Perasaan lecya benar-benar kacau. Ia duduk di depan ruang UGD sembari terus meremas tangannya sendiri. Perasaannya benar-benar tak menentu apalagi ditambah dengan tatapan membunuh dari papanya yang sesekali di hunuskan kepadanya membuat rasa bersalah semakin bersarang dalam dirinya.
Di dalam sana, seorang gadis yang baru saja menyandang status sebagai saudara tirinya sedang di tangani oleh dokter karena ulahnya. Ya katakanlah Ia tak sengaja. Entahlah kejadian tadi bisa dikatakan sengaja atau tidak tapi bagi Alecya tindakannya tadi adalah tindakan sebagai perlindungan diri. Tindakan pengendalian diri dari instingnya yang merekam kalau Ia tidak melawan maka bisa jadi justru dirinya yang berada di dalam sana. Kalau saja Miracle tidak menghampirinya saat Ia beranjak pergi akan menuruni tangga setelah insiden mematahkan salah satu jari Miracle, mungkin kejadian yang membuat Miracle terjatuh dari tangga tidak akan terjadi. Instingnya menangkap kalau Ia sedang akan diserang dari belakang secara reflek ia berbalik dan melawan hingga tanpa sadar perlawanannya justru mengantar tangannya untuk mendorong Miracle terjatuh dari tangga. Ia sendiri kaget dengan tindakan refleknya. Dan disinilah Ia sekarang, dengan diliputi perasaan cemas dan rasa bersalah. Cemas menunggu hasil dari penanganan dokter.
Sebuah derap langkah terdengar dari ujung lorong membuat perhatian Alecya teralihkan menuju arah langkah suara. Tenggorokannya seakan tercekat mendapati seseorang yang dikenalnya tengah berlari kecil menuju ke arah Mirae dengan wajah cemas yang terpancar jelas dari raut mukanya. Ia sedang tidak berhalusinasi itu benar-benar Aldi.
Belum hilang rasa kagetnya, hatinya dipaksa tertohok saat mendapati tante Mirae yang spontan memeluk Aldi dengan tangis berderai seolah menyalurkan kesedihannya dan Aldi yang berusaha menenangkannya.
"Bagaimana kejadiannya sampai Miracle dapat terjatuh dari tangga??". Pertanyaan sederhana tapi jawaban Mirae yang melontarkan pandangannya ke arah Alecya dengan Aldi yang mengikuti arah pandang Mirae menuju ke arahnya membuat Alecya merasa dikuliti hidup-hidup. Alecya yang merasa terintimidasi secara reflek mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Perasaannya sedang berkecamuk hebat. Sedih, kecewa, marah, cemas dan rasa bersalah bercampur menjadi satu. Tapi rasa-rasanya perasaan sedih dan kecewa yang kali ini sedang mendominasi dirinya. Cengkraman tangannya yang mengetat ke bajunya seakan meringankan beban perasaannya yang saat ini sedikit hancur. Mati-matian ia mengendalikan dirinya agar air matanya tidak luruh bersama dengan jiwanya saat ini.
Seorang dokter keluar dari ruang UGD dan menginterupsi ketegangan di antara mereka. Papanya yang lebih dulu mengahampiri dokter itu dan menanyakan keadaan Miracle tentunya.
"Tidak ada yang serius selain pergelangan kaki kanan dan jari kelingking yang patah tapi kami sudah menyambungnya tadi. Dan kalau ia rutin minum obat yang kami berikan nanti, kemungkinan 4 atau 6 minggu lagi ia dapat pulih seperti sedia kala".
"Ia akan di pindahkan ke ruang rawat inap tapi sebelum itu salah satu keluarganya penuhi dulu administrasinya. Sementara administrasi dipenuhi, keluarga yang lainnya boleh untuk melihatnya ke dalam". Sambung dokter itu lagi dan setelah itu seorang suster keluar dengan membawa berkas mengarahkan papanya untuk mengikutinya ke ruang administrasi. Sedangkan Mirae tanpa buang waktu Ia langsung masuk ke ruang UGD untuk melihat kondisi anaknya dan di ikuti oleh Aldi.
Alecya sangat penasaran ingin melihat kondisi Miracle. Ia ragu-ragu haruskah Ia ikut ke dalam untuk melihatnya?. Ya, sebentar saja Ia ingin melihatnya setidaknya ini untuk mengobati rasa bersalahnya. Akhirnya Ia menekatkan diri untuk masuk dan melihatnya. Di dalam ruangan ada beberapa tirai. Ia mengintip satu persatu hingga sampai di tirai nomer 3 yang terbuka sedikit tanpa mengintipnya Ia tahu siapa saja yang berada di dalamnya. Miracle yang duduk bersender di kepala ranjang dengan senyum merekah dan tangan yang menggenggam erat tangan Aldi. Sambil berbincang santai dan sedikit bersenda gurau dengan Mirae. Dan sesekali Aldi mengelus kepala Miracle lembut dan merangkulnya. Benar-benar pemandangan yang menyenangkan. Ia seperti melihat sepasang kekasih yang bercengkrama bersama ibunya. Sayangnya, kehangatan itu bukannya menyejukkan hati dan menenangkan pikirannya dari rasa bersalahnya, alih-alih ia justru merasa terpojok sendiri dengan perasaan sakit yang menancap di dadanya. Cemburu dengan perlakuan semua orang sekitarnya terhadap Miracle. Miracle yang di penuhi kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Miracle yang menghancurkan hidupnya tapi justru mendapat banyak perlakuan hangat dari sekitarnya. Tak terkecuali orang yang baru saja membuatnya nyaman dengan perlakuan-perlakuannya baru-baru ini walau ia terdakwa yang ikut andil menghancurkan hidupnya yang ia sadari saat ini mungkin saja semua sikap hangat, pelukan dan perhatiannya kemarin dan tadi pagi terhadapnya adalah palsu dan hanya kedok. Menyadari hal itu hatinya begitu miris dan tanpa ia sadari air matanya luruh dalam diam. Ia berlalu dari ruang itu dengan hati hancur. Ia merasa seperti sosok lusuh yang tak berarti. Di abaikan dan tanpa kasih sayang. Padahal Ia punya segudang cinta yang siap diberikan kepada siapa saja. Tapi apakah Ia tak pantas untuk di cintai?. Apa salahnya sehingga Ia tak layak untuk di cintai?.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hurt Heart
RomanceCukup sudah Aku diperlakukan begini. Diperkosa keroyokan, hamil dan di abaikan orang yang paling kuharapkan cintanya, Papa. Semua adalah rencananya, anak kesayangan Papa. Miracle. Tapi siapa sangka Geraldi. Salah satu pemerkosaku justru menjadi pe...