Chapter 2

9 1 4
                                        

Menurutku pelajaran kimia memang susah. Gumamku yang sedang mengamati kantung mata yang menjijikkan ini. Ini pasti gara-gara aku belajar giat malam-malam demi kimia. Heol~ 30 menit lagi sebelum bel masuk kelas, tapi aku masih enggan berangkat dengan sepedaku--mungkin karena ini aku selalu terlambat.

*Tiintiin*
Suara klakson mobil itu sepertinya memanggil seseorang di rumahku. “Nuna’ya!” Ji-Jimin?!

*

“Ada apa kau menjemputku?” cih, ditanya malah senyum.

“Nuna mau dimarahi  Pak Guru lagi?”

“Ah, aniyo” sekarang malah tertawa. Ngomong-ngomong, melihat style’nya menyetir mobil, dia terlihat lebih dewasa. Seperti lebih tua dariku--tapi bukan karena aku pendek.

“Tidak mungkin aku mendapat pelajaran tambahan tanpa membayar..”

“M-mwo?!” lagi-lagi dia hanya tersenyum. “Ah, kau tidak perlu seperti ini. Aku senang mengajarimu” rupanya anak ini paham caranya berterima kasih. Tapi tolong, hentikan senyuman manis itu! Kau membuatku keringatan.

“Aku juga senang mengantarkan Nuna seperti ini” katanya sambil menatapku. Lalu melihat jalanan kembali dan sembari membasahi bibirnya dengan lidahnya, dia menginjak pedal gas dan mendengus.

Untuk beberapa saat kami berdua terdiam, hingga yang terdengar hanyalah aktivitas dijalanan dan gemuruh AC mobil. Dia pun tidak melirikku lagi sejak saat itu. Setelah sampai di sekolah pun, dia masih tidak mengubah raut wajahnya. Bahkan sampai dikelas.

“Saelin’ssi!!” nah, sahabatku yang kemarin tidak hadir itu sekarang sudah datang--gembira sekali.

“Aku pergi dulu, Nuna” tiba-tiba Jimin meninggalkanku saat Mirae datang.  Mungkin dia tidak ingin aku terganggu. Tapi tetap saja perilaku yang berubah drastis itu janggal sekali.

“Ya, Saelin’ssi? Kau berpacaran dengan Jimin?” hei, anak ini..

“Bicara apa kamu, eoh?” Mirae ini memang ahli dalam bergurau.

“Kukira kalian berangkat ke sekolah bersama..” ah. Kau membuntutiku atau hanya berlogika?

“Yang itu memang benar, dia menjemputku” jangan buat kesimpulan bahwa kami berpacaran hanya berdasarkan berangkat bersama.

“Tuh ‘kan. Kalian berpacaran. Eh, lebih tepatnya si Jimin itu yang sedang mendekatimu..” anak ini benar-benar.. Aaissh!

“Stop. Kau tak tahu apa-apa” tapi yang kutahu dia tidak pernah kehabisan kata-kata.

“Ah, come on… hanya satu hari aku absen, dan aku sudah ketinggalan berita? Sudahlah, aku tidak ingin berdebat dengan duta internasional Busan.. masuklah ke kelas dahulu, aku akan memasang softlens” heol~ duta Busan katanya. Tapi untunglah dia mengakhiri bicaranya sendiri--biasanya hanya Pak guru Kim yang bisa membuatnya diam. Atau bila Jeon Jungkook sahabat Jimin yang dia sukai di kelas sebelah itu lewat, dia langsung diam.

***

“Jo Saelin, kau masih memberikan bimbingan belajar untuk Park Jimin, bukan?” tanya pak guru Kim serius.

“Iya, Ssem” hanya itu ‘kah yang anda mau tau? Suasananya jadi agak menakutkan karena disini dingin. Ssem hanya mengetuk-ketuk pulpennya ke meja. Apa aku melakukan hal yang salah?

“Mulai sekarang kau bebas. Kau tidak perlu mengajarinya lagi” eh? Kenapa seperti ini? “Entahlah, alasannya sedikit tidak logis. Tapi ibunya yang memintamu--melalui saya--untuk berhenti mengajari Jimin lagi”

“Memangnya, apa salah saya?” ibu mana yang tidak ingin anaknya berkembang?

“Kau ingin tahu, rupanya” Ssem, jangan menakutiku seperti ini. Aku hanya memberikan 30 menit pengajaran setelah pulang sekolah dan biasanya dia sendiri yang minta tambahan waktu. “Ibunya Jimin sudah menjodohkannya dengan seorang lain” bodoh. Memangnya aku merayunya? “Dan kata Ibunya, Jimin menyukaimu. Jadi dia ingin kau untuk menjauhinya beberapa waktu ke depan, termasuk untuk tidak mengajarinya lagi” aku ingin tertawa. Pemikiran yang sangat kuno.

“Eemm.. Apa bapak sendiri tidak menjelaskan kalau saya hanya mengajar, seperti guru-guru perempuan lainnya? Lagipula ibunya bisa berada disampingnya saat aku mengajar” ibu yang aneh. “Bapak juga sering melihat kami saat pulang sekolah, ‘bukan? Apa yang kami lakukan? Hanya belajar, ‘kan?”

“Iya, iya saya tahu. Saya memanggilmu kesini hanya untuk memberitahu hal ini. Apa kau juga menyukai Jimin? Kau membelanya mati-matian barusan” Sse-ssem?! Ah! Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi.

“Baik” aku sudah muak. “Terima kasih atas informasinya, Ssem” waktu istirahatku terbuang sia-sia hanya karena orang tua aneh itu. Entah darimana wajah tampan dan sikap baik Jimin itu berasal. Ah, mungkin karena itu sikap Jimin tadi pagi berubah. Aku akan bersikap tak tahu apa-apa, sekedar memastikan apa yang dikatakan Kim Ssem benar. 

Draw Me (Ft. Park Jimin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang