5. NADINE AND THE GROOT

231 151 2
                                    

New York, Maret 2016

Duduk selama tiga jam di kelas Sosiologi membuat pinggang Nadine seperti dipelintir dari dalam, perutnya pun keroncongan. Sebelum pulang ke apartemennya, Nadine meminta Koster untuk mampir ke Skootch, pom bensin yang tak jauh dari gedung apartemennya, dan membeli makanan favoritnya: salad dengan topping chicken strips dibalur dengan ranch dressing.

Lima belas menit kemudian mereka tiba dan menemukan area parkir yang dipenuhi mobil-mobil. Begitu juga pada tanah lapang yang ada di antara gedung apartemen dan gedung timur kampus, benar-benar tidak ada ruang yang tersedia untuk parkir. Biasanya, setiap Nadine pulang dari kelas malam tidak pernah ia menemukan mobil-mobil sebanyak ini, dan ia bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Gara-gara ini Koster membatalkan niatnya untuk mampir.

Sambil menenteng tas dan kantung kertas berisi makanan, Nadine turun dari mobil Koster. Hawa malam itu begitu sangat dingin. Aroma musim semi terasa di udara dan Nadine tidak sabar untuk segera berdiri di bawah pancuran air hangat.
Begitu Nadine keluar dari pintu lift, ia segera tahu dari mana datangnya mobil-mobil yang memenuhi area parkir. Bunyi dentuman musik membahana memenuhi koridor. Suara itu bersumber dari apartemen yang jaraknya dua pintu dari apartmennya. Pemiliknya adalah Toby Hemsworth, seorang mahasiswa tingkat tiga.

Sedikit kecemburuan terbesit di hati Nadine begitu ia membuka pintu apartemennya. Musik yang bising, keramaian, dan bersenang-senang kedengarannya sangat seru. Ia ingin menjalani semuanya, seperti anak normal. Tapi tugas-tugas itu tidak bisa ditinggalkan. Baginya tugas itu tanggung jawab, dan tanggung jawab adalah janji yang harus dilunasi.
Selepas mandi, Nadine langsung menyalakan laptopnya. Sambil menyantap salad, ia mulai membuka Google dan mencari beberapa artikel. Tapi suara bising itu berkali-kali memecah konsentrasinya. Tak lama seseorang membuka pintu dan suara bising itu pun langsung menyeruak masuk.

"The heck you're doing?"

Nadine spontan memutar tubuhnya. Seorang perempuan berambut pirang keemasan yang tampak lelah dengan T-shirt putih transparan yang ketat namun kusut dan cargo pants yang trendi sedang berdiri sambil berkacak pinggang di muka pintu. Astrid Morgenstern sudah menjadi teman sekamarnya sejak mereka masih freshman di St. Clavius Hall Dormitory. Beberapa bulan yang lalu mereka pindah dan berbagi apartemen untuk meringankan biaya sewa. Ia menutup pintu lalu berjalan menuju Nadine.

"Apa?" kedua bahu Nadine terangkat.

"Kamu lagi ngapain? Mengerjakan tugas lagi? Demi Tuhan, Nadine Alisha, bisa nggak sih kamu satu malam saja berhenti melakukan itu dan mencari kesenangan." Perempuan keturunan Jerman-Malaysia itu berbicara seperti pacar yang protes karena pasangannya terlalu sibuk dengan kegiatannya.

"Well, aku senang kok. Maksudku mengerjakan tugas itu menyenangkan kok." Sergah Nadine. Tapi Astrid tahu kalau Nadine sedang membohongi dirinya sendiri. "Memangnya ada apa sih?" Tanya Nadine.

Astrid menghela napas pelan, "Party at Toby Hemsworth's. Mau ikut?"

"Kamu tahu aku tidak bisa." Nadine menyahut sambil memutar tubuhnya kembali menghadap laptopnya.

Astrid menggeleng gemas lalu berbalik dan keluar. Nadine lantas melanjutkan pekerjaannya, tetapi ia benar-benar kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan di tengah kepungan suara bising yang seolah menyesaki isi kepalanya ini. Setengah jam kemudian Nadine menyerah, ia memutuskan untuk melompat ke tempat tidurnya.

Matanya hampir saja tertutup ketika Astrid kembali dan berbicara di depan pintu kamarnya. "Hey, kamu! Come on, don't be antisocial."

Dari balik selimutnya Nadine menyahut, "aku mau tidur, Miss Morgenstern!"

"This early?" tanya astrid

"Ini hampir tengah malam." Nadine menunjuk ke arah jam digital di atas meja di sisi tempat tidurnya.

Summer Solstice and Strawberry Moon (Bahasa Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang