Di tengah-tengah pelajaran, aku merasakan seperti ada yang memerhatikanku dari balik jendela. Tetapi, tidak ada siapa-siapa di sana. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang nyata. Ah sudahlah, mungkin ini adalah efek dari kejadian semalam. Aku hanya diam dan memperhatikan Bu Ani yang sedang mengajar.
Kring!!!!!! Bel sekolah berbunyi, ini sudah masuk waktu istirahat... Aku-dan Bagas bergegas pegi ke luar kelas menuju ke kantin. Akan tetapi, seperti ada yang mengusik pikiranku begitu aku melewati kamar mandi belakang.
"Gas, kita ke kamar mandi dulu yuk.." Ajak ku kepada Bagas
"Ah, Males gus.. Udah laper nih.." Jawab Bagus.
"Yaudah, aku ke kamar mandi sendiri saja" Kataku.
"Eh, yaudah deh aku temenin.." Sahut bagus.
Sampai di kamar mandi, yang kami lihat hanyalah kaca dan wastafel. Di sini tidak ada siapa-siapa. Bahkan, penjaga sekolah-pun tidak terlihat membersihkannya. Namun, di tengah-tengah sepi terdengar ada tetesan air dari dalam kamar mandi paling pojok.
"Ki-ki-kita keluar aja yu gas..." Kata Bagas.
"Sebentar dulu gas, aku masih penasaran sama kamar mandi itu... Siapa ya, yang ada di sana?" Imbuhku.
Aku pun berjalan perlahan mendekati kamar mandi tersebut. Kubuka perlahan pintu kamar mandi yang terbuat dari kayu reyot tersebut. Tidak ada siapa-siapa di dalam. Yang ada hanya kamar mandi kotor dengan coretan berwarna merah di dalamnya. Tetapi, yang membuatku bingung adalah, keran di kamar mandi tersebut ternyata mati! Makin aneh saja rasanya.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Terdengar suasra teriakan dari arah belakangku! Aku ketakutan setengah mati. Aku menengok perlahan suara apa itu. Dan, Bagas! Bagas! Dia jatuh di kakiku dengan posisi menghadap wastafel. Aku heran apa yang terjadi padanya.
"Bagas! Gak lucu gas! Bagun gas!" Teriakku membangunkan Bagas.
Rupanya, suara jeritan Bagas terdengar sampai penjuru sekolah. Murid-murid, guru, dan pegawai sekolah semuanya menghampiri kamar mandi tempat kami berada. Anak-anak perempuan tampak ketakutan dan tak berani melihat. Guru-guru berusaha membantu membangunkan Bagas dan membawanya ke UKS.
Aku pun dibawa ke ruang piket untuk ditanya apa yang sebenarnya terjadi. Kami berjalan menuju ruang piket. Aku ditemani oleh kepala sekolah dan guru agamaku. Sementara, kulihat Bagas berada di depan digendong oleh guru Fisika dan Matematikaku. Dia tampak tak sadarkan diri. Setelah kuperhatikan baik-baik... Seperti ada yang aneh dengan Bagas. Di baju nya ada bekas cakaran berwarna merah! Ya! Merah! Sangat jelas sekali! Seperti aku mengenalnya... Ya! Itu warna yang sama dengan yang kulihat di dinding kamar mandi tadi. Aku berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan Bagus.
Sampainya di ruang piket, aku diberi minum air putih oleh Pak Ibrahim, guru agamaku. Ia berusaha menenangkanku dan membacakanku ayat kursi. Setelah aku agak tenang, Pak Bambang, bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Aku menceritakan semuanya kepada Pak Bambang. Pak Bambang terkejut mendengar ceritaku. Dia berkata kepadaku agar tidak lagi bermain-main di kamar mandi tersebut. Aku heran dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi di kamar mandi tersebut.
"Memang, apa yang sebenarnya telah terjadi pak di kamar mandi tersebut pak?" Tanyaku.
"Sebenarnya, cerita ini sudah lama menjadi rahasia sekolah dan telah terkubur dalam-dalam. Akan tetapi, kamu sudah terlanjur tau dan kamu harus mengetahui ada apa dengan kamar mandi tersebut." Jawab Pak Bambang dengan nafas agak berat.
"Telah terjadi pembunuhan di kamar mandi tersebut." Pak Bambang melanjutkan
"Pembunuhan? Bagaimana bisa pak?" Sahutku.
"jadi, ceritanya dimulai sekitar 15 tahun yang lalu. Waktu itu, pegawai sekolah ini sedang membersihkan kamar mandi tersebut. Tepat di kamar mandi paling pojok yang tadi kamu masuki. Disitu dia tengah menyalakan keran dan membersihkan lantai kamar mandi. Tiba-tiba, tiga orang perampok datang untuk mencuri di sekolah ini. Begitu mereka melihatnya, pegawai tersebut langsung ditembak dibagian kepalanya. Darahnya menyiprat ke seluruh penjuru kamar mandi. Perampok-perampok itu langsung pergi meninggalkan mayatnya yang terjatuh ke dalam ember di kamar mandi tersebut." Cerita Pak Bambang.
"Darah? Darah tersebut menyiprat ke dinding? Ja-ja-jadi, coretan berwarna merah di dinding tersebut adalah, darah pegawai yang mati tertembak?" tanyaku ketakutan.
"Jadi kamu melihat darah itu? darah itu ada lagi?" Tanya Pak Bambang penuh kebingungan.
"Ada lagi? Maksud bapak?" Jawabku penasaran.
"Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan darah tersebut dan mengecat ulang kamar mandi itu agar cipratan darah dari mayat korban perampokan itu menghilang. Namun, darah itu muncul lagi muncul lagi. Kami sudah bingung harus berbuat apa. Sudah berkali-kali tembok itu dicat namun, tak bisa menutupi noda darah tersebut. Ketika dicat noda itu hilang, namun beberapa minggu kemudian cipratan itu selalu muncul dan nampak seperti darah yang masih segar." Jelas Pak Bambang.
"Sudah banyak orang yang menjadi korban kamar mandi tersebut. Bahkan, tukang cat yang mengecat kamar mandi itu, pernah ada yang ditemukan tergeletak di dalam ember kamar mandi itu dengan kondisi yang mengenaskan. Seperti habis dipukuli oleh benda tumpul." Lanjut Pak Bambang.
Aku langsung teringat Bagas setelah mendengar cerita Pak Bambang. Aku bingung harus berbuat apa. Aku hanya bisa berdoa agar tidak terjadi hal yang buruk padanya. Aku menanyakan kondisi Bambang kepada Pak Ibrahim. Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Tenang gus, Bagas sudah tidak kenapa-kenapa. Dia hanya terkejut saja... Tidak ada yang mengganggunya lagi... Insya Allah dia sudah bersih." Kata Pak Ibrahim menenangkanku.
Aku sangat lega dan senang mendengar berita tersebut. Walaupun aku masih merasa ada sedikit perasaan bersalah karena telah mengajaknya ke kamar mandi tersebut. Tetapi, aku masih heran dengan apa yang terjadi padanya.
"Alhamdulillah.... Memang dia terkejut karna apa pak? Dia melihat hantu?" Tanyaku.
"Oh, tidak... Mungkin karna dia berhalusinasi saja..." Jawab Pak Ibrahim.
Perkataan Pak Ibrahim lantas tidak membuatku lega. Aku merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Pak Ibrahim yang tidak boleh kuketahui. Sepertinya, Pak Ibrahim tidak ingin membuatku cemas atau mungkin, ini hanya perasaanku saja? Ah sudahlah... Tetapi, tetap saja, peristiwa itu masih membingungkanku.
Setelah peritiwa itu, seluruh murid sekolah dipulangkan lebih awal. Sementara, aku baru boleh diizinkan pulang setelah selesai memberi keterangan.