Langit menabraknya hingga ia dan Bintang dengan kompak mencium aspal lapangan sekolah.
"Ssshhh.." Ringis Bintang sembaru memegangi telapak tangannya yang lecet dan berdarah.
Ia pun dengan susah payah bangkit berdiri--sembari membersihkan roknya dari pasir--diikuti Langit yang juga bangkit dengan susah payah.
"Kamu jalan santai aja dong! Ga usah pake acara nubruk aku." Seru Bintang sengit pada cowok berkacamata tersebut saat mereka sudah berdiri berhadapan.
"Kok gue? Jelas-jelas lo berdiri di tengah-tengah gerbang, nutupin akses lalu lintas tau!" Seru Langit tak kalah sengitnya.
"Nutupin apanya! Jalanan terbentang lebar di kiri dan kanan aku, monyong." Sahut Bintang
"Tapi gue maunya lewat tengah, nonong. Bukan lewat kiri dan kanan lo!" Sahut Langit.
Perdebatan mereka yang seru pun mengundang beberapa pasang mata yang haus akan drama untuk menonton dua orang aneh yang saling adu mulit.
"Ih! Pokoknya salah kamu, dasar babi kepleset lumpur!" Sahut Bintang.
"Weh, enak aja. Salah lo, dasar cupang keselek aer!" Sahut Langit.
"Cupang.. keselek.. a.. er?" Ucap Bintang dengan suara bergetar menahan tangis. Duh, kalau sudah diejek begini, cengengnya kumat!
"E-em.. Ya gitu deh.." Jawab Langit ragu karena melihat raut wajah perempuan di depannya ini yang sudah tertekuk dengan bibir bergetar--khas orang menahan tangis.
Ia jadi merasa bersalah, sekaligus kasihan melihat perempuan yang ia tidak tahu namanya ini menangis. Ia rasa ia harus minta maaf kalau sudah begini.
Baru saja Langit hendak membuka mulutnya untuk bersuara, Bintang sudah pergi dengan air mata bercucuran.
Langit pun terdiam sepersekian detik, lalu bergegas mengejar gadis-tanpa-nama tersebut ke dalam gedung sekolah--mengingat sedari tadi mereka berdebat di lapangan.
"Yah buyar.."
"Dan kejar-kejaran bak drama india dimulai."
"Kok cepet.."
"Gu Jun Pyo dan Geum Jan Di kw nih."
Begitulah komentar beberapa siswa-siswi yang menonton perdebatan seru tersebut.
⭐⭐⭐
"Hahh.. Hahh.. Cepet amat tu anak larinya." Keluh Langit sambil celingukan mencari Bintang yang batang hidungnya sudah tidak kelihatan.
Kriiiingggg!!
Bel masuk pelajaran pun berbunyi. Mau tak mau Langit harus menghentikan pencariannya dan bergegas menuju papan mading untuk melihat ia berada di kelas mana.
X IPA 2
Sesampainya di kelas, ternyata para murid-murid di kelas tersebut sudah duduk rapi. Dengan tergesa-gesa ia pun langsung duduk di salah satu bangku yang kosong di deretan tengah tanpa memperdulikan sekitar.
Tanpa ia sadari, seseorang yang duduk di belakangnya tengah memperhatikannya dengan ekspresi kaget sekaligus sebal.
⭐⭐⭐
MOS selama 3 hari telah berlalu dengan kesan yang biasa-biasa saja--menurut Bintang. Acara-acara yang membosankan, games yang itu-itu saja, ditambah lagi ia harus sekelas dengan cowok yang menabraknya--Bintang bekum tahu siapa namanya--tempo lalu, ganteng sih... tapi.. ugh! menyebalkan.
Bintang masih belum bisa memaafkan kejadian waktu itu. Bagaimana mau memaafkan? Yang menabrak saja tidak minta maaf!
Yah setidaknya masih ada dua hal yang patut disyukuri. Pertama. Cogan bertebaran. Persis seperti kata ibunya.
Kedua. Ia mendapat teman baru. Namanya Linda, cewek dengan rambut hitam sebahu yang memiliki bulu mata lentik. Anaknya cantik dan mudah bergaul dengan siapa saja.
Lain lagi dengan Langit. Baginya, MOS selama 3 hari ini sangat berkesan baginya. Ia sangat antusias mengikuti segala acara yang diadakan oleh anak-anak OSIS. Terlebih lagi ia mendapat teman-teman baru, Farel kunyuk, dan Tan kunyuk.
Namun ada satu hal yang patut disayangkan, Langit belum juga mendapat kesempatan untuk minta maaf pada perempuan yang ditabraknya itu--Langit juga belum tahu siapa namanya. Padahal ia sudah memiliki niat, namun ada saja halangannya. Ia berjanji secepatnya akan meminta maaf.
"Pagi anak-anak!" Sapaan Bu Tika--wali kelas X IPA 2-- membuyarkan lamunan Langit dan Bintang. Fyi, posisi duduk mereka belum berubah. Langit masih duduk didepan Bintang tanpa pernah menoleh ke belakang--ia selalu sibuk bergurau dengan teman-temannya yang segudang
"PAGI BUU!" Jawab murid-murid serempak.
"Nah, karena MOS sudah selesai, kita akan menentukan pengurus kelas, jadwal piket, 6K, dan lainnya. Tapi sebelum itu, mari kalian perkenalkan nama kalian satu-persatu. Dimulai dari sana." Jelas Bu Tika sembari menunjuk pojok kanan belakang.
"Nama saya Friska."
"Nama saya Intan."
"Kalo saya Tan."
"Saya Bintang."
Deg. Bahu Langit seketika menegang, tentu ia ingat nama itu. Tangis. Perempuan. Balon. Biru.
"Bintang. Tapi mama panggilnya Bin, kalo temen-temen panggilnya Tang, tapi kamu tercerah mau panggil aku apa, tapi jangan Tang ya! Jeyek!"
Seketika ingatannya kembali pada perkenalan 10 tahun yang lalu.
Mungkinkah ia gadis cengeng yang sama dengan waktu itu?--cinta pertamanya-- pikir Langit.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over The Sky
Teen Fiction"Nama aku Bintang. Kamu?" "Gue Langit." "Nama kamu.. aneh." "Nama lo juga aneh!"