Aku datang sepuluh menit lebih awal dari Kak Berta. Seorang yang juga kepercayaan Kakakku. Dia bertugas untuk membimbingku untuk karir kedepan sebagai seorang penulis. Tentang tata cara memberikan tanda tangan pada para kutu buku, sampai bagaimana cara mempromosikan novelku di media social dengan baik dan benar. Dia sering mewakili aku dalam membicarakan hal serius dengan seorang yang lebih dewasa.
.Kak Berta adalah senior kakakku yang lulus dari fakultas manajemen. Keinginannya suatu saat adalah menjadi manajer dari artis papan atas. Aku sering mendengar keinginannya itu. Berawal dari ketertariakan Kak Berta kepada kakakku yang tiga tahun lalu masih berposisi sebagai juniornya di kampus yang sama.
.
Tapi, senior-junior itu hanyalah tameng kata saja. Kakakku setahun lebih tua dari Kak Berta jika dilihat dari tanggal lahirnya.
.
.
Dulu kakakku masih bocah ingusan yang merengek ingin satu sekolah dengan Kak Dimas. Begitupun juga Kak Dimas sebenarnya ingin menungguku beberapa tahun untuk bisa pergi kesekolah, dan kelas yang sama..
Mau diapakan juga, umur wajib belajar di Negara ini tetap berlaku. Jadi, kakakku molor setahun dari tahun pelajaran yang seharusnya sudah dia mulai. Banyak yang mengira bahwa dia sempat tidak naik kelas dulu. Lalu, dia bertobat dan menjadi siswa terpintar dikelasnya. Hal ini juga dibuktikan dengan fakta bahwa, Kakakku adalah yang tertua seangkatannya. Tapi anggapan itu hilang seketika jika mengingat prestasinya di berbagai kejuaraan. Music, sains, dan speech Englishnya. Mitos bahwa kakakku pernah tidak naik kelas, akan hilang seketika. Pergi jauh, syuhh !!.
" Udah lama nunggu ?" kata Kak Berta dengan gaya menenteng tas dan tatanan rambut yang khas itu. Aku membalasnya dengan menggelengkan kepala saja. Memang seperti biasanya, aku tidak terlalu banyak bicara. Aku menghampirinya yang juga menghampiriku di ruang tunggu VIP gedung ini. Langkah anggunnya terlihat mempesona sekali. Maklum saja, sudah sarjana. Sarjana manajemen pula. Siapa yang tidak terpikat ?
.
Dari Office Boy sampai direktur perusahaan pun akan takluk dengan sekali tatapan matanya. Ditambah dengan nada bicaranya yang menggambarkan bahwa dia bukan wanita sembarangan. Bukan wanita yang terlihat mengecewakan. Namun sayangnya, dia hanya takluk dengan kharisma kakakku. Tidak ada yang lain. Oh, kakakku yang jahat. Bukan malah membalas ketertarikan Kak Berta padanya, dia malah memanfaatkannya untuk menjadi manager sekaligus bodyguardku.
Tentunya Aku tidak sebanding dengannya. Aku yang belum lulus dari SMA. Bagi orang seumurannya, dandananku ini terlihat sangat menjijikkan. Dalam tanda kutip 'jika tidak dipoles'. Maka, sebelum aku pergi tadi, meskipun aku sangat terburu-buru, mama masih sempat dan selalu sigap dalam mengurus masalah remaja akhir ini. Make up ! Karena aku tergolong orang yang tidak terlalu suka berdandan berlebihan. Tapi, mengingat ini untuk kepentinganku sendiri, jadi aku tidak bisa mengelak. Mama pun faham jika aku tidak terlalu suka dengan polesan. Jadi dia hanya membubuhkan beberapa poles blash on dan eye shadow. Dan tentu saja, lipstick.
Ternyata, ruang rapat telah disiapkan. Lengkap dengan konsumsi simple ala kantor'an diatas satu meja yang mengisi ¾ ruangan ini. Tidak lupa proyektor dengan remote kontrolnya tertata apik dan manis. Aku suka hal seperti ini. On time dan tidak harus menunggu lama. Dengan melihat Kak Dimas tadi pagi, cukup membantuku untuk memperoleh semagat hari ini. Rasanya aku ingin berterimakasih padanya, itu hanya keinginan sesaatku saja saat ini. Dia pasti akan menepis kata ' terimakasih' ku. Dan dengan gaya tanpa dosanya itu, dia selalu meminta imbalan " satu di pipi kanan dan satu dipipi kiri saja. Itu sudah cukup " Bagiku itu keterlaluan. Jika kakakku tahu dia mengatakan permintaan aneh-aneh semacam itu. Minimal, giginya pasti sudah tanggal satu.
" oke, kita buka rapat pagi ini. "
Menjelang siang, rapat berjalan dengan kata – kata penting didalamnya. Aku merekamnya di otakku, sesekali kucatat di beberapa lembar note kecil digenggamanku. Hal yang sekiranya harus aku lakukan kedepan dan untuk sekedar mengingat saja bila Kak Berta lupa mengingatkan padaku. Ini adalah rapat dan demokrasi berkembang disini, meskipun konsep sudah digarap dari rumah. Disini pula bersatulah pendapat dan pemikiran tentang pembuatan film yang diangkat dari salah satu novel best sellerku.
" Bagaimana kalau kamu ngambil tokohnya Deyana disini, Gy ?" produser film itu melihatku sedari tadi. Rupanya dia tengah menilaiku.
" ah, saya tidak pandai ber-akting, Pak. Masih banyak artis lain yang bisa mewujudkan film ini untuk menjadi yang terbaik. " bantahku.
" benar Pak. Tentunya, bapak sebagai produser tidak ingin mengambil resiko terlalu banyak kan?" sahut Kak Berta menyelamatkanku.
Rapat berlalu dengan keputusan yang memuaskan. Produser bekerjasama dengan manajerku, Kak Berta akan mencari dan mencasting beberapa artis yang sekiranya pantas untuk memerankan masing – masing tokoh didalam novelku. Lantas aku hanya harus menyetujuinya saja. Tidak perlu repot – repot.
" kamu orang yang berbakat, Gy.' Kata produser itu sambil menawarkan jabat tangan. ' kami harap pembuatan film ini bisa berjalan dengan lancer. " aku turut serta menjabat tangan paruh bayanya.
Aku dan Kak Berta meninggalkan ruang rapat. Didalam, masih tinggal beberapat orang penting yang ikut rapat tadi. Seperti sutradara, penulis scenario, produser film, dan pihak sponsorship.
Tidak pernah terfikirkan olehku, novelku akan diangkat ke layar lebar. Hanya orang – orang terdekatku yang sementara ini tahu. Aku tidak ingin ada hal pengacau atau lontaran sombong dari orang lain, dan padahal aku tidak seperti itu.
" Seminggu lagi pers' dia mengingatkanku dengan menghentikan langkah anggunnya. 'Kakak udah nyiapin semuanya. Tempat, jadwal, pengisi acara, semuanya deh. Finalnya tinggal kamu aja, Gy. Kamu harus siap ya." Perintahnya dengan semangat.
" Iya. Aku makasih banget ya. Ehm. " balasku malu.
" Ehm. Eh, iya. Ini aku titip buat Abi. " aku menerima shopping bag yang dipasrahkannya untuk Kakakku.
" parfum lagi ? " sahutku membuka shopping bag itu.
" he'em. Kamu mau Kakak anter ?" tawarnya.
" Ah, gak usah. Lagian aku masih ada kepentingan lain. Jadi Kakak pulang duluan aja. " kataku mungkin agak terdengar seperti mengusir. Tapi, Kak Berta tidak akan mempermasalahkan hal ini. Dia pasti juga mengerti, bahwa aku butuh ketenangan untuk menghadapi pers minggu depan. Memang bukan pers yang memberitahukan bahwa aku bersalah, atau bagaimana. Hanya saja, ini pertamakalinya untukku. Jadi wajar sajalah. Ditambah, ujian nasional mendatang, aku semakin bingung apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu.
Kata Kakakku, " Ujian Nasional itu gampang. Gak sesulit soal - soal olimpiade. Dan kamu harus punya prioritas untuk segala hal. Mana yang lebih penting, antara nulis, atau ujian nasional besok ? kamu udah gede. Pasti tahu jawabannya."
Tidak lama, setelah basa – basi itu. Kami berpisah menuju tujuan yang berbeda. Aku tahu, Kak Berta akan sibuk akhir – akhir ini. Jadi sebaiknya aku tidak terlalu banyak permintaan padanya. Tidak ada bayaran seukuran manajer handal seperti dia. Hanya menjadi kurir untuknya saja, dia sudah menganggap semua bantuan yang dilakukannya padaku adalah impas. Sejujurnya aku agak malu dengan Kak Berta, meskipun dia berkata ' no problem lah.. ' tetap saja. Aku memberatkannya.
Andai saja Ayah tahu, aku sudah mencapai titik ini. Entah bagaimana ekspresinya. Andai dia tahu, betapa putri kecilnya ini sangat merindukannya. Sejak lima tahun terpisah antara jiwa dan raganya. Akupun terpisah jua dengannya, menjadi tak utuh lagi rasanya hidup ini. Hampa, dan aku tidak tahu apa lagi yang bisa kulakukan tanpa orang yang paling kusayang itu. Kadang aku terdiam dalam keramaian. Membisu dalam keceriaan. Terbesit di otakku berderet memori lama dimana disana, ayahlah yang mendominasinya. Sungguh keluarga kecil yang sederhana dan bahagia, saat itu.
Terlepas dari itu semua, hari ini ya hari ini. Bukan kemarin dan lampau. Melepas orang yang paling dicinta, adalah hal terberat yang pasti dialami manusia. Tuhan tidak jahat. Tuhan tahu, apa yang terbaik untuk kita. Sekalipun itu sakit dan menyebalkan. So just pround and see. Lagi pula, dunia itu berputar. Seperti roda yang berjalan. Tidak ada titik yang selalu tetap dan bertahan selamanya. Hanya saja, semua butuh waktu. Untuk sebuah proses mendewasakan diri.
[uN_B

KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE SMOKE
Mistério / SuspenseApa yang membuat hujan begitu istimewa ? apa yang membuat suasana hatiku begitu berbeda saat hujan turun. Saat dia mulai gemercik dan membasahi bumiku. Hujan ibarat tangis, luapan hati sedih yang tidak tersurat ataupun tersirat. Yang aku tahu, hujan...