Part 3

4.4K 226 1
                                    

Aye guys😀!!

Happy reading this stupid word 😂

Thanks before❤

------------------







“I’m home!” teriakku sesaat setelah menutup pintu. Di mana Kenny?

“Aku di dapur”

Oh.

Kakiku menuju ke belakang dimana dapur kami berada, tidak jauh, hanya sekitar 10 meter dari ruang tamu. Ini hanya rumah untuk kami tempati sementara, jadi menurut Kenny ukuran kecil lebih baik. Tak jarang juga saudara Kenny menginap di sini sehingga tidak terlalu sepi.

Aku menemukan Kenny tengah berkutat dengan peralatan dapur. Oh aku mengakui jika ia adalah chef yang hebat. Jika serius seperti itu Kenny sama sekali tidak terlihat feminim seperti biasa. Ia juga bisa tegas seperti laki-laki pada umumnya, hanya saja di lain waktu jika ia sedang dalam mood, maka ia akan bertingkah layaknya perempuan. Dan aku menyukainya, dia sangat lucu.

“Kenny..” rengekku lantas memeluk pinggangnya dari belakang. Mataku sembab. Aku mengusapkan wajahku ke punggungnya. Aku suka aroma parfumnya, sangat suka.

“Apa!” jawabnya acuh.

“Mengapa kau tidak menemaniku syuting?”. Sesegukanku masih ada semenjak kejadian beberapa menit lalu bersama laki-laki itu, begitu juga mata bengkakku.

“A-apa? Menemanimu syuting? Baiklah kupikir aku tidak pernah menemanimu syuting, nona manja”

Aku ingin mengadu pada Kenny tentang hal ini, tetapi entahlah rasanya lebih baik aku menyembunyikannya terlebih dahulu.

“Duduklah,” perintahnya, ia tengah menuangkan jus jeruk kemasan ke dalam gelas yang lumayan tinggi. Begitu ia selesai menuangkan, aku lantas menyambarnya dan meneguknya hingga tak tersisa. Kenny berdecak, biarkan saja, aku haus.

Aku duduk di kursi dan menatap meja makan yang telah tersedia bermacam-macam hidangan. Tidak, hanya 3 jenis. Kenny menatapku,

“Apakah ada scene menangis hari ini? Matamu sedikit bengkak”

Tidak, ini karena pertengkaranku dengan Justin.

Aku mengangguk, memotong beef dengan pisau lalu menusuknya dengan garpu sebelum akhirnya kukunyah.

Sebenarnya mataku tidak terlalu bengkak saat syuting tadi. Bahkan sempat ada adegan ciuman lagi dengan Justin, dan betapa aku ingin menangis saat kembali berhadapan dengannya. Entahlah, aku tidak tahu alasannya. Saat perjalanan pulang, aku menangis kembali hingga supir pribadiku khawatir. Kubilang hanya masalah lututku yang sakit, dan ia menyarankanku ke dokter.

“Kau baik-baik saja?”

Kenny terlihat sedikit khawatir dan oh dia pengertian sekali. Mataku kembali memanas, bayangan tentang Justin yang marah padaku muncul begitu saja. Aku menunduk, berpura-pura sibuk meyantap makanan.

“Ya” jawabku singkat.

Kenny mengangguk, ia berdiri dan berjalan menuju kulkas. Selera makanku hilang.

“Um, Kenny aku harus kembali satu jam lagi”

“Aku mengerti. Singkat sekali, ada sesuatu yang harus kau ambil?”

Aku mengambil tisu, mengusap ujung mataku yang mengeluarkan sedikit air mata. Aku hanya tidak ingin membuatnya cemas karena masalah pribadiku yang rumit ini, kali ini aku akan menyelesaikannya sendiri.

“Hanya ingin makan malam denganmu dan mengambil beberapa pakaian”

Kenny menoleh dengan alis bertaut, sebenarnya aku hanya menghindari bertemu dengan Justin.

[END] Behind The Camera [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang