ᴘʀᴏʟᴏɢᴜᴇ

548 43 22
                                    

L E T
P R O L O G U E

“Because she was a rainbow, so she found the colors to paint him where the world had left him gray, but yet, he was color blind.”

•••

    KETENTUAN yang mangkir kusadari telah membakar segalanya nyaris tak bersisa, semua susunan entah bagaimana tahu-tahu sudah lolos meledak begitu saja, menguap, meracuni udara hingga aku sadar kala sudah terlalu lama sekarat kehabisan daya untuk sekadar bernapas.

    Kepingan kerangkanya pecah belah didepan netraku, terlalu nyata tak berguna untuk berputar berulang-ulang memenuhi sirkuit kepala sampai rusak, mempertebal frasa menyebalkan sebangsa 'inilah yang dimaksud dengan penyesalan datang terlambat' namun aku enggan memerankannya. Seberkas kenangan menyengat benakku, mengirimkan pengakuan teredam lainnya bahwa sepanjang cerita aku buta akan peranku, ingatan tentang bertentangnya prespektif pernikahan diantara kami membuatku mual, dan bahwa sederet kalimat, 'Aku ingin menikahi seorang yang aku tidak bisa hidup tanpanya' adalah hal yang muncul dari belah bibirku. Aku benar-benar mengerti sekarang, yeah tentu saja, memangnya apalagi sampai aku rela terdampar sejauh ini, ketetapan yang mempersinting.

   Aku sendiri tidak pernah terlalu memerhatikan detail pesta pernikahan, namun aku mendeklarasikan bahwa itu jelek sekali sampai-sampai aku terpengaruh begitu ketakutan akan kelangsungan acara hingga tahu-tahu mencomot peran vandalisme dadakan dengan berlari super kesetanan.

  Hari itu, persetan pikiranku bahkan sudah kelewat terkontaminasi delusi untuk mencari tahu pagi, siang, sorekah saat itu, konsentrasi cerai berai serentak dengan menit-menit yang mengkeret. Rasa-rasanya aku tidak pernah selega waktu itu, ketika akhirnya tinjuku meremukan rahang si pusat atensi bertumpu. Incaranku yang ternyata keliru, minggat, dan barangkali itulah mengapa tubuhku terpaku bisu dipijakan begitu menyaksikan objek yang salah tersebut menghilang, secepat kilat menyambar seluruh bagian yang memang mestinya esensial hingga keakar, menarik rincian-rincian ketololan yang terjalin-jalin sudah begitu ruwet nan panjang jadi satu senyawa pembodohan.

   “Zayn? ...”  Aku tidak tahu bahwa bernapas bisa sepayah itu, sebab karbondioksida baru terasa berembus berdesakan begitu runguku kemasukan suaranya. Aku menciptakan neraka sendiri dan menjebloskan malaikat kedalamnya, tak heran bahwa aku kehilangan pikiran.[]

Note:    
 
So sorry kalau ini sucks af, tapi aku usahain semampu aku 🖤

 

heartsease [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang