PROLOGUE

46 4 2
                                    

             Gerimis masih menemaniku malam ini,kulihat jam menunjukan waktu sekitar pukul 22:30 waktu Indonesia bagian Bandung. Dengan ditemani secangkir kopi gayo asli aceh buatan ibuku dan petikan gitar Jimi Hendrix yang mengiang ditelingaku,aku duduk di meja kerja ku yang sengaja aku letakan dekat jendela. Ya,dengan tujuan supaya aku bisa mendapatkan sirkulasi udara yang baik saat mengerjakan tugas di meja itu.

             Ohya! Aku Banda,nama lengkap ku Muhammad Syahbandar,lebih lengkap nya lagi Muhammad Syahbandar bin Teuku Andi Hussein. Itu nama ayahku,nama panggilan ku mengingatkan ayahku yang berasal dari Banda Aceh,dan Syahbandar sendiri diberikan oleh kakekku yang dulu nya adalah seorang kepala pelabuhan atau arti dari Syahbandar itu sendiri.

            Hari ini genap aku dan keluargaku sebulan pindah ke Bandung setelah sebelumnya aku menetap setahun di Jakarta. Aku tinggal disebuah rumah kontrak didaerah pusat pemerintahan provinsi jawa barat,disebuah gang dibelakang kantor besar penyedia layanan dan jaringan telekomunikasi terbesar di Indonesia milik negara. Pertigaan masih terguyur gerimis sejak sore tadi,kulihat dari jendela warung milik Bu Neneng tetangga sebelahku masih ramai saja dengan bapa-bapa yang sedang asik ngopi sembari bermain karambol.

           Jimi Hendrix,The Beatles,The Doors,Pink Floyd,Nirvana masih merasuki seisi kamarku,menemani aku yang tenggelam dalam lamunan. Ohyaa,aku sudah pindah posisi kali ini aku sedang berbaring dipojokan kamar,diatas kasur dan ditemani poster Kurt Cobain berukuran 1 x 1. Dibawah terdengar obrolan ayah,bunda,dua orang abangku,dan satu orang adik perempuanku yang sangat hangat.

"Bandaaaaaaaa!!" terdengar teriakan bunda memanggilku dari lantai bawah.

"Banda sini! , abangmu bawa martabak kesukaan kamu!" disusul teriakan ayah yang memanggilku juga.

"Meluncurrr secepat roket yah bun!!" jawabku dengan kencang.

           Sebenarnya lantai rumahku tidaklah seperti yang ada didalam bayangan kalian layaknya seperti antara lantai satu dan dua,dua buah anak tangga cukup bagi keluarga untuk menyebut bahwa itu adalah pemisah antara lantai satu dengan lantai. Ya memang aneh, tapi Putri lah alasan dari semua ini. Ya Putri Kayla Hussein adik kesayangan ku yang memiliki phobia terhadap terhadap ketinggian atau disebut juga dengan istilah Acrophobia.

'Acrophobia is an extreme or irrational fear or phobia of heights, especially when one is not particularly high up. It belongs to a category of specific phobias, called space and motion discomfort, that share both similar etiology and options for treatment."

          Itu adalah pengertian acrophobia yang kubaca dari wiki si anak pintar. Dua buah anak tangga dirumahku adalah batas ketinggian yang dapat ditolerir oleh Putri,baginya tangga itu sama tinggi-nya dengan Burj Khalifa di Uni Emirat sana. Lebih dari itu Putri bisa panik tidak karuan,terkadang sampai nangis menjerit.

          Yaa lanjut lagi antara aku, dan teriakan ayah bunda. Posisi ku kali ini baru saja keluar dari pintu kamarku,ku turuni penanda antara lantai dua dan satu dirumah ku yaa dua buah anak tangga itu.

"Satuuuuuuuuu......Duaaaaaaaaaa.......Huh cape banget turun tangga dari lantai dua hahaha" ucapku kepada adikku.

"Hmmmm! Udah berani ngejek yaaa!" balas adikku sembari melotot melihatku.

"Hahahahahaha" aku tertawa kencang.

          Aku habiskan malam itu dengan martabak,kopi gayo,dan obrolan hangat bersama keluarga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Phobia [pho·bi·a]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang