Reuni

3.8K 53 6
                                    

"Izinkan aku menyimpan rasa yang masih kujaga di dalam hati ini, meski diriku sadar, aku tidak berhak memilikinya lagi."

---

AKU memandang gedung sekolah yang ada dihadapanku saat ini. Gedung sekolah yang hampir 10 tahun tidak pernah ku kunjungi lagi setelah terakhir kalinya aku ke sini, untuk mengambil ijazah. Waktu dengan cepatnya berputar, tapi bangunan sekolah tidak berubah sedikitpun. Warna cat gerbang dan temboknya masih sama, gapuranya masih sama, lapangannya masih sama, gentingnya pun masih sama. Senyumku mengembang mengingat genting sekolahku itu, gentingnya akan terbang jika terkena tiupan angin dan aku bersama teman-temanku pasti menertawakan hal itu. Sungguh genting sekolah yang aneh.

Orang-orang sudah banyak yang berdatangan dan masuk ke dalam sekolah, beberapa diantaranya masih ku kenali. Tidak banyak yang berubah dari mereka, paling postur badan dan bentuk rambutnya saja yang sedikit berubah. Termasuk aku. Badanku masih kurus, tapi tidak sekurus dulu. Sekarang otot di tanganku lebih terbentuk. Bentuk rambutku berubah total tidak se klimis dulu. Dan frame kacamata kotak yang biasanya dulu aku pakai juga sudah berubah.

Perbedaan yang paling kentara, mungkin dari style pakaianku. Kini pakaianku lebih mewah dan lebih mahal. Berbeda dengan dulu, pakaianku hanya pakaian dengan merk tidak terkenal yang biasanya aku beli di pasar. Tapi sekarang aku termasuk orang yang beruntung, yang dapat membeli segala barang-barang bermerk terkenal. Semua itu tentu aku dapatkan dengan perjuanganku selama ini, tidak berasal dari harta kepunyaan orang tuaku. Karena memang, aku dan keluargaku hanyalah keluarga yang hidup dengan kesederhanaan.

"Boby?"

Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku. Ternyata orang itu, Gery. Partner in crime ku selama 3 tahun mengenakan seragam putih biru-biru.

"Apa kabar, Bro?" sapanya sambil memelukku.

Aku membalas pelukan Gery, lalu melepaskannya "Sangat baik," kuperhatikan dirinya dari atas sampai bawah. "Widih. Makin keren aja lo, Ger. Brewok makin lebat ye."

"Iya dong. Biar macho. Hahaha," dia menepuk pundakku berulang kali. Matanya berbinar seakan takjub melihatku. "Nggak nyangka, seorang Boby yang dulu amat sederhana kini berubah jadi seorang yang serba berkecukupan. Hebat lo, Bob!"

Aku tersenyum simpul. "Alhamdulillah, Ger. Semua karena perjuangan gue selama ini."

"Kalo ada rezeki lebih, bisalah ya, ekhem ... bagi-bagi," ujarnya diikuti tawa canda.

"Bisa aja. Ya lumayan dapet pahala, berbagi sama orang kurang beruntung kayak elo."

"Sialan, lo." Gery terkekeh sambil meninju pelan dadaku, ia lalu memandangi sekitar yang mulai sepi, "Ke aula yok. Kayaknya udah mulai tuh."

Aku menganggukkan kepalaku, lalu mengikuti Gery yang sudah lebih dulu masuk. Di dalam aula sudah banyak orang. Mereka bercengkrama satu sama lain, melepas kerinduan yang dirasakan. Pertemuan yang sangat jarang terjadi dikarenakan kesibukkan satu sama lain.

Aku menyunggingkan senyum dan menyapa beberapa teman yang ku kenal. Beberapa diantaranya ada yang sudah menikah dan membawa anaknya. Cepat sekali waktu berlalu, dulu kami hanyalah bocah SMP yang masih sibuk bermain-main. Sedangkan sekarang kami telah tumbuh jadi orang dewasa yang sudah serius menjalani kehidupan.

Aku berkumpul dengan genk kelasanku. Saling bertukar kabar masing-masing. Ditengah perbincangan, salah seorang teman menyikut lenganku. Aku menatapnya heran, tapi dia malah memberikan sebuah kode agar aku melihat ke samping kiriku. Segera kualihkan pandangan ke arah yang dimaksud. Seketika itu juga aku merasakan udara mendingin, dadaku berdesir, lalu berdebar tak karuan.

Eureka - CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang