Cukup lama Dinan bermain dengan ponselnya. Sekitar 30 menit yang lalu matanya ia tajamkan pada latarnya yang sedang menampilkan game COC. Hingga pada menit ke 32 fikirannya menerawang jauh pada kejadian kemarin malam.
"Dia siapa Yu?"
Dinan mengacak rambutnya frustasi.
"Ada hubungan apa kamu sama dia?"
Hingga akhirnya nafasnya memburu tidak karuan. Menghantamkan kepalan tangannya pada sebuah kaca lemari. Buku-buku jarinya mengeluarkan darah segar. Dan telapak tangannya terlihat memerah karna gengaman yang kuat.
"Ada apa Nan?" Seorang wanita paruh baya membuat dia terlonjak kaget, dengan refleks menyembunyikan tangan kirinya yang masih terus mengeluarkan darah.
Dinan menghampiri wanita itu. "Ga ada apa-apa bu. Ibu mending tidur, ini udah malem."
Wanita itu berkerut kening. Melihat ada yang aneh di kamar putranya. " Itu kaca lemari kamu apain?"
Menghindari pertanyaan intimidasi lain dari ibunya Dinan memilih untuk tersenyum semanis mungkin. Mencoba meyakini jika sedang tidak terjadi apa-apa.
Ya walau kenyatannya memang benar tidak terjadi apa-apa. Hanya Dinan saja yang sedang merasa tidak karuan.
"Demi kamu Nan, aku ga ada hubungan apa-apa sama dia. Aku cuma temenan sama dia."
Dinan memejamkan matanya di kasur. Membiarkan aliran darah itu menembus kain penutup kasurnya. Ibu Dinan sudah tidak berada di kamarnya sejak sekitar 5 menit yang lalu, tapi itu bukan berarti Dinan lolos dari semua pertanyaan intimidasi dari ibunya. Ia yakin nanti pagi saat semua sedang sarapan ibunya pasti akan menanyakan.
Dinan tidak perduli.
kejadian itu sudah hampir menyentuh waktu 24 jam. Tapi Dinan masih mampu mengingat semua kegiatan yang terjadi.
Saat dengan amarahnya Dinan mendatangi gadisnya. Menanyakan semuanya dengan nafas memburu, sampai membuat gadisnya menangis meraung saat mencoba menjelaskan semuanya. Hingga pada akhirnya Dinan kalah. Ia merengkuh gadisnya mengelus perlahan rambut gadisnya. Dinan mencoba menenangkan dengan sebisanya.
"A... aku ma... mau ju.... jur sama kamu Nan."
Dinan berhenti sejenak dengan kegiatannya. Semakin menajamkan telinganya. Mencoba merekam semua apa yang akan di katakan gadisnya.
"Aku selingkuh Nan."
Mengingat semua kejadian kemarin malam membuat hati Dinan terkikis. Perih.
"Aku salah apa sama kamu Yu."
Dinan menatap gadisnya dengan seribu kesedihan pada matanya. Dinan sedih. Ia ingin menangis seperti gadisnya. Dinan fikir dia sudah menyesal karna terlahir sebagai pria yang seolah di larang untuk menangis.
Entah mengapa, malam itu sangat melelahkan bagi Dinan. Untuk pertama kalinya Dinan merasakan tatapan kosong dari gadisnya. Kosong bagi Dinan adalah ia tidak mampu untuk menembus apa yang di pikirkan oleh gadisnya.
"Aku sadar, aku salah Nan. Tolong maafin aku."
Sesaat, Dinan meilik kucuran darah yang semakin melebar tidak karuan. Ia tidak perduli. Yang jelas saat ini Dinan butuh sesuatu. Agar ia tidak lagi bercengkrama pada napsu dan amarah. Dinan hanya butuh sesuatu untuk ia rasakan, membuatnya tenang, membuat sebagian amarahnya menguap.
Sayang. Dinan tidak menemukan apapun di kamarnya. Bahkan gitar yang biasa ia gunakanpun terlihat tidak menarik. Dinan butuh sesuatu. Tapi apa?.
----------
Berhenti sejenak dari rutinitas.
Menarik nafas panjang agar jalan semakin lebar.
Ingin lari dari kenyataan.
Namun, tuhan memilihkan nikmat berjalan.Mengamuk, pasrah dengan ke emosian.
Tidak ada yang mampu menyelesaikan.
Kontroversi hati merubah semua bidang.
Dengan amarah sebagai penghalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIDDLE
Teen FictionBukan Meila yang salah menyukai apapun yang ada pada Dinan. Atau Bukan juga Dinan yang salah karna sampai membuat Meila jatuh hati. Tiada yang salah, bahkan waktu pun tak pantas di salahkan. Apalagi tuhan yang mentakdirkan mereka berada di ruang li...