Hujan baru saja berhenti saat terdengar tangis ketiga bayu mungil memecah kesunyian pada pagi buta yang dingin. Tepat pukul tiga dini hari , saat malaikat-Nya turun ke bumi dan turut mendoakan insan yang tengah terbagun dan bersujud dengan khusyuk. Dua bayi perempuan dan satu bayi laki-laki itu masih terus menangis. Tangisannya membuat dua wanita yang tidak lain ibu dari bayi-bayi iti tersenyum. Dua persalinan dalam waktu yang bersamaan. Sebuah kebetulankah? Tidak. Dua wanita itu adalah sepasang sahabat sejak kecil. Tumbuh bersama, sekolah bersama, meraih kesuksesan bersama, menikah pada hari yang saman, hingga Allah pun menakdirkan keduanya melahirkan buah hati mereka pada waktu yang sama.
Sebuah persahabatan yang indah---juga mengerikan. Bagaimana tidak? Kedua wanita itu bahkan sepakat untuk menurunkan nasib mereka kepada anak-anak mereka. Ya, mereka berharap anak-anak mereka kelak akan seperti ibunya. Bersama-sama sampai waktu yang dapat memisahkan.
"Bayimu kembar" ucap wanita bekacamata.
"Ah, ya. Laki-laki dan perempuan. Aku tak sabar ingin melihat mereka," jawabnya. "Akankah kita beri nama mereka sesuai dengan rencana kita?"
Wanita berkacamata itu mengangguk dan tersenyum. "Lalu, kita atur kehidupan meraka sesuai rencana kita?"
"Iya."
Kini, kedua wanita yang baru saja mendapatkan predikat "ibu" itu saling tersenyum dan menerawang. Membayangkan bagimana mereka merawat buah hati mereka secara bersama-sama. Mereka benar-benar tidak sabar untuk menunggu waktu itu tiba. Sementara, tiga bayi mungil itu masih terus menangis, walaupun tangisannya sedikit lebih rendah. Tangan mereka bergerak lincah, kaki mereka menggeliat, dan mata mereka masih terus terpejam. Bayi-bayi itu tidak tahu apa yang anakn terjadi pada kehidupan mereka selanjutnya. Bagaimana rencana Yang Mahakuasa kepada mereka. Mereka akan mendapat pelajaran hidup dan banyak pelajaran berharga. Bagaimana seharusnya menjalani kehidupan mereka, menyiapkannya, dan menyelesaikannya. Waktu terus merambat. Dan sekarang, tiga bayi mung itu tengah tertidur dalam kehangatan kedapan ibu mereka. Bibir mungil mereka terus menyunggingkan senyum manis. Mungkin sebuah pertanda bahwa mereka bahagia sempat hidup di dunia dan menjalani kewajiban mereka kelak sebagai manusia.○●●●●●●●●●●○

KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Berawal dari Mimpi
Short StoryBagi Dira, Dani adalah sumber inspirasinya. Tempat dia mencurahkan segala perasaannya: bahagianya, kesedihannya, amarahnya, rasa irinya, juga kebenciannya. Sekaligus, panutannya. Danilah, yang mengajarkan Dira untuk bangkit dari keterpurukan saat Pa...