Chapter 1 : TWO MOONS

343 24 11
                                    

Bahagaia itu sederhana - itulah kalimat sederhana yang berusaha kutanamkan dalam lubuk hatiku yang terdalam. Terdengar mudah namun apa kau tahu, sulit bagiku tuk mewujudkannya.

Setumpuk buku yang setia menemaniku sejak setengah jam yang lalu, beberapa buku-buku yang memiliki berratus halaman dan hampir getas termakan waktu, bukan buku yang dengan senang hati kubaca pastinya. Tapi semua ini ada di hadapanku, di meja kerjaku tak lain memang sengaja mereka letakkan untuk mengantri daftar absensi peminjaman di perpustakaan tempatku menyambi pekerjaan sepulang jam kuliahku.

Deretan mahasiswa yang rela mengantri, atau lebih tepatnya terpaksa mengantri demi mendapatkan buku referensi untuk pekerjaan kampus mereka. Sementara tugasku adalah mendata setiap buku yang hendak dipinjamnya ataupun selesai merek pinjam sebelumnya.

Setelah sekian lama aku bekerja, akhirnya rasa penat itu pun datang menghampiriku. Aku mendesah panjang sembari menatap langit cerah yang bertolak belakang dengan kehidupan nyataku.

"Hah....." untuk kesekian kalinya aku menghela nafas panjang untuk sekedar melegakan rongga dadaku yang terasa sumpek dengan rutinitasku sehari-hari. Bahkan pemandangan yang kulihat di sekitar jalan yang biasa kulalui setiap hari ini pun seakan sedang mengutukku. Banyak sekali para pasangan muda yang memamerkan kemesraan mereka di halte, depan toko, hingga zebracross pun mereka bergandengan tangan san saling memberikan senyum pada pasangannya.

"Sebenarnya apa yang mereka bincangkan sih? Tsk!" Aku hanya bergumam dan menyesali nasibku yang masih single tanpa pasangan. Berjalan seorang diri tak tau apa yang harus kulakukan dengan waktuku yang masih tersisa 6 jam lagi sebelum waktu tidurku.

Aku berhenti berjalan di depan salah satu toko yang menjual gaun pengantin. Di balik kaca etalase yang besar itu terdapan 3 buah gaun pengantin yang sangat cantik dengan aksen dan desain yang berbeda satu sama lainnya. Kubayangkan jika aku yang mengenakan gaun itu, aku pasti akan sangat bahagia. Andai saja...

"Cantiknya..." aku terperangah memandang diriku yang tampak jelas dalam dunia khayalku tengah mengenakan salah satu gaun cantik itu.

"Ah... anni, anni!" Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menyadarkan diriku dari lamunan yang bahkan untuk membayangkannya saja aku tak memiliki keberanian. Kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan pulangku.

Kususuri tepi jalan sembari melihat-lihat berbagai macam barang yang ditawarkan oleh masing-masing toko di etalase mereka. Namun tiba-tiba saja tanpa sadar kakiku terhenti di depan sebuah toko yang membuatku sangat penasaran. Toko itu menampakkan aura yang sangat berbeda dibanding dengan toko-toko lainnya. Jika toko-toko yang sebelumnya kulihat seakan berlomba membuat toko mereka agar memiliki tampilan menarik dengan cat tembok dan pernak-pernik yang tampak cerah dan menarik pelanggan, namun berbeda dengan toko terakhir yang sedang kuperhatikan saat ini.

Tanpa etalase, hanya sebuah pintu yang berada di tengah-tengah dinding toko, agak menjorok ke dalam seolah membelah toko menjadi dua bagian. Cat dinding yang digunakannya pun berwarna kelabu redup, kontan tak menarik sama sekali mungkin untuk didatangi. Namun ada papan yang menggantung di sisi atas pintu yang bertuliskan OPEN, yang aku yakin pemiliknya pun berharap ada seseorang yang datang menyapa tokonya.

Dengan perasaan penuh penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya dijualnya, akupun memberanikan diri memasuki toko itu dan dengan pasti membuka pintunya.

Krek!

Kuputar gagang pintu kemudian kudorong ke dalam. Dan pintu pun terbuka. Jauh dari yang kubayangkan, kupikir suasana di dalam toko itu terlihat suram seperti tampak luarnya. Rupanya...

"Selamat datang..."

"Selamat! Ini adalah hari keberuntungan Anda karena Anda telah menjadi pelanggan ke-100 kami!"

60 SECONDS (On Going - Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang