Its You

55 8 1
                                    

***

  "Gue udah baca."

Dion mendongak, menatap Tere dengan kening berkerut.

  "Baca apa?" tanya Dion, membenarkan posisi duduknya agar dapat melihat wajah partner tugas IPAnya yang masih sibuk dengan gunting dan foto-foto binatang untuk makalah mereka.

  "Fiksi yang lo tulis buat majalah sekolah, its quite romantic. Jadi penasaran itu fiksi atau non-fiksi." jawab Tere dengan wajah jahilnya, membuat Dion menoyornya pelan.

  "Fiksi yang mana? Banyak soalnya."

  "Woo, sombong~" ledek Tere. "Yang judulnya.. apa ya? Oh, Missing Pieces."

  "Itu bukan fiksi, Missing Pieces emang pengalaman gue." jawab Dion santai, tapi mampu membuat Tere mendongak dan memperhatikannya.

  "Bohong banget."

  "Dih, gak percaya."

  "Gimana gue mau percaya kalo hidup lo itu cuma sekolah, ngerjain tugas, bikin kesel gue, dan bisa ngelanjutin hidup tanpa ngerasa bersalah." Tere merebut lem yang dipegang Dion.

  "Perasaan, yang bikin gue kesel dan gak pernah ngerasa bersalah kayaknya lo deh." kata Dion, Tere tertawa kecil.

Semakin banyak foto yang mereka temukan dari koran, semakin diam suasana mereka. Besok adalah hari terakhir mengumpulkan, jadi mereka harus serius.

Dion melirik Tere yang menunduk sambil menempelkan foto ke kertas HVS putih. Iseng, ia mengoles lem ke pinggir kertas.

  "Gangguin gue mulu." gerutu Tere, mengambil kertas yang tidak terpakai untuk mengelap lem yang untungnya belum mengering. Dion tertawa, respon gadis itu setiap diganggu memang selalu seperti ini.

  "Hei, lo belom jawab. Missing Pieces itu fiksi atau non fiksi?" tanya Tere.

  "Non-fiksi, Tere sayang.." jawab Dion.

Tere geleng-geleng kepala, "Keliatan banget jomblo lo udah berkarat."

  "Heh, lo lebih jomblo dari gue ya!"

  "Tapi gue gak pernah bikin cerpen baperan, nulis quotes jomblo di LINE, atau ngepost foto pake hashtag #withoutyou di Instagram." tawa Tere. Dion kali ini diam, membuat Tere semakin tertawa.

Dion menghela napas, "Missing Pieces emang gue bikin dari pengalaman sendiri. Gimana rasanya lo terlalu deket sama orang sampe lo gak ngerasain perasaan apa-apa tapi pas orang itu pergi lo kayak kehilangan bagian dari lo."

  "Dan orang itu adalah?" tanya Tere.

  "Bubut Jawa makin diliat makin bagus ya." kata Dion.

  "Di,"

  "Ya?"

  "Kalo mau ngalihin topik, cari yang menarik dong."

  "Oh, sori."

Tere menatapnya kesal, "Siapapun cewek itu, pasti dia keren banget sampe bisa jadi inspirasi lo. Atau jangan-jangan... orang itu bukan cewek?"

PLETAK!

  "Ngaco!" dengus Dion, menjitak kepala Tere agar gadis itu berhenti menarik kesimpulan sendiri.

Tere mengelus kepalanya yang baru dijitak Dion, "Ya abisnya lo jadi orang ngejaga rahasia banget."

  "Gue bukan ngejaga rahasia, tapi lo yang kepo." kata Dion. Tere memutar bola matanya malas.

  "Lo sendiri kenapa jomblo? Pasti ada  alesannya kan?" tanya Dion.

  "Dion, lo itu kayak kepompong." kata Tere, mulai menempel foto lagi.

  "Bakal indah kayak kupu-kupu gitu ya?"

  "Bukan. Lo kepo dan lo rempong." jawab Tere santai.

  "Kepo kok teriak kepo." omel Dion. "Serius gue, lo kenapa jomblo? Kan banyak anak di kelas yang mau sama lo."

  "Belom siap buat pacaran. Masih banyak yang harus gue benerin dulu."

  "Oh.." balas Dion datar.

  "Lo sendiri kenapa jomblo? Masa bikin cerpen seromantis itu tapi gak punya pacar." tanya Tere, kali ini sibuk dengan steples.

Dion menghela napas, "Karena cewek yang gue suka, belom siap buat pacaran."

  "Eh, kenapa?" Tere mendongak.

  "Enggak." jawab Dion, memilih sibuk dengan lemnya, menghiraukan tatapan bingung Tere.

If you more comfortable in this way, i always by your side, Re.

***
END

Votenya bisa kali mz mb. Komen ya~

Teenlit OneshotHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin