1. JITTER BUG

689 219 41
                                    

Bundanya pernah berkata, ada dua tipe laki-laki di dunia ini: sofa type dan roller coaster type. Sofa type ini adalah laki-laki yang tampak boring pada awalnya. Kalem, teratur, lurus hidupnya, dan cenderung tertebak sifatnya. Good boys banget. Sementara laki-laki tipe roller coaster jauh lebih seru. Mereka bikin penasaran, sifatnya nggak ketebak, cool, spontaneous, pemberontak, dan penuh kejutan. Mereka ini tipe-tipe bad boys yang selalu digandrungi oleh gadis-gadis di setiap zaman.

Ayahnya menambahkan, seperti halnya roller coaster, laki-laki jenis ini memang seru pada awalnya. Membuat penasaran dan memacu adrenalin. Tapi lama-kelamaan membuat pusing dan mual. Kini Nadine baru percaya kebenaran ucapan ayahnya.

******

Roozengaarde, Mei 2017

Awan merambat pelan di langit Skagit Valley. Di tengah embusan angin hangat yang membelai halus wajah-wajah bunga tulip beraneka warna, Nadine berdiri di balik windmill. Berpayung nila dan mematung. Di pelupuk matanya terbayang laki-laki yang pernah dibingkainya dengan sejuta frasa puji-pujian pada awal pertemuan mereka.

Satu jam menyusuri Roozengaarde cukup bagi Nadine untuk menemukan betapa masa lalu, termasuk yang baru saja terjadi, telah kehilangan maknanya. Ia teringat pada pohon besar, lagu-lagu, teater, taman bunga ini, dan semua hal yang telah mengabadikan kisahnya bersama Alle dengan rapi.

Ribuan kilometer dari tempat Nadine berdiri, lain cerita terjadi. Nadine tak tahu apa yang Alle lakukan di sana. Mungkin sedang menghamburkan uang untuk modifikasi motor, loncat dari satu pesta ke pesta lain, atau mungkin nongkrong bareng teman perempuannya.

Ronnie yang sejak tadi ikut mematung, mendekat. "Dalam dunia yang penuh dengan hitam putih, datang ke tempat ini seperti melihat warna lain kehidupan." Ujarnya tenang tanpa melihat ke arah Nadine. Matanya terpaku pada tulip beraneka warna yang tumbuh mengelilingi windmill berwarna hijau tua.

"Iya, Ce. Beban di pundak gue seolah hilang tiap kali ke sini." Sahut Nadine, matanya ikut memandang ke arah Ronnie memandang. "Dan kalo ketemu sama lo...." Tambah Nadine singkat.

Ronnie melirik Nadine sekilas, tersenyum, lalu mengembalikan pandangannya ke tempat semula. "Melalui bunga-bunga ini Tuhan menitipkan pesan untuk kita: di tempat bunga yang gugur pasti akan tumbuh bunga baru yang indah. Selalu ada yang tumbuh setelah yang gugur, jadi buat apa risau?"

Kedua bahu Nadine terangkat. "Gue sama sekali nggak takut, Ce. Gue malah udah capek, pengin semuanya diurus cepet-cepet. Cuma si Alle itu lho, kayak mengulur-ulur terus. Sibuk terus alasannya."

Butuh beberapa saat bagi Ronnie untuk menimpali ucapan Nadine. "Udah coba lo desak lewat orang tuanya, Ndien?"

Nadine mengangguk tegas, "udah, segala cara, Ce...."

Ronnie ikut-ikutan mengangguk pelan. "Lanjut di Jitter Bug yuk." Ujarnya beberapa saat kemudian sambil melirik jam tangannya. Pukul 3.30 PM.

Sejurus Nadine langsung terbayang harumnya Dark Decadent Mocha. Dan tanpa berpikir panjang, Nadine langsung mengiyakan ajakan Ronnie. Ia sudah menempuh ribuan mil dari Brooklyn ke Seattle hanya untuk melemparkan unek-unek dan keluh kesah yang selama ini menggelayut manja pada pundak, pinggang, dan kakinya pada laki-laki ini.

Mereka segera meluncur dengan menggunakan mobil konvertibel berpeseneling tongkat milik Ronnie, dan hanya dalam beberapa menit mereka sudah tiba di coffee shop mungil berwarna merah yang terletak persis di persimpangan Avon Allen Road dan Memorial Highway.

Sambil menggeser layar electronic menu yang ada di atas meja, pikiran Nadine mulai melayang ke masa lalu.

Summer Solstice and Strawberry Moon (Bahasa Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang