Bulan purnama. Bagi sekelompok orang, bulan purnama selalu diasosiasikan dengan berbagai hal seperti pertanda akan datangnya berkah atau pun bencana. Bagi predator seperti serigala, malam hari saat bulan purnama adalah saat yang paling tepat untuk berburu.
Malam itu seharusnya menjadi malam yang tenang. Kebanyakan orang yang tinggal di kota Surabaya pasti sudah terbaring, tertidur lelap dalam hangat dan nyamannya tempat tidur mereka. Meski begitu, hal yang sebaliknya justru terjadi di salah satu sudut kota.
Suara raungan, rintihan dan teriakan-teriakan bisa terdengar dengan jelas di salah satu gudang besar yang ada di sudut kota. Bau darah dan tanah bercampur menjadi satu dan menyebar di udara.
"Ukh, monster!" seru seorang pria sambil meringkuk kesakitan di atas tanah.Tubuhnya gemetaran dan tangan kirinya menggenggam erat pergelangan tangan kanannya yang bergelantung patah.
"Oh, ayolah...," ucap seoranglaki-laki dengan nada kekecewaan yang luar biasa, "Jumlah kalian ada tujuh orang tetapi hanya segini kemampuan kalian?"
Orang itu memilikirambut berwarna perak. Sekilas, karena rambutnya itu, dia tampak seperti orang tua dengan rambut penuh uban. Pada kenyataannya, dia masih berumur lima belas tahun. Meskipun berumur lima belas tahun, dia memiliki tubuh yang besar dengan tinggi yang tidak biasa: sekitar 196 sentimeter.
Anaklaki-laki ituberdiridiantara sekelompok pria dewasa yang terbaring, tercecer layaknya kertas, di atas tanah. Sebagian dari mereka sudah tak sadarkan, sementara sebagian lainnya tampak gemetaran menahan rasa sakit akibat luka-luka mereka.
Dia tampak tidak tertarik sama sekali dengan orang-orang yang telah dia hajar. Kedua bola matanya yang berwarna merah bergulir. Pandangannya kini tertuju pada sebuah pisau di dekat pria yang tangannya patah.
Dia pun berjalan menuju pisau tersebut. Dia membungkukan badan dan meraih pisau tersebut bersama dengan tangan kanan pria dihadapannya. Anak laki-laki itu kemudian mengangkat keduanya seakan tidak ada perbedaan sama sekali diantara keduanya.
"Uuuaggghhh!! Uhh... Uhh...," pria tersebut berteriak kesakitan.
"Hei, hei... Jangan menangis hanya karena tangan patahmu kutarik. Kau orang dewasa bukan?"
"T-Terkutuk... kau...!!" pria tersebut meludah ke wajah anak laki-laki di depannya.
Anak laki-laki itu bergeming. Normalnya, jika seseorang akan marah jika wajahnya diludahi. Akan tetapi, ekspresi anak itu sama sekali tidak menunjukan kemarahan. Justru sebaliknya, wajahnya tampak tidak bersemangat sekali untuk bereaksi.
Kedua matanya menutup. Tangannya menggenggam erat pisau. Ada perasaan sedih dan keengganan yang sangat mendalam muncul dalam dirinya. Perasaan yang timbul karena suatu hal yang harus dia lakukan.
Membunuh orang dihadapannya...
Anak laki-laki itu sama sekali tidak menyimpan dendam pribadi terhadap pria dihadapannya. Dia juga tidak kenal sama sekali dengan pria itu. Akan tetapi, karena suatu "tugas" yang dia terima sebagai seorang mercenary, dia harus melakukannya.
Memantapkan hati, dia pun menarik tangan kanannya ke belakang dan bersiap menghujam perut pria didepannya dengan pisau.
Akan tetapi, gerakannya tiba-tiba terhenti. Seseorang menggenggam tangannya.
Anak laki-laki itu melirik ke kanan, "Kau...!?"
Seorang gadis berambut biru tampak berdiri disana. Tubuhnya kecil—jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan si anak laki-laki yang tinggi dan besar. Meski begitu, perbedaan ukuran tubuh sama sekali tidak dapat menggambarkan perbedaan kekuatan diantara keduanya. Anak laki-laki itu tampak tak dapat menggerakan tangannya yang digenggam oleh si gadis.
"Wah, wah, kerjaanmu berantakan seperti biasa ya... Alexander Hiro," ucap seseorang yang tiba-tiba muncul tak jauh dari sebelah kanan anak laki-laki itu.
Anak laki-laki itu—Hiro—mendengus.
"Sudah kuduga. Kalau si rambut biru itu ada disini, kau juga pasti ada disini... Adam Griffin."
Adam tersenyum, "Aku mendengar ada seorang remaja laki-laki yang tengah mengamuk dan menghajar setiap orang yang dia temui di kota ini. Seperti yang kuduga, orang itu adalah dirimu."
"Lalu?"
"Dengar Hiro, disini adalah kotaku. Kau tidak bisa seenaknya saja menghajar setiap orang yang kau temui hanya karena seseorang menyewamu."
"Aku ini predator, seekor serigala. Aku berburu untuk hidup."
"Ada cara yang lebih baik daripada ini untuk bertahan hidup. Jauh lebih baik daripada membunuh seseorang. Kau tahu, ibumu takkan suka jika tahu kau membunuh seseorang."
Hiro mendelik. Tampak marah.
"Jangan membicarakan ibu didepanku! Dan kau si rambut biru, lepaskan tanganmu atau kau akan merasakan akibatnya."
Gadis berambut biru mengeratkan genggaman tangannya. Bola matanya yang berwarna biru langit menatap Hiro. Raut wajahnya tampak sedih.
"Kak Hiro...," ucap gadis itu, "...kakak tak perlu sampai berbuat sejauh ini. Kakak bisa kembali ke clan Griffin seperti dulu jika kakak mau."
"Haaa? Siapa yang mau kembali ke clan bodoh itu?" Hiro melepaskan lengan pria dihadapannya. Pria tersebut jatuh ke atas tanah dan kemudian merangkak menjauh.
"Lagipula...," lanjut Hiro,"Aku ini bukan kakakmu, dasar bodoh!!"
Hiro melepaskan pisau di tangan kanannya. Dengan sekali hentakan, dia berhasil melepaskan tangannya dari genggaman si gadis. Hiro kemudian menangkap lengan gadis itu, menggenggamnya erat dan melemparkan gadis itu.
Gadis itu melayang, meluncur di udara hingga akhirnya menghantam dinding tembok hingga hancur.
"Kairi!!" Adam memanggil gadis tersebut.
"Terima kasih karena berhasil membuatku semarah ini, Adam." Hiro menggeram.
Adam menatap Hiro tajam. Anak laki-laki itu tampak tetap tenang meskipun dihadapannya berdiri seorang 'monster' dengan nafsu membunuh yang sangat tinggi.
"Nah, jika kau punya waktu untuk mencemaskan orang lain, gunakanlah waktu tersebut untuk mencemaskan dirimu saat ini!" Hiro melangkah.
"Berhenti!"seseorang berteriak.
Hiro menghentikan langkahnya. Dia dan Adam menoleh ke asal suara. Suara tersebut berasal dari puing-puing tembok yang terhantam tubuh Kairi.
Kairi berdiri disana. Bajunya terlihat agak compang-camping dengan sobekan disana-sini. Memar biru terlihat dibeberapa bagian tubuhnya. Darah tampak mengalir dari keningnya ke mata kanannya. Akan tetapi, meski tampak terluka parah akibat terlempar dan menghantam tembok, Kairi tampak berdiri tegap seakan-akan dia tidak terluka sama sekali.
Kairi meludahkan darah ke samping. Matanya tampak menatap Hiro tajam.
"Dasar kakak brengsek," ucap Kairi, "Jika kau berani menyentuh tuan Adam, aku akan membunuhmu."
"Umm, Kairi... tolong gunakan bahasa yang agak lebih sopan sedikit," ucap Adam pelan.
"Sepertinya, monster dalam dirimu telah bangkit," Hiro tersenyum. Dia tampak sangat bersemangat, "Menarik.... Kurasa malam ini, aku bisa melakukan sedikit pemanasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation #2 - Howling
Science FictionMalam adalah waktu yang tepat untuk berburu bagi para serigala. Peter dan Sera sibuk melakukan 'latihan khusus' sebelum berangkat menuju kerajaan Taurus. Sementara itu, Ellie mendapatkan peringatan dari Adam mengenai seorang Mercenary terkuat di kot...