1. Namanya Alea

37 2 2
                                    

ALEA membersihkan buku Fisikanya yang baru saja terjatuh dan membuat debu-debu menempel di sana, ia melenguh panjang ketika melihat satu halamannya sedikit robek karena tidak kesengajaan itu. Alea menaruh buku itu di tempat yang aman, bukan di pangkuannya lagi. Memakan sedikit cemilan yang telah ia siapkan, kemudian lanjut membaca.

"Hai?"

Mendengar itu Alea mendongkakkan kepalanya mengalihkan pandangan dari bacaan-bacaan yang tertulis di dalam buku, menyunggingkan seulas senyum agar terlihat ramah, padahal dalam hatinya penuh celotehan tak suka karena ada yang menganggu acara membacanya.

"Hai juga," balas Alea, membenarkan letak kacamatanya, "ada apa?"

"Boleh duduk di sebelah kamu?" tanya orang itu seraya menunjuk tempat kosong di samping Alea, "Kalau kamu ngijinin aja, sih."

"Boleh kok, tempat ini bukan punyanya keluarga aku, namanya tempat umum milik pemerintah," kata Alea dengan wajah polos. "Kalau sempit, aku juga bisa geserin barang-barang aku. Kalau kamu kesempitan."

"Ah, enggak apa-apa." Dia lantas duduk di tempat itu, dan mengambil tasnya yang berada di punggung. "Makasih."

Menjawabnya, Alea pikir cukup untuk mengangguk dan ia langsung kembali tenggelam pada bukunya merapali rumus-rumus yang masih ia kurang mengerti.

"Hmm... hei," panggil orang itu. "Kamu kelas sepuluh IPA dua 'kan? Ketua kelasnya, Rafif?"

Alea lagi-lagi terpaksa menghentikan kegiatannya, ia menatap lelaki tak dikenalnya itu dengan dahi berkerut samar. "Kamu tau dari mana?"

"Kamu emang gak pernah liat aku?" Dia balas bertanya, menutup buku yang ia pegang mulai sedikit serius dengan topik pembicaraan yang ia mulai.

"Kenapa?"

"Aku Alfa, kelas sepuluh IPA satu," katanya sekalian memperkenalkan diri, mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku belum tau namamu?"

Tangan Alea terangkat ragu, namun perlahan tapi pasti akhirnya jabatan tanda perkenalan itu terjadi juga. "Maaf, aku gak tau."

"Enggak apa-apa, santai aja." Alfa tersenyum. "Aku juga baru liat kamu kemarin, dengan jelas, sampai mukamu udah familiar di otakku."

"Hah?" Alea terdiam, tersenyum kikuk bingung ingin membalas apa untuk ucapan Alfa.

"Besok, aku mau ketemu kamu lagi, di sekolah."

Alea malah semakin bingung, dan itu membuat kerutan di keningnya semakin terlihat, ditambah Alfa yang tertawa tanpa sebab.

"Muka kamu lucu juga," ucap Alfa menunjuk dahi Alea dengan telunjuknya, sampai ujungnya bersentuhan dengan kulit Alea. "Santai aja dong, mikirnya."

Setelah itu mereka sama-sama diam, Alea yang merasa malu karena sikap konyolnya dan Alfa yang sibuk memandangi para anak-anak yang sedang bermain di dekat air mancur.

Oh ya, mereka sekarang sedang berada di taman yang bisa dibilang lumayan luas untuk para pengunjung bersantai atau refreshing. Tidak terlalu ramai, dan juga tak pernah sepi. Ada saja beberapa gerombolan memenuhi satu sudut dari taman. Bisa juga para pencinta photography mengambil beberapa gambar di bagian-bagian tertentu. Atau seperti saat ini, bisa belajar dengan nyaman karena suasananya bagus.

"Hahh..." Alfa berdiri, membereskan bukunya dimasukkan ke dalam tas dengam rapi. Kemudian berdiri, menatap Alea lama sebelum berkata, "Padahal 'kan daritadi aku nunggu kamu untuk kasih tau nama, ternyata enggak. Kalau gitu, aku pamit duluan ya. Lain kali, aku bakal usaha biar kamu kasih tau nama kamu tanpa aku minta."

Alfa pergi, menjauh dari Alea entah berjalan kemana gadis itu tak tahu dan sama sekali tak perduli.

"Siapa Alfa?" tanya Alea pada dirinya sendiri. "Anak kelas sepuluh IPA satu yang aneh." Alea tertawa dengan ucapannya sendiri, selang beberapa detik wajahnya berubah datar tanpa warna. "Aku yang gak waras."

Alea & AlfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang