Part 21. But he promised, Hayden..

572 50 29
                                    


"Mengapa kita pulang kerumah, Ken?" Tanya El pada akhirnya, sedari tadi dia hanya diam memperhatikan cerita Kenny tentang pemotretan esok hari. Ia menurunkan kaca mobilnya, menatap pagar rumah yang bergeser dengan seorang security di sana.

Selama ia tidak mendiami rumah ini, Kenny masih sering kali kemari untuk keperluan bisnis busananya. Ia jadi sedikit rindu dengan suasa rumah ini, terutama di bagian kolam renang samping rumah dengan nuansa lampu jingga pada malam hari.

Bisa saja ia tinggal disini, hanya saja karena rasa malasnya yang harus mondar-mandir, ia memutuskan untuk tidur di lokasi syuting yang kebetulan rumahnya tidak jauh berbeda bahkan lebih nyaman dan klasik. Banyak kamar kosong di sana untuk ditempati.

"Memangnya kau tidak merindukan rumahmu, Hm? Lagipula lokasi syuting masih 20 menit lagi, sedangkan kau tahu sendiri jika aku sudah lelah" Kenny turun, diikuti Ellen yang mengekor di belakangnya. Ia membawa satu kotak pizza, mungkin ia belum kenyang mengingat makan malam tadi hanya dipenuhi obrolan dan candaan bersama pemilik restorannya. Hayden, siapa lagi pangeran berkuda putih Kenny.

"Tetapi aku belum-

"Memberitahu Justin? Hah, sudahlah. Lagipula besok kalian akan bertemu"

Mengapa Kenny begitu? Tanya Ellen dalam hati. Mereka memasuki rumah yang tidak terlalu besar itu setelah dibukakan pintu oleh seorang wanita paruh baya, ia yang mengurus kebersihan rumah dan sesekali membantu Kenny.

"Selamat malam, Ann" Kenny tersenyum ramah sekali pada asistennya itu, begitu juga dengan El, gadis itu sempat berpelukan karena merasa rindu.

"Ann, makan pizza denganku?" tawar El, menarik tangan wanita itu menuju kamarnya.

"Oh ya Tuhan, aku sudah kenyang" Tolak Ann mengusap perutnya,

"Lagipula aku harus membereskan isi freezer karena baru selesai berbelanja"

Ellen mengerucutkan bibirnya, kemudian mengangguk menyetujui saat wanita itu perlahan meninggalkannya menuju dapur. Jadi, ia memutuskan untuk menaiki anak tangga mengikuti Kenny.

"Sayang, ulang tahunmu kau mau apa?" Ucap Kenny girang, ia menggandeng lengan Ellen dan mengajaknya menuju kamar di mana di dalamnya terdapat beberapa patung manekin dengan busana hasil karyanya.

Kamarnya cukup rapi meskipun ada beberapa kain dan peralatan cukup sesak memenuhi.

El duduk di sofa, lantas memangku kotak pizzanya untuk segera ia buka.

"Hmm, Aku ingin merayakannya bersama Justin di Downtown"

Kenny membuka jaket bludrunya, lalu duduk di sebuah kursi di dekat salah satu manekin. Memperhatikan hasil karyanya, mungkin ada yang perlu diperbaiki.

"Di sana terdapat kedai kopi Starbucks yang didirikan pertama kali" Lanjut El sembari mengunyah satu potong pizza.

Kenny yang awalnya memeriksa bagian lengan busana buatannya di patung manekin tiba-tiba menatap El. Duduk tegap, seolah ada sesuatu yang ingin ia ucapkan.

"Kau mau?" tawar El, mengangkat potongan pizzanya yang telah digigit. Kenny bersendawa, lalu menggeleng. Mana mungkin Kenny mau memakan makanan seperti itu? Ia adalah seseorang yang fanatik dengan bentuk perut datar.

"Oh, aku ingin bertanya padamu tentang akhir-akhir ini selama aku pergi. Tentang Justin, dan kau"
Tukasnya terus terang. El memelankan kunyahannya.

"Kudengar ada masalah, hingga kalian sempat tidak berbicara" Kenny menyilangkan kakinya, lalu membuat tatapan penasaran sekaligus mengintimidasi.

El, menelan makanannya. Lalu menaruh sisa pizza di tangannya kembali ke box, menjilat beberapa jarinya kemudian fokus pada Kenny.

[END] Behind The Camera [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang