Sebuah elusan lembut terasa di kepalaku. Elusan yang terasa sedingin es. Membuatku menggeliat pelan di atas ranjangku.
"Tidak mau bangun juga ternyata,"
Suara tegas itu menelusup pendengaranku dengan jelas. Aku bergidik geli kala nafasnya menyentuh kulit leherku. Namun masih tak cukup untuk membuatku membuka katup mataku.
Sebuah hembusan nafas dingin terdengar di dekat telingaku. Nafas yang sedingin es. "Bangun atau aku berdiri di dekat perapian." ujar sebuah suara.
Spontan aku membuka mata dan menyingkapkan selimutku. Dengan wajah kantuk dan rambut berantakan aku menjawabnya,
"Iya, iya, aku akan bangun, tuan manusia salju. Jadi diam di tempat dan menjauhlah dari perapian, oke?"
Pria berkulit putih pucat itu terkekeh. Iya mengangguk lalu mengusap pelan kepalaku. "Aku sudah siapkan sarapan, cepatlah cuci mukamu dan temui aku di meja makan."
_*_*_
"Ya! Min Suga, tidakkah kau bosan seharian berbaring sambil menatap foto itu?"
Suga tersenyum sambil terus menatap sebuah foto kusam di tangannya.
"Kenapa harus bosan? Ini foto lamaku. Aku menyukainya, aku terlihat sangat imut di sini. Kau membuatku dengan sangat baik."
Aku memukul kepalanya pelan. "Kenapa kau ini percaya diri sekali? Kau tidak pernah terlihat imut dan tidak akan pernah, tahu?"
Suga mengaduh pelan sambil mengusap kepalanya yang tertutupi surai keperakan.
"Lalu, kenapa kau mempertahankanku kalau aku tidak imut?"
Aku tak menjawab pertanyaan Suga. Aku hanya berbalik pergi meninggalkannya dengan senyum yang tertahan.
Karena kau segalanya buatku, dasar bodoh.
_*_*_
"Musim dingin hampir berakhir."
Suara sendu Suga menyadarkanku dari lamunan. Namun aku tak mengalihkan pandanganku pada tumpukan salju di halaman rumahku.
"Bagaimana hubunganmu dengan teman-teman sekolahmu?"
Pertanyaan Suga seolah menohokku. Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa.
"Bukan urusanmu."
Aku beranjak pergi meninggalkan Suga dengan air mata yang menggantung dan perasaan hancur.
"Kau bahagia?"
Berhenti.
"Kau bisa tersenyum?"
Hentikan.
"Kau bisa tertawa?"
Kumohon.
"Kalau begitu aku--"
"HENTIKAN!!"
Aku membanting vas bunga di atas meja makan dengan penuh amarah. Tangisku pecah. Aku tak mampu menahannya lagi.
Pandanganku tertutup air mata. Yang mampu kulihat hanyalah siluet Suga yang masih duduk di sofa. Aku tak mampu berkata-kata. Suaraku bagai tercekat di tenggorokan.
"Kenapa? Kau mau pergi? Mau meninggalkanku? Kau membenciku? Kau lelah?"
Air mataku semakin deras. Napasku tak karuan. Aku memukul dadaku. Mencoba melancarkan sirkulasi pernapasanku yang tercekat.
"Aku--aku--kenapa,Suga? Kumohon--"
Aku terduduk lemas di lantai. Masih memukul dadaku. Masih mengalirkan berlian bening dari manikku.
Hingga sebuah pelukan dingin menyelimutiku.
"Tidak akan." bisik suara itu. "Tak akan pernah kutinggalkan kau seperti ini."
Aku mendongak. Kutatap wajah pucat Suga. "Lalu kapan? Kapan kau akan meninggalkanku? Saat aku sudah bahagia? Saat aku sudah mampu tersenyum?"
Suga diam. Masih menatapku dengan mata indahnya. Menusuk hatiku dengan tatapan dinginnya.
Aku memukul dadanya perlahan. Aku kehabisan tenaga.
"Kau jahat. Kau mengingkari janjimu. Kau pembohong. Kau pembohong, Min Suga."
Suga diam. Ia mempererat pelukan dinginnya.
_*_*_
"Kau bisa bertahan di sini selama musim semi, oke?"
Suga menatapku sendu. Tatapan yang sangat tidak ku suka.
Dengan cepat aku memalingkan wajahku darinya. Aku hendak beranjak pergi hingga tangan dingin Suga menahanku.
"Kumohon dengarkan aku kali ini saja." ujar suara dinginnya.
Aku membeku. Tidak. Aku tidak ingin mendengar apapun darinya.
"Aku tahu kau bahagia. Aku tahu kau tak lagi kedinginan. Aku tahu senyummu kini bisa bertahan lama. Dan aku tahu kini kau bisa tertawa tanpaku."
Aku tahu kemana arah pembicaraan ini dan aku tak ingin melanjutkannya.
"Musim semi sudah tiba dan aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Manusia salju berhati dingin sepertiku takkan mampu bertahan melewati musim semi dan musim panas,
aku tak akan bisa memelukmu seperti dulu. Tak bisa membangunkanmu seperti biasanya. Tapi aku janji, aku akan selalu ada di sisimu meski tidak dalam bentuk seorang Suga yang kau kenal."
Air mataku mulai menetes. Aku belum siap merelakan kepergian Suga. Sosok yang memberiku kekuatan saat aku kehilangan semuanya, mendekapku dalam pelukan dinginnya saat aku kesepian. Dia segalanya untukku.
"Aku tahu kau kini sudah punya banyak teman. Jimin, Jungkook, Namjoon, dan lainnya. Aku tahu kau bahagia bersama mereka,
dan kini tugasku selesai. Aku harus pergi."
Kurasakan genggamannya mengendur. Dan kudapati dirinya yang mulai menghilang.
Suga berdiri di depan pintu dengan senyum dinginnya. Ia menatapku dengan mata berlinang air mata. Ah, manusia salju bisa menangis rupanya?
Aku tak mampu berkata-kata. Hanya mampu menatap kepergiannya di balik salju terakhir musim ini.
"Aku bahagia karena mu, Suga. Terima kasih."
_*_*_
Aku berbaring di sofa sambil terus manatapi sebuah foto kecil yang kusam. Foto sebuah manusia salju yang berdiri sendirian di tengah halaman bersalju. Foto yang selalu ditatap Suga.
Lama kutatap foto itu. Sesekali tersenyum mengingat sebuah keajaiban yang tak pernah kusangka.
Bagaimana mungkin manusia salju yang kubuat tiba-tiba hidup dan berwujud seorang pria tampan dengan setiap rasa dingin dalam dirinya?
Min Suga.
Kini sosok itu sudah pergi. Tak lagi menemaniku seperti dulu. Tak lagi membangunkanku dengan elusan lembutnya.
Namun di sinilah ia sekarang. Berdiri tegak di tengah halaman dalam wujud manusia salju berhidung wortel.
Suga menepati janjinya. Ia tetap berada di sisiku meski tidak dalam wujud Suga yang ku kenal. Tapi dalam bentuk seorang manusia salju yang bahkan tak menghilang dalam panas.
Terima kasih, Suga. Aku mencintaimu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BTS IMAGINE
RandomWARNING : Membaca ini menyebabkan kebaperan, lemah jantung, kejonesan meningkat, dan kesepian yang berlebihan. Bagi yang merasa tidak sanggup melanjutkan silakan untuk segera melambaikan tangan ke kamera. Enjoy reading guys~~