ADA POCONG DI KAMARKU

15.8K 340 83
                                    

ADA POCONG DI KAMARKU

Pocong selalu hadir di kamarku. Aku tak paham kenapa Pocong begitu betah berada di kamarku, berlama-lama. Yang aku heran, dia akan keluar kamar kalau subuh menjelang, tepatnya sebelum adzan subuh berkumandang memanggil setiap orang yang terlelap. Aku masih ingat saat pertama kali si Pocong mendatangi kamarku. Waktu itu usiaku masih 10 tahun. Entah karena aku pernah nonton seri Pocong dari DVD yang dibeli bapak tiriku, atau karena melihat peti jenazah bapakku saat beliau disemayamkan di ruang tengah rumah kami. Semuanya serba kemungkinan, karena keadaan itulah yang kuingat. Si Pocong mengendap-ngendap masuk ke kamarku. Aku pun heran lagi, kenapa si Pocong mengendap-ngendap? Seharusnya kan dia melompat karena kakinya masih ketutupan kain kafan yang diikat dengan sehelai kain putih.

Pertama kali didatangi, aku begitu ketakutan hingga tak berani berteriak. Bukan tak berani, suaraku seperti tersekat di kerongkongan, tak mau keluar meski dipaksa. Keringat dingin pun membanjiri tubuhku hingga membasahi sepraiku yang bergambar Spiderman yang sedang mengeluarkan jaring laba-labanya. Aku tahu yang datang itu si Pocong, karena ekor mataku sempat melirik ke arah pintu kamar yang membuka. Dia mengendap seperti takut jejak langkahnya terdengar. Kain yang menutupi tubuh si Pocong sudah kelihatan kumal. Demikian bayangku, walau tak begitu melihat karena tersamar oleh buramnya lampu kamarku. Cuma dari baunya yang apek yang membuatku membayangkan kalau kain yang dipakai si Pocong itu sudah kumal.

Kututupi wajahku dengan guling serapat mungkin, dan berharap itu semua cuma mimpi buruk. Aku berusaha membayangkan hal-hal yang menyenangkan untuk menepis rasa takutku yang mendalam, dan berharap pagi segera menjelang. Namun usahaku tak berhasil. Si Pocong terus mendekati tubuhku yang terbaring. "I'm gonna die!", pikirku sambil menangis ketakutan. Suara tangisku pun nyaris tak terdengar. Aku takut si Pocong makin marah dengar suara tangisku. Pasrah, cuma itu yang terpikir sebagai penyelamat.

Benar saja, si Pocong mendekatiku, sedekat mungkin. Dia berbaring di sampingku. Ini kurasakan saat tubuhnya naik ke atas tempat tidurku, tepat di sebelahku. Napas si Pocong menghembus di telinga kiriku, begitu dekatnya hingga aroma rokok menyan dari mulutnya terasa di hidungku. Guling makin kutekan ke wajah sambil menahan takut dan tangis. Si Pocong cuma mendesah menyebut namaku, "Andiiiii...". Demikian berulang menyebut namaku. Lidahnya pun kurasakan menjulur menjilati kuping kiriku, terasa hangat dan basah. Aku cuma diam ketakutan hingga air kencingku keluar tanpa diperintah, membasahi tempat tidurku.

Puas dengan kuping kiriku, si Pocong mulai meraba punggungku hingga pantatku. Kemudian rabaan itu berpindah di antara dua pahaku hingga akhirnya selangkanganku. Selanjutnya, aku tak tahu lagi apa yang terjadi kemudian. Mungkin aku pingsan entah berapa lama. Pagi-pagi yang kurasakan cuma perih di sekitar saluran pembuanganku. Waktu itu aku yakin, itu cuma mimpi, meski sering terjadi berulang-ulang hampir setiap malam ketika ibu tak berada di rumah.

Paginya, aku bercerita pada bapak tiriku yang baik hati. Semua kuceritakan padanya. Kukatakan, "Ada pocong di kamarku!". Bapak tiriku cuma tertawa mendengar kisahku. Dia cuma berkata menghibur, "Kamu pasti bermimpi, mana ada Pocong? Kamu sih terlalu banyak nonton film Pocong!". Aku cuma manggut-manggut, berusaha mempercayainya.

Lalu aku pun bercerita pada Mang Dirman, supir keluargaku yang setia dan sedikit budek. Setengah teriak aku bercerita padanya. Mang Dirman pun sependapat dengan bapak tiriku. Demikian pula dengan si Iyem, pembantu di rumah kami. Dia cuma tertawa dan menganggapku berhalusinasi. "Dasar anak-anak, bisanya menghayal!", katanya sambil ngeloyor pergi. Andai aku punya abang, kakak, atau adik, pasti aku cerita juga ke mereka.

Saat ibu pulang dari seminar pun aku cerita hal yang sama. Ibu cuma berkata, "Kamu pasti lupa berdoa saat mau tidur!". Aku cuma menggelengkan kepala. Lagian, manalah si ibu mau percaya? Ibu selalu tak berada di rumah, sibuk seminar dan ngurusin bisnis MLM-nya.

Demikianlah seterusnya, kejadian itu kembali berulang, terus berulang, hingga usiaku menginjak 13 tahun. Perih di saluran pembuanganku masih terasa. Rasa takut pun menjadi temanku setiap malam. Tapi ini tak bisa berlangsung terus. Aku harus mengakhirinya. Si Pocong harus diberi pelajaran.

Suatu malam, saat ibu sedang di Macau, si Pocong pasti kembali datang. Saat itu sudah kupersiapkan sebilah pisau yang kuambil dari dapur. Kusembunyikan pisau itu di balik bajuku sambil tidur seperti biasa dengan agak menelungkup dan guling menutupi wajahku.

Tepat tengah malam, si Pocong mengendap dan segera berada di sampingku. Semua perlakuannya kembali terulang seperti saat pertama kali dia melakukannya. Sebelum jauh dan lepas kendali, pisau dapur yang kugenggam segera kuhujani ke perut si Pocong. Aku harap dia mampus dua kali. Tanpa berhenti, pisau itu terus kuhujani ke tubuh si Pocong. Si Pocong tak lagi mendesah, cuma suara kesakitan yang kudengar. Makin lama makin lemah, hingga tak terdengar lagi. Malam itu pun kembali senyap. Kulihat dalam keremangan kamar, si Pocong tak lagi bergerak. Pisau pun aku lempar begitu saja, dan kembali tidur ke posisi semula. Aku berharap, pagi besok si Pocong sudah menghilang dan tak berani kembali lagi.

Paginya, cahaya matahari sudah mengetuk jendela kamarku. Cahayanya menyelimuti kamarku, terang sekali jadinya. Aku pun duduk dan merenggangkan tangan dan tubuhku. Ada perasaan lega dan penuh kemenangan. Saat menoleh ke samping, aku kaget setengah mati. Kulihat sosok bapak tiriku yang sudah bersimbah darah.

*****

Sebelum lanjut baca, yuk tonton video penampakkan-penampakkan pocong yang sudah saya kumpulkan berikut ini:

HANTU ITU ADA (GHOST AROUND YOU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang