Aku baru saja memasuki rumahku dengan lelah dengan apa yang terjadi dengan hari ini. Seperti biasa, pertama kejahilan Alvin, kedua disuruh ikut tambahan voli karna menurut guru voliku aku berbakat, dan yang ketiga adalah pr matematika berjumlah 100 soal. Gila apa ya?. Tapi, melihat papa dan mama berkumpul di taman belakang, rasa lelahku menghilang entah kemana.
"Hai ma! Pa! Tumben gak keluar kota lagi." sapaku. Mama dan papa menoleh ke arahku dan tersenyum senang. Aku menyalami tangan kedua orang tuaku dan mengambil tempat duduk di sebelah mamaku, yang kini kembali sibuk dengan iPad nya.
"Lihat apa sih ma? Serius banget." ujarku sambil berusaha mencuri iPad dari tangan mama, namun tak berhasil. Aku menghembuskan nafas dengan keras dan mengangkat kakiku ke atas meja didepanku.
"Dhilaaaaa, kamu nggak sopan banget sih! Kamu cewek atau cowok sih? Lihat dong anaknya Bu Andra! Udah sopan, kemana-mana pake dress, feminin, lembut, cantik lagi. Kamu? Cantik sih, tapi tingkahmu kayak laki-laki tau gak! Lihat nih foto anaknya Bu Andra!" mama menyemprotku lalu menyodorkan iPad yang sedari tadi ia perhatikan. Di layar iPad, terlihat foto Joanna, anak Bu Andra yang sedang tersenyum manis dan mengenakan dress berwarna pink soft dan flat shoes ke ungu-unguan.
Jelas sekali, pakaian yang dipakai Joanna bukan pakaian yang biasa dipakai Dhila. Dhila jika bepergian selalu memakai celana jeans, dengan kaos atau kemeja serta sneakers atau converse. Berbeda jauh dengan Joanna kan?
"Lha terus mau mama apa?" tanya Dhila santai. Mama dan papa Dhila saling berhadapan dan tersenyum. Dhila merasakan alarm tanda bahaya disekitarnya. "Mama mau, setiap kamu bepergian kamu pakai baju kayak Joanna." jawab mama Dhila santai. Dhila terbelalak kaget. Tapi, ia berusaha untuk tetap tenang.
"Kalau Dhila gak mau gimana?" jawab Dhila santai. Papa Dhila membisikkan sesuatu ke telinga mamanya. Bagus, gue cari mati kayaknya. batin Dhila. "Kamu gak boleh belajar alat musik, gak boleh nge design kamar kamu, dan gak boleh ikut kegiatan akhir sekolah."jawab papanya. Dhila mendengus kesal.
"Kalau Dhila mau apa hadiahnya?" tantang Dhila, lalu meminum es syrup yang tersedia di meja. "Kamu boleh belajar alat musik apapun yang kamu suka, kamu boleh mendesign kamar mu sendiri, dan kamu boleh ikut kegiatan akhir sekolahmu. Gimana?" jawab mamanya dn tersenyum miring.
Ini gue cari mati beneran deh! pikir Dhila dalam hati. Dhila menimbang-nimbang sejenak tawaran mamanya. "Mama kan tahu, Dhila gak punya baju kayak gitu." jawab Dhila dengan senyum kemenangan. "Kalau kamu mau, kita belanja sekarang." sahut papanya tiba-tiba.
Dhila lemas, orang tua nya sangat berambisi mengubahnya menjadi seorang cewek yang feminin. Okelah, Dhila akan melaksanakan tantangan mamanya ini. "Dhila setuju!" ucap Dhila tegas. Mama dan papanya tersenyum senang.
*****
Kurang panjang ya? :D maafin author yang tidak baik ini -_- Lagi banyak pikiran nih soalnya *curhat
Ditunggu cabenya ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
Volleyball love
Romance"Dia bagaikan iblis yang selalu menggangguku" -Dhila "Aku selalu senang melihatnya marah, karena saat marah dia sangat cantik." -Alvin