Part 0: Sebuah Keraguan

1.5K 102 28
                                    

Helaian rambut putih menghiasi kepala Raka Aruda. Senyum getir ditampakkannya pada cermin kecil di kamar. Dirinya ingat betul, beberapa tahun yang lalu rambut itu tidaklah putih.

Justru merah ... seperti api.

Untungnya iris mata berwarna api yang sama seperti rambutnya masih bertahan. Entah untuk berapa lama.
Sekali lagi, diratapinya koper berisi busur dan panah yang diberikan Gilang minggu lalu. Pemuda itu sudah memberikan daftar nama yang berisi orang-orang 'bertanda'.

Tapi dia tetap saja ragu. Selama ini dia belum pernah membunuh siapapun. Selama ini dia hanya ditugaskan untuk misi penyusupan dan misi-misi ringan sejenisnya.
Bahkan, orang terakhir yang dibunuhnya hanyalah sebuah boneka latihan.

"Kau kenapa?"

Raka berpaling dan mendapati Erina sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu memandanginya dengan alis menyatu. Perlahan, ia berjalan mendekat dan duduk di kasur. Jemarinya mengelus koper berwarna kelabu yang diletakkan di kasur.

Jakun Raka naik turun. Erina Laudin, gadis yang jadi partner in crime nya ini adalah gadis cerdas dengan IQ 200. Konon, saat masih kecil, Erina pernah mengambil file rahasia FBI setelah berhasil memasuki deep web.
Anak yang berbahaya, bahkan Gilang sendiri takut padanya. Entah apa alasannya, memilih bergabung dengan para merpati.

Apapun itu, pastilah hal yang menyakitkan. Raka sangat memahaminya, berkat merpati lah ia berhasil bangkit dari jurang keterpurukannya.

"Kudengar, Gilang memberimu misi?" tanyanya.

Raka mengangguk. "Memang kenapa?"

"Awalnya sih mau bilang good luck aja," ucapnya.

Erina semakin mendekati Raka. Kini ia sudah berdiri tepat di depan lelaki itu, tubuhnya lebih pendek dari Raka. Ditambah dengan kepalanya yang menunduk, Raka jadi tidak bisa melihat wajahnya.

"Halo?" Raka menundukkan kepalanya, menyapa gadis itu tapi tak ada reaksi. Hingga Erina tiba-tiba menghentakkan kepalanya, mencengkeram kerah kemeja biru muda Raka, dan mengecup bibir pemuda itu.

Jantung keduanya seolah berhenti berdetak. Terlebih lagi Raka yang sebelumnya tak pernah berciuman dengan siapapun. Erina melepaskan bibirnya dan keheningan total pun terjadi.

"Ouch, my first kiss." gerutu Raka akhirnya, membuat Erina menganga.

"Hah? Ini yang pertama?"

Raka mengangguk. "Sialnya diembat sama cewek, tidak jantan sama sekali."

"Mending, daripada sama cowok?" balas Erina.

"I can't imagine that." ujar Raka, sembari tertawa kecil.

Erina melepas cengkeramannya dan berjalan menjauh. Tepat di ambang pintu, ia menoleh.

"Aru, after that shit is finish, please go home," bisiknya, dengan senyum kecil di bibir.

*****

Suara-suara desahan yang membuat telinga serasa digelitik bagi orang lain, bagaikan tusukan jarum di telinga Raka. Lelaki muda itu melirik sepasang pria dan wanita yang tengah bergulat di kasur tipis, mencoba memuaskan nafsu birahi. Ia tahu, pasangan itu bukanlah pasangan resmi.

Dia mendecih. "Menjijikan," gumamnya.

Bunyi-bunyian itu berlangsung cukup lama. Raka tetap bertahan. Duduk menunggu di balik tiang bangunan terbengkalai tak jauh dari sana. Iris seterang bara api itu tak berhenti mengamati targetnya. Tangan kirinya sudah meregangkan busur dan tangan kanannya menyiapkan panah. Targetnya baru saja keluar dari kamar itu, merapikan jas hitam yang melekat di tubuhnya.

Perlahan, Raka melemaskan kedua kaki. Ditepuknya duffle coat putih yang dikenakannya, lalu menarik tali busur ke belakang.

Wuuussh!

Suaranya pelan, efeknya mematikan.

Panah itu tepat mengenai bahu sang target. Pria itu mengerang keras seraya mencoba mencabut paksa panah itu dari bahu kirinya. Wajahnya terlihat kesakitan.

Cepat-cepat Raka memasukkan busur dan panah itu ke dalam koper. Dibaliknya duffle coat yang dikenakannya sehingga warna yang terlihat dari luar adalah hijau tua. Dengan lutut gemetar, ia meninggalkan lokasi itu. Meski dalam hati ia bertanya-tanya, apa ia baru saja melakukan kesalahan?

*****

Roy dan Andi mendapatkan giliran jaga malam di pos kepolisian. Keduanya ditemani oleh James dan Erick dengan alasan 'di rumah gak ada yang nungguin'.

"Aku turut berduka," kata Roy, tangannya menyalami Erick.

Andi menepuk bahu lelaki itu. "Telat amat bilangnya!"

"Daripada kamu, kapan bilangnya coba?"

Sebatang urat terlihat mencolok di pelipis Andi. "Apa kau bilang?" balasnya. Direnggutnya kerah Roy dan keduanya mulai saling melemparkan tinju.

"Woah, tak kusangka Andi ternyata pemarah juga." James melontarkan komentarnya sembari menonton kelakuan dua polisi muda itu. Erick yang duduk di ujung hanya mengeluarkan senyum hambar. Terhitung sudah tiga bulan sejak Roni dan Elena tewas dan si rubah tak pernah terdengar lagi sejak saat itu. Meski begitu ia tak akan pernah berhenti mencari.

James menepuk pelan bahu Erick, membuatnya tersentak.

"Hoi, jangan ngelamun. Ini malam jumat loh." Seringaian muncul di wajah James.

Erick mendecih. "Terus kenapa?"

"Kalau kerasukan, aku yang susah nanti." Tawa James menggelegar, membuat Erick bersungut-sungut.

Mereka tidak tahu sama sekali kalau malam itu akan menjadi malam yang panjang. Tepat saat Roy mendengar suara langkah seseorang yang mendekat.

"Hei, kalian dengar tidak?" tanya Roy.

Erick mengernyitkan kening, dia mencoba menajamkan pendengarannya. "Aku tak mendengar apa pun."

Keheningan total langsung terasa di tempat itu. Ke empatnya menajamkan telinga masing-masing hingga Andi mendengar suara yang dimaksud.

"Ada seseorang, berjalan ke sini," bisiknya.

James mengambil sebuah senter dari lemari dan menyorotkannya ke gerbang depan kantor, terlihat bahwa pagar depan sedikit terbuka tapi tak ada siapa-siapa.

"Ada orang yang masuk, siapkan senjata kalian," perintah James, sembari menyorotkan lagi senternya.

Erick, Roy, dan Andi langsung mengeluarkan revolver masing-masing. Roy bahkan sudah memasukkan sebutir peluru saat teriakan James terdengar keras di telinganya seperti sambaran petir. Pria paruh baya itu menunjuk meja depan pos.

Tangan seseorang yang menggenggam panah biru, tergeletak di sana. Siapapun pemilik tangan itu, pasti sangat menderita karena panah itu berlumur darah segar.

*****

To be continued....

Little Blue Riding HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang