Falenna Sankova A : Fa, bisa ketemu di taman komplek sekarang? I need you.Alfano Muhammad : Seriously Na? Sekarang? Jam 11 malem? Kamu ga ngelindur kan?
Falenna Sankova A : Ga.
Alfano Muhammad : Oke oke, aku otw kesana. Kamu hati-hati dijalan.
Read.
Aku pun berjalan keluar rumah. Pikiranku benar-benar kacau. Aku harus menerima kenyataan, tetapi aku tidak bisa. Ini terlalu sulit bagiku.
Disini, di kota ini. Terlalu banyak kenangan.
*****
"What's happen, Na? Kamu kenapa?"
Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku hanya bisa menangis dipelukannya. Fano berusaha menenangkanku, dia mengelus rambutku. Ini membuatku sangat nyaman.
"Sekarang kamu tenang dulu, cerita ke aku kenapa kamu sampe gini?" tanya Fano lagi.
Akupun melepas pelukannya. Menenangkan diriku. Ya, aku harus menceritakannya sekarang.
"Fa-fano ma-maafin aku. A-aku gabisa bareng la-lagi sama kamu." ucapku dengan terbata-bata.
Fano menautkan kedua alisnya, dia kebingungan, aku tau itu. "Maksud kamu?"
Aku membuang nafas secara kasar, "Aku harus pindah."
"APA?! Lenna jangan bercanda ya!"
Bercanda dia bilang? Di saat seperti ini dia masih mengira aku bercanda?
"Fano please, kamu bisa liat kondisi aku sekarang gimana. Apa kamu masih ngira aku ini bercanda? Engga Fa, engga."
Dia menggeleng kecil. Aku melihat kedua matanya. Dia sangat kecewa dan sedih. Dia langsung memelukku erat. Sangat erat.
"Aku gabisa jauh dari kamu Len." ucap Fano dengan suara lirihnya.
Aku membalas pelukannya, "Tapi harus Fa."
"Kemana?"
"Apanya?"
"Pindahnya."
"Oh, Jakarta."
"Kapan?"
"Apanya?"
"Perginya."
Entah ini aku yang lemot atau memang Fano yang membingungkan.
"Besok pagi."
"Be carefull, okay?"
"Selalu."
"Jangan lupa makan. Selalu kasih kabar ke aku. Kalau ada apa-apa cerita ke aku. Jangan lupain aku. Jangan nakal. Ja--"
Aku tersenyum kecil. Mulai deh sikap over protective nya.
"Iya Tuan Fano yang cerewet, siap laksanakan!"
"Bagus, Tuan Putri."
Fano melepaskan pelukan kami. Dia menepuk kedua pundakku, "Nah, sekarang kamu pulang ke rumah terus istirahat."
Aku mengangguk. Dia benar, aku perlu istirahat. Badanku sangat lelah. Mungkin karena kecapean menangis. Juga, lelah menghadapi kenyataan.
"Lenna bakalan kangen Fano." ucapku sambil menunduk.
"Fano bakal kangen banget sama Lenna." jawabnya.
Aku mengangkat kepalaku. Melihat matanya dalam.
"Lenna sayang Fano." ujarku dengan senyuman tulus.
Fano tersenyum, "Fano lebih sayang Lenna."
Kami terdiam. Saling menatap. Seakan memberitahu perasaan masing-masing. Mendekat. Wajah kami mendekat.
And, he stole my first kiss.
But, i'm happy.
Because him, I can close the wound in my heart.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thinking.
Teen FictionAlenna : I have nothing. Alfano : You're my everything. Raga : I have everything. Favio : You're the only one thing that I think. I like them. I love them. How can I choose?