PDKT (Sialan)

63 7 4
                                    

[Kenangan ini dimiliki oleh: upiknehanehi (Kacang Oenyoe)]

***

P.D.K.T. Satu kata lumrah yang semua orang juga tahu, bahkan bayi baru lahir pun bisa tahu, mungkin :v.

Siapa sih yang enggak pernah pdkt? Jones? Sejones-jonesnya dia, pasti pernah kenal yang namanya pdkt. Masa sih? Iya beneran. Entah itu si cowok, ataupun si cewek sendiri.

Contohnya siapa? Enggak perlu jauh-jauh nyari contohnya. Aku contohnya, walaupun jones alias jomblo ngenes. Aku pernah ngerasain yang namanya pdkt. Aku pernah di pdkt-in dan pernah nge-pdkt-in juga. Hahaha. Gak nyangka? Aku juga enggak 😛

Pdkt itu, awalnya seneng. Tapi, kalau endingnya enggak sesuai. Satu kata untuk itu. S-I-A-L-A-N. Gimana enggak sialan, udah dilempar tinggi eh malah enggak ditangkep. Dijatohin ke dasar jurang pake kata-kata enggak kalah sialan juga. Memang ya, cowok itu enggak berperasaan 😛 (eh sorry deh, kecuali yg di grup, kalian berperasaan kok :v wkwk)

Pdkt yang pertama itu terjadi, 5 tahun yang lalu. Eh bukan yang pertama deng, itu yang kedua. Yang pertama itu 6 tahun yang lalu. Udah, enggak usah dibahas pdkt yg 6 tahun yg lalu, sialannya cuma setengah. Mending bahas yang ini, sialan yang paling nyesek.

5 tahun yang lalu aku masih SMP, kelas 7, waktu itu sudah ada ponsel dan aku belum genap 3 bulan menjadi siswa SMP.

Teman sekelasku, sebut saja Kai, di itu Most Wanted disini, belum tiga bulan ia bersekolah disini ia sudah dikenal seisi sekolahan dan teman pergaulannya bukan sebaya dengan kami, melainkan kakak kelas kami, di kelas 8.

Nah disini lah dimulai, Kai yang duduknya selalu nomaden alias berpindah-pindah, kini duduk di bangku depanku dengan tujuan mendapat contekan.

Aku yang saat itu sedang gabut, memutuskan untuk menghapal nomor ponselku yang baru - maklum masih ababil suka gonta-ganti kartu - dengan menuliskannya di buku bebasku.

Entah kapan aku tidak tahu, Kai bersender ditembok sambil memegang kertas kecil dengan deretan angka.

"Pik, ini nomormu ya?" tanyanya membacakan angka yang ada di kertas itu.

Dengan polosnya aku mengangguk, dan responnya adalah, "Akan ku sebar nomor teleponmu, akan ku beritahu pada temanku namamu Kirana." ucapnya yang sontak membuatku membulatkan mata lebar.

Dan benar saja sore harinya ada yang mengirim pesan padaku, menyapaku dengan nama Kirana. Sialan Kai, dia tidak main-main dengan ucapannya. Antara rasa ingin tahu yang besar dan larangan untuk pacaran, aku menimbang-nimbang untuk membalas pesan itu atau tidak. Namun apa daya, rasa ingin tahuku yang sangat besar untuk mengetahui 'gimana sih rasanya chat sama cowok?' membuatku berani membalas pesan itu dengan modal 'toh dia enggak tahu aku, namaku juga dipikir Kirana, jadi bales aja deh, kalau dia ngetik yang macam-macam, cukup alihin pembicaraan atau kasi jawaban yang melenceng.'

Kami pun asik berchat ria, banyak yang ditanyakannya, tapi kubalas melenceng dari topik. Awalnya dia meladeni saja balasan melencengku. Sampai akhirnya dia mengirim pesan padaku.

Dia : Kalau aku nyari kamu, kamu mau gak sama aku?

Aku : Hah? Nyari? Nyari kemana? Ke rumah?

Dia : Bukan... bukan nyari ke rumah

Aku : Terus?

Dia : Jadi pacar maksudnya

WANJIR! WANJIR!! Sumpah aku enggak ngerti maksudnya dia tentang 'nyari' dan saat tahu artinya, aku langsung nahan napas saking shocknya. Nah, aku sebenarnya pengen banget nerima, tapi karena aku itu anak alim yang nurut orang tua dan keluarga, ditambah aku itu sadar diri cuma seorang gadis buruk rupa yang enggak cocok sama pangeran, ditambah juga takut dengan pengalaman kakakku yang dijadiin bahan taruhan (maklum, otakku sinetron banget) aku tolak dia dengan alasan belum boleh pacaran dan dilarang pacaran sama kakak.

Mau tahu reaksi dia? Dia maksa banget biar aku jadi pacarnya dia, dia suruh aku backstreet, gila aja udah kelihatan banget kan kalau aku dijadiin bahan taruhan? Wanjir tuh memang. Aku pun ngeles dengan berbagai alasan dan jawaban melenceng, endingnya, kalian tahu apa yang dibilang olehnya? Aku dibilang 05.30 atau setengah enem, yang diplesetkan menjadi setengah nyem, nyem disini artinya enggak waras. Gila kan? Habis pdkt terus di tolak endingnya di bilang gila? Dia tuh yang gila, ish.

Okeh, aku tahu kalian bosen dengan aib ini, tapi jangan kabur dulu karena aku masih punya aib tentang pdkt sama temen sebaya aku, kira-kira 4 tahun yang lalu, wuih masih inget ya sama hal ini. Ya ingetlah, ini pdkt yang sialan juga. Nah, kali ini yang nge-pdkt-in itu ... aku, wtf! seriusan? Iya, seriusan, itu aku, AKU. Gak tahu diri banget ya? Padahal udah dilarang pacaran terus tampang enggak memadai tapi dengan pedenya mau pdkt sama tuh teman seperjuangan saat kelas 7 dan saat kejadian teman seperjuangan lomba.

Sebenarnya sih emang sudah dari dulu suka dia (maklum tipe cewek mudah jatuh cinta) tapi baru kali ini bisa ngabisin waktu berdua bareng dia. Hanya aku dan dia. Sekali lagi hanya aku dan dia. Selama dua hari lomba, aku kemana-mana bareng dia, aku ke sini dia ngikut, dia kesana aaku ngikut, hue ... sungguh menyenangkannya!

Tapi sayang, kesenangan itu tidak bertahan lama. Kenapa? karena disinilah dia, tempat terjadinya pdkt sialan ini, di ruang kelas yang ada di sekolah tempat kami lomba, SMA Negeri 1. Karena aku orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, membuatku ingin mengetahui, 'apa aja sih yang dilakukan siswa-siswi SMA? Apa mereka sama malasnya dengan anak SD maupun SMP yang meninggalkan buku di kolong bangku?'

Aku pun menelusuri setiap kolong bangku sampai teguran terdengar dari temanku itu, "Oit, Pik. Lo ngapain? Mau maling?"

WAT-DE-PAK!!

MALING? M A L I N G? MALING?

Senista itukah aku di matamu bang? Jahat kau bang, jahanam, argh!!! Daku benci dirimu bang! Ingin ku bunuh dirimu. Sungguh aku merasa dinistakan disini, cintaku itu tulus suci putih bersih, padamu tapi kenapa kau mengatai dan mempermalukanku seperti ini? Kejamnya dirimu.

Aku tak mampu berkata-kata banyak, "Eng-enggak kok." ucapku. Aku pun langsung melenggang pergi keluar dari ruangan itu, meninggalkan dia sendirian disana. Dalam perjalananku aku masih dan masih saja mengatainya dan juga berjanji tidak suka lagi padanya, namun tetap saja aku menyukainya, mungkin sekarang masih :v

Oke guys, dari pengalamanku tadi, dapat disimpulkan bahwa, pdkt secara langsung (dengan ngobrol) itu pilihan yang buruk, jika kalian mau punya hubungan bisa stalking dulu dia terus kalau ditembak, langsung minta nikah aja.

Thanks udah mengikuti nonfik ini, semoga kalian tidak mengalami hal yang sama sepertiku. Bye.

NUT'S CHALLENGE: Balada Anak KampoengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang