Enampuluh sembilan.
Jungkook mendesah saat menatap jarum timbangan berat badannya yang semakin bergerak ke kanan tiap harinya. Hanya dalam dua minggu berat badannya naik drastis hingga empat kilogram. Ia menghela napas sambil mengenakan kembali sandal rumahnya. Berbalik ke ruang tengah untuk mendapati dua cuping cokelat yang menyembul dari balik sofa merah maroonnya yang besar.
Mutan itu—mutan yang tengah mengunyah marshmallow lembut di atas choco cake itu yang harus bertanggung jawab atas tumpukan lemak berlebihan di tubuhnya.
"Tae," Jungkook berdiri di hadapan Taehyung. Menghalangi tayangan televisi yang tengah ditontonnya membuat mutan itu menghentikan gerakan tangannya yang hendak meraih bubble teanya.
"Eung...ya?" Tanyanya dengan mata yang membulat bingung. Ia mengerjap sekilas, "Apa hyung lapar? Aku sudah memasak kalau hyung ingin makan lagi—"
"Taehyung, serius," Sela Jungkook cepat. "Aku baru saja menelan japchae buatanmu dua jam yang lalu dan kau menawariku makan lagi?" Kedua alisnya menungkik tak habis pikir.
"L-lalu?"
"Dengar, aku tidak mau jadi percobaan eksperimen masakanmu lagi." Jungkook berujar cepat. Mengabaikan Taehyung yang tiba-tiba memberengut sedih mendengar penuturannya. "Aku tidak bisa selalu memakan masakanmu tiap jam," Ia menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. "Lihat, aku berubah begitu banyak sejak kau tinggal di sini. Bukan karena rasanya tidak enak—masakanmu itu lezat." Helaan napasnya terdengar begitu merana saat Taehyung menatapnya dengan kedua mata yang membulat kecewa. "Dan tolong, jangan tatap aku seperti itu."
Bibir Taehyung terlipat. "Aku memasak banyak makanan agar hyung sehat, aku tidak suka hyung sakit." Jawabnya dengan raut sedihnya yang masih terukir begitu jelas.
"Aku tahu!" Sahut Jungkook frustasi. "Tapi aku tidak bisa memakan semuanya Tae-ah, bulan depan aku mulai magang di perusahaan appa. Aku harus menjaga bentuk tubuhku karena aku sudah pasti tidak bisa pergi ke gym setiap saat, kau mengerti?"
Taehyung hanya merunduk, memilin-milin ujung kaus yang tengah dikenakannya dengan jari-jarinya yang mengepal.
"Dengar, mulai sekarang, aku makan tiga kali sehari." Ujar Jungkook tegas. "Untukmu—aku tidak membatasimu ingin makan berapa kali selama itu wajar. Aku tidak ingin dijuluki majikan jahat karena memiliki badan yang gendut sedang kau—berapa berat badanmu?"
Taehyung mengerjap. Wajahnya terangkat naik, "Limapuluh dua...?" jawabnya tak yakin.
Jungkook melotot. Reflek meraih satu pergelangan tangan mutan itu yang baru saja disadarinya sangat kecil itu. Bahkan tulang pergelangan tangannya terasa begitu jelas di telapak tangannya. "Kapan terakhir makan nasi?"
"Eung...tadi pagi?"
"Kau yang perlu makan di sini!" Jungkook nyaris berteriak; tak paham dengan jalan pikiran Taehyung. Dua jam yang lalu ia menelan makanan yang dibuatkan mutan ini untuk yang keempat kalinya, sedang mutan ini menelan nasi terakhir saat sarapan yang berarti limabelas jam yang lalu.
Jungkook terdiam beberapa detik, rasa bersalahnya tiba-tiba menguasainya, ia terlihat begitu kejam karena tidak pernah mempedulikan hal-hal sekecil ini, bahkan hanya untuk memastikan jadwal makan mutannya sendiri.
"Demi Tuhan sekarang pukul sebelas malam dan kau belum makan apapun sejak pagi?!" Nada bicara Jungkook yang naik membuat mutan di hadapannya merunduk ketakutan. Reflek mencengkram gelas bubble tea-nya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
Fanfiction"Taehyung akan tersiksa di hari-hari heatnya yang datang dalam beberapa bulan sekali. Seperti yang kau katakan barusan; sensitif, agresif, mood swing dan mimpi basah," "Satu-satunya cara menolongnya," Jeda sebentar untuk Jimin menarik napas. "Kau ha...