah, Revan memarkirkan motornya di tempat parkir. Nessa turun dari motor Revan lalu menyerahkan jaket yang dipakainya ke pemiliknya.

"Bawa aja. Nanti lo pulang bareng gue," ucap Revan ketika Nessa menyerahkan jaket miliknya.

Mereka pun berjalan menyusuri koridor sekolah tanpa menghiraukan berbagai macam tatapan yang dilayangkan. Tangan mereka saling menggenggam. Karena itu, adegan tersebut memperkuat gosip yang menyebar.

Sampai di kelas Nessa, 11 IPA 2, Revan melepas genggaman tangannya. "Belajar yang bener. Jangan buat ulah lagi. Hukuman lo yang lalu aja belum beres. Jadi, belajar yang bener ya." Revan mengacak-acak rambut Nessa lalu berlalu pergi ke kelasnya yang ada di samping kelas Nessa.

Nessa terdiam menatap kepergian Revan. Pipinya memerah. Jantungnya pun makin lama berdetak dengan kencang.

Apa gue sakit jantung?

***

Haiii! Aku apdet cepet yey! Thankyou buat kalian semua yang masih setia dengan cerita ini.

Kutunggu vommentsnya~

See you at next chapter! Xx

REVANESSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang