JAGAL

166 20 199
                                    

"Selamat pagi, saudara-saudara!"

Ucapan salam tersebut di sambut baik oleh kerumunan massa.

"Kalian pasti sudah mendengar kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Tim dari Tikus Putih akan segera menuntaskan kasus ini! Kalian tak boleh lengah, karena kejahatan dapat terjadi jika ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!"

Riuh dari berbagai suara menggema--lagi--saat pengumuman singkat telah berakhir. Aku adalah satu diantara massa yang berada di Lapangan Kebon Kopi yang biasa kami singkat menjadi Lakoko. Satu-satunya lapangan yang ada di sekitar perkampungan kami.

Oh! Hey! Saking antusiasnya mendengar pengumuman dari Bang Nhapey aku sampai lupa memperkenalkan diri. Aku, sebut saja Mawar. Aku adalah pedagang bakso bora- eh maaf! Salah baca teks. Ekhem. Namaku Ayam Merah atau kalian mau, panggil saja Amer. Yara juga boleh, terserah kalian mau sebut aku apa. Tapi ingat, aku laki-laki.

Aku hidup sendiri. Ayah dan Ibuku entah pergi kemana. Aku tinggal bersama Om Bebek Putih dan Isterinya, Tante Bebek Putih. Penduduk disini biasa memanggil mereka dengan sebutan Pak Beti dan Bu Beti.

Setiap aku bertanya tentang asal-usul keluargaku, mereka hanya terdiam. Dan biasanya air akan mengalir dari mata Tante Beti dan disusul dengan Om Beti yang berkata, "Mereka sudah di Nirvana."

Wait. What?! Apa tadi Om kata? Neerphana? Bukannya itu band ternama yang vokalisnya Krut Cobaindeh??? Mungkin Ayah dan Ibuku adalah manager band tersebut? Aku bangga pada kalian, Yah, Bu...

Oh iya, mungkin bagi kalian nama-nama penduduk disini asing. Tapi bagiku dan warga disini, itu wajar. Jadi... ya gitudeh.

Kalian sudah dengar bukan pengumuman dari Bang Naphey? Akhir - akhir ini, memang banyak terjadi kasus pembunuhan. Kami masih mencari motif dari pembunuhan ini. Tapi dari saksi dan bukti, tak ada yang bisa kami simpulkan. Karena yang paling mudah disimpul itu adalah tali.

Para korban biasanya akan menghilang, kemudian beberapa hari akan muncul tanda-tanda kematiannya. Seperti tujuh hari yang lalu, Pak Angsa dilaporkan hilang, dan tiga hari yang lalu ditemukan pakaian Pak Angsa dengan banyak bercak darah.

"Amer!" seru suara yang sangat kukenal, "gak apa, ntar juga pasti ketemu," imbuhnya.

"Aku pasti bisa menemukan dalang dari pembunuhan keji ini!" seruku sembari menghentak-hentakan kaki. Gadis di hadapanku hanya tertawa renyah. Karena tawanya sudah dijemur kemudian di goreng dalam api besar selama sepuluh menit. Renyahlah sudah.

"Nak Amer!"

Suara kembali berseru padaku, kali ini Pak Koni (Kuda Poni) memanggilku. Sebelum aku menghampirinya, aku berpamitan kepada Sila (Sapi Coklat)--gadis yang di hadapanku tadi. Sila hanya melenguh tak jelas.

"Ada apa, Pak?"

Pak Koni berdehem, kemudian mengutarakan isi kepalanya. "Begini, Nak Amer. Bapak sepertinya tahu siapa dalang dari kasus pembunuhan keji ini," terangnya padaku. Sungguh, aku terbelalak dibuatnya. Bagaimana bisa Pak Koni yang setiap hari berada di rumahnya tahu apa yang terjadi di luar rumahnya?

"Sugguh, Pak?"

"Sungguh, Nak Amer. Mungkin Nak Amer bingung kenapa saya yang biasanya di dalam rumah tau apa yang terjadi di luar rumah."

Tunggu... aku merasa Pak Koni sedang mengulang isi pikiranku tadi. Bagaimana bisa?! "Nak Amer, percayalah pada Bapak," ucapnya memohon.

"Baik, baik. Kalau begitu siapa dalangnya, Pak?"

"Dalangnya siapa, Nak? Yang wayang Mahabrata atau Ramayana?"

Baik saudara-saudara. Bolehkah saya, Amer salah satu tim penyelidik membenturkan batu besar ke kepala Pak Koni? Ini demi kebaikan beliau dan kalian.
"Ahaha! Jangan diambil hati. Bapak cuma bercanda," ucapnya santai.

JAGALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang