Saat mereka keluar dari gedung rumah sakit, langit sudah berubah malam.
Jungkook membuka pintu mobilnya sambil satu tangannya yang lain menuntun Taehyung yang masih berjalan sempoyongan akibat belum terbangun betul dari tidurnya untuk masuk ke dalam mobil. Ini baru tiga jam sejak mutan itu diberi vaksin, tapi Jungkook tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia terpaksa membangunkan mutan itu. Banyak yang masih harus ia kerjakan di rumah, Taehyung bisa melanjutkan tidurnya lagi di rumah.
Seoul sedang macet di jam-jam seperti sekarang. Ia terpaksa menggunakan mobil miliknya yang selama ini hanya tersimpan rapi di basement (Jungkook lebih senang menggunakan skybus untuk transportasi) karena tidak tega melihat mutan yang masih menggigil kedinginan saat ia hendak membawanya ke rumah sakit itu harus berhimpitan dengan penumpang skybus lain.
Taehyung terduduk gelisah. Ia merapatkan mantel yang tengah dikenakannya. Kedua cupingnya terkatup turun. Rasa kantuknya sudah hilang, ia tidak ingin melanjutkan tidurnya lagi. Mutan itu melirik Jungkook yang masih fokus menyetir dengan raut serius.
"Ada apa?"
Taehyung berjengit. Jungkook bertanya tanpa menoleh—masih fokus menyetir. Ia meremas kedua tangannya yang dingin lalu menggeleng pelan.
Jungkook menghela napas. Mengubah mode mobilnya menjadi kendali otomatis lalu melepaskan pegangannya pada stir mobil dan menoleh pada Taehyung. "Apa dingin? Aku bisa mematikan ACnya." Tawarnya.
Taehyung menggigit bibir bawahnya. "Ti-tidak perlu."
Jungkook berdecak. Sekalipun mutan itu berkata tidak, ia tetap mematikan AC mobilnya, menyalakan penghangat lalu membuka sedikit jendela mobilnya. Ia mana tega melihat kedua tangan mutan itu bergetar dan saling bertaut karena kedinginan.
"Kau ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Jungkook lembut. Ia bisa membaca kegelisahan Taehyung dari ekornya yang tidak bisa berhenti bergerak. Jungkook sudah membaca banyak hal tentang mutan dari booklet-booklet yang ada di rumah sakit tadi saat ia menunggu mutan itu bangun. Ia sendiri tidak mengerti kenapa harus serepot ini, padahal dengan Hyejin dulu ia tidak pernah merasa perlu melakukan hal-hal tidak penting seperti mempelajari tentang mutan.
"Terima kasih..." ucap Taehyung lirih sekali.
Tapi Jungkook masih bisa mendengarnya. Ia menyunggingkan senyum lembutnya. "Hei, bukankah sudah kubilang tidak perlu se-kaku ini 'kan?"
Taehyung mengangguk tersentuh. Kedua bola mata mutan itu bahkan sempat berkaca-kaca.
"Dasar mutan cengeng." Cibir Jungkook. Meskipun begitu satu tangannya tetap terangkat untuk mengusap rambut mutan itu lembut.
Taehyung memejamkan matanya, menikmati usapan lembut Jungkook di kepalanya.
"Tadi Seokjin-hyung berpesan padaku kalau kau tidak boleh keluar rumah sementara waktu. Jadi besok kau tidak bisa ikut denganku ke kampus, oke?"
Taehyung membuka matanya cepat. Berseru protes, "Aku baik-baik saja. Tidak mau di rumah sendirian."
Jungkook mendengus. "Butuh kaca? Lihat wajahmu Tae, masih banyak ruam merah disitu. Di lengan dan lehermu juga masih belum hilang." Lalu ia meraih tangan Taehyung. Meremasnya lembut. "Lihat, tanganmu bahkan masih menggigil kedinginan. Masih mau mengelak?"
"Tapi aku baik—"
"Kau mau semakin parah? Harus sampai menginap di rumah sakit? Diberi vaksin setiap hari, disuntik setiap hari, harus minum obat-obatan yang pahit setiap hari?"
Taehyung menggeleng pelan. Tetapi masih tidak terima jika harus sendiri seharian di apartemen selama beberapa hari kedepan.
"Kau bisa bermain game console di rumah." Saran Jungkook lembut. "Aku bisa meminjamkan perangkat gameku kalau kau mau." Ia mengerjap sesaat. "Sudah lama sekali aku tidak duel game dengan Jimin-hyung dan Hoseok-hyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
Fanfiction"Taehyung akan tersiksa di hari-hari heatnya yang datang dalam beberapa bulan sekali. Seperti yang kau katakan barusan; sensitif, agresif, mood swing dan mimpi basah," "Satu-satunya cara menolongnya," Jeda sebentar untuk Jimin menarik napas. "Kau ha...