Sang pemberi harapan

916 59 61
                                    


Dari awal harusnya aku menghindari ini.

Menghindarimu.

Menghindari kebodohan yang bernama cinta.

Aku bodoh mengiramu bintang
yang memancarkan keindahan setiap malamnya.

Nyatanya kau hanyalah pelangi
yang memberi keindahan sesaat.

Aku masih ingat, saat pertama kali mata ini terkunci denganmu
adalah awal dari kisah ini.

Kau terus memberi sebuah hal yang berbeda kepadaku,
aku berusaha mengalihkannya.

Tetapi,

Kau tak pernah menyerah.

Seolah selalu menghantui
dengan hadir di setiap langkahku.

Muncul saat aku tak ingin melihatmu.

Tak sadarkah kalau kau begitu menyebalkan?

Tak sadarkah kau menyebalkan karena akhirnya berhasil menciptakan cinta di hati ini?

Aku akui,

Kau membuatku merasa lebih berharga dibanding sebelumnya.

Kau membuatku tersenyum di saat terpurukku.

Kau memotivasiku dengan segala rangkaian katamu.

Kau selalu membuatku tertawa dengan tingkahmu.

Membuatku merindukan perhatianmu.

Merindukan tatapan mata
yang selalu kau beri saat kita bertemu,
atau saat tak sengaja bertemu.

Merindukan harapan semu yang kau tunjukkan.

Merindukan moment kita yang masih terekam dengan jelas.

Bolehkah aku bertanya?

Apakah aku masih pantas menyebut kata kita?

Apakah aku masih pantas jika ternyata kebohongan yang kau ciptakan dalam sebuah ketidakpastian?

Apakah aku pantas untuk sekedar mencintai seseorang yang tak seharusnya kucintai?

Apakah aku pantas untuk meminta cinta yang dulu kau berikan padaku?

Jika saat ini,

Kau telah melupakan arti dari kita.

Kau telah mengusir bayang-bayangku.

Kau telah menghancurkan segala asa yang kau bangun sendiri.

Kau telah memiliki seseorang yang berada di sampingmu.

Kau telah berbahagia dengan dia yang (mungkin) mencintaimu.

Dan,

Kau telah melupakan gadis angkuh dan munafik yang sebenarnya sangat mencintaimu dalam diamnya.

Gadis itu bernama aku, dengan air mata yang kini membasahi pipinya.

Sudah berapa kali aku mencoba bertahan selaras dengan seberapa kali kau mencoba meruntuhkanku.

Tapi saat ini, aku minta maaf.

Karena,

Tak mungkin lagi aku bertahan mencintai sebuah kesakitan.

Dan kau adalah kesakitanku.

Gemericik hujan saat ini mengingatkanku akan satu hal,

Harapan.

Kau dulu memupuknya terlalu dalam pada diriku, membiarkannya tumbuh, lalu saat ini menghancurka n satu demi persatu.

Aku mohon,

Jangan hanya kau potong separuh bagiannya, tolong cabut saja harapan yang kau tanam sampai ke ujung akarnya.

Karena meskipun kau sudah tidak memupukinya lagi, akar dari sebuah harapan itu perlahan aku tumbuh lagi.

Dan aku tak mau memeliharanya lagi.

Aku tak memungkiri,

Bahwa aku sangat membencimu.

Aku sangat membencinya.

Aku membenci kalian berdua.

Namun,

Seseorang yang paling kubenci saat ini adalah diriku yang masih teringat akan dirimu.

Tetapi percayalah,

Aku pasti bisa melupakanmu.

Dan biarkanlah waktu yang akan membantuku.

Terima kasih kepadamu yang namanya berarti kebebasan.

Dari seseorang yang dengan mudahnya kau lupakan.

28th Of June 2016

Sang Pemberi Harapan [ONE-SHOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang