DEANDRA mendengus kesal. Jemari lentiknya memainkan bolpoinnya tanpa tujuan. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk menopang wajahnya. Atensinya sama sekali tak tertarik sejak jam istirahat tadi. Sekarang, yang ia tunggu hanya satu. Bel pelajaran berakhir. Setelah itu, kasur empuk nan nyaman yang sudah sedari tadi ingin ia hinggapi.
Pak Diman, masih betah mengoceh panjang kali lebar, ngalor ngidul, yang justru keluar dari pelajaran. Mulai dari menceritakan anak bungsunya yang baru kena tipu oleh tukang es dawet emperan lampu merah, istrinya yang meminta dibelikan emas berlian, sampai ayam jantannya yang hanya berkokok saat langit menggelap. Samar-samar Deandra masih mendengarkan, ia bukan tipe pemalas sebenarnya. Hanya saja, semalam ia baru tidur saat malam mulai merangkak ke dini hari akibat membaca novel sastra karangan Sapardi Djoko Damono yang berjudul Melipat Jarak. Matanya seketika menyegar kembali saat ia mendapati novel yang masih disegel rapi itu tergeletak tentram di atas meja belajarnya sepulang ia kerja kelompok sore kemarin. Dan inilah akibatnya. Jangankan untuk memperhatikan papan tulis lantas mencatat materi, untuk terbuka saja sulit sekali rasanya bagi Deandra.
"Sssttt! Pak Diman mulai ngeliatin lo, tuh!" Ara membisik dengan tangan yang ia letakkan di bawah meja untuk menyenggol-nyenggol tubuh Deandra. Deandra mendengus sembari mengangguk lantas mulai mengangkat kepalanya yang semula ia telungkupkan saat tangan yang ia gunakan untuk menopang wajahnya terasa pegal.
Mata Deandra mulai ia paksakan terbuka, terkesan memelototi karena jika tidak, maka kelopak matanya akan kembali turun—menutupi bola matanya. Deandra menyungut dalam hati. Kampret. Gak lagi-lagi gue begadang!
Saat matanya tertutup, tak sampai satu detik Deandra langsung membukanya. Bisa habis jika ia ketahuan tertidur di jam pelajaran Pak Diman. Wajahnya memang tidak sangar, tetapi hukuman yang ia berikan. Beuh, jangan ditanya. Walaupun Deandra belum pernah mengalami secara langsung, tetapi temannya yang duduk tepat di belakangnya pernah. Waktu itu, saat bulan Ramadhan, Tio yang tengah tertidur pulas dengan posisi duduk tegak, langsung disambar oleh penghapus papan tulis yang Pak Diman lemparkan. Saat dimarahi, Tio beralasan bahwa semalam ia ikut rombongan untuk membangunkan warga sahur, tetapi Pak Diman tetap tak peduli. Saat Tio mengingatkan Pak Diman bahwa jika marah-marah bisa mengakibatkan puasa batal, Pak Diman semakin marah, bahkan mengadakan ulangan dadakan untuk seisi kelas. Seketika itu juga seisi kelas langsung mengutuk Tio, mengatainya dengan sumpah serapah—walaupun beberapa di antaranya hanya dalam hati—, karena ia lupa bahwa Pak Diman bukan umat islam.
"Alhamdulillah," Deandra berucap saat Pak Diman keluar dari kelasnya. Disusul dengan kepalanya yang langsung menelungkup pada permukaan meja. Ara yang melihat hanya geleng-geleng kepala. Temannya yang satu ini memang sudah tidak jarang lagi jika ia mengantuk saat jam pelajaran karena begadang, dan begadangnya karena membaca buku. Sesuatu yang mayoritas sangat malas untuk orang lakukan.
"Bareng, gak?" Suara Ara menginterupsi otak Deandra yang hendak masuk ke alam mimpi. Tanpa mengangkat kepalanya, Deandra berujar, "gak usah. Gue bareng Bang Prabu."
Setelah Ara mengucapkan salam dan berpamitan keluar kelas, Deandra mengangkat kepalanya lantas membereskan alat-alat tulis beserta bukunya ke dalam tasnya. Memakai sweater hitam tipisnya dan kembali menelungkupkan kepalanya ke permukaan meja. Cukup lama hingga suara derapan kaki yang mendekat ke arahnya membuat Deandra mendongak seketika. Mengagetkan si empunya kaki. Ralat, mereka sama terkejutnya.
"Dea bukan?" Deandra mengangguk. Penglihatannya mencerah seketika. Ia sering melihat laki-laki ini bersama kakaknya.
"Prabu ada latihan basket, lo mau nunggu dia atau pulang duluan?" Laki-laki itu berucap santai sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Cool, man. Eh? Deandra memuji lalu merutuki dirinya sendiri dalam hati.
STAI LEGGENDO
Deandrew
Teen Fiction"Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni.." - De "Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu.." - Du