Chapter 2

12 2 0
                                    

"Hai, pagi yaa. Apa kabar nih?" Sapanya sebelum duduk bersila disamping batu panjang berbentuk persegi namun bundar di bagian paling atas.

Kemudian membuka bungkus roti yang sempat dibelinya di warung Mang Hamad. Sempat menggerutu karena tidak dapat membuka dengan kedua tangan, maka gigi lah cara satu-satunya yang ampuh.

"Nah kebuka kan akhirnya" ucapnya bangga sambil menatap roti isi coklat kesukaannya. "Aku makan ya Shaf" mengangguk kecil dan mulai memakan roti dengan pelan. Mata nya terpejam kala selai coklat begitu nikmat dipengecap rasa.

Masih dengan mata terpejam, gadis berambut kuncir satu itu berujar "Aku kangen masa sama kamu. Eh ga mau bilang ah, ntar aku sedih. Kamu kan gak suka." Senyum pahit begitu jelas terlihat.

Seakan teringat sesuatu, Dhea membuka mata dan berseru "Eh eh Shaf! Masa ya ada anak baru dikelas sebelah. Ganteng lhoooo. Suka deh liatnya! Baru kemarin Senin sih masuknya, tapi udah famous aja disekolah. Belum lagi ya, dia itu katanya anak pinter. Tapi ya, aku gak percaya! Abisnya mukanya gak membuktikan dia pinter. Hahaha. Kalo kamu tau, pasti kamu bakal bilang gantengan kamu. Tapi ini gak, dia lebih ganteng dari kamu. Tapi kamu ya gimana ya? Ya gitu deh! Susah jelasin, kamu special sih" cerocosnya dengan ceria seakan-akan pria bertubuh putih dan tegap itu duduk dihadapan Dhea dengan senyuman khasnya.

Semilir angin terdengar. Gemerisik daun-daun kering yang disapu oleh penjaga sayup-sayup muncul. Matahari semakin terang, tak malu menunjukkan sinarnya lagi.

Dhea menarik nafas dalam, menghembuskan dengan perlahan seiring senyum penuh luka terukir. "Aku lupa kamu gak bisa jawab lagi, gak bisa acak-acakin rambutku lagi. Tapi kamu dengar kan, Shaf?" Tanya nya memastikan. Kemudian mengangguk kecil "iya, aku denger, Ana" ya, selalu seperti itu. Dia yang bertanya, dia juga yang menjawab. Bukan lagi lelaki manis beranting-anting putih.

Sambil membuka tutup botol Aqua, —Sebenarnya mereknya bukan Aqua, tapi menurut Dhea apapun mereknya kalo air mineral ya Aqua. Itulah pendapatnya— ia memandang kosong pohon rindang yang jauh disana.

Kemudian pandangannya kembali pada Shafary. Sesudah meminum air mineralnya. Tangannya terjulur memainkan tanah basah dibawahnya. Setelah merasa cukup lama, Dhea mendongak. Kini tangannya ada pada sebuah batu yang sempat dielusnya. Menatap dengan mata teduh pada batu itu.

"Shaf, aku belum mandi, abis joging kan jadi bau. Aku pulang ya?" Pamitnya lalu mencium batu nisan bertuliskan Shafary Ardiansyah "bye" ucapnya dengan lirih dan beranjak berdiri. Menggenggam erat sampah plastik roti dan botol air mineral. Menghadapkan tubuh ke kiri dan meninggalkan tempat pemakaman orang tersayangnya. Shafary-nya.

▶▶▶▶

Semarak suara anak perempuan dan lelaki bersatu ditengah kantin. Dhea yang baru saja memasuki area kantin mengernyitkan dahi. Berisik banget dari biasanya, pikirnya.

"Vir, terima dong!"
"Terima aja! Bilang iya aja apa susahnya sih?"
"Haha gak nyangka gue Eza bakalan nembak Virra"
"Liat muka Virra udah merah gitu! Haha"
"Kok Eza mau sama Virra?"
"Eh sialan, bakso gueee!"

Dhea berjalan kearah stand penjual siomay. "Bang, siomaynya satu ya" pintanya sambil merapikan poni nya kearah kiri. "Bentar ya neng" kata si Abang Tukang Siomay.

Dhea mengangguk. Tangannya naik keatas namun berhenti dibelakang kepala hanya sekedar memastikan apakah kepangan sang Ibu masih rapi atau tidak. Setelah diyakini rapi, ia tersenyum lalu menolehkan kepalanya kearah tengah-tengah kantin.

"Ciee PJ coy PJ!"
"Ah akhirnya temen gue gak jomblo lagi!"
"Ezaa gueee!"
"Mang Adi! Bakso saya yang bayar Eza ya!

Sentuhan pada bahu Dhea membuatnya kembali memfokuskan diri ke awal. Setelah mengambil siomay miliknya, dia merogoh saku dan memberikan selembar uang lima ribu rupiah. Kemudian berlalu menuju kekelas sesudah mengucapkan terimakasih.

Selama diperjalanan, Dhea memikirkan kejadian di kantin tadi. Bukannya Eza baru putus sama Tika? Kok nembak Virra sih? Padahal baru sehari putusnya. Dasar cowok! batinnya.

Dari arah berlawanan, lelaki berseragam putih bersih berlari sambil tertawa diikuti satu perempuan berwajah merah padam, nampaknya si perempuan sedang dilanda kekesalan.

Si lelaki melirik Dhea sebentar sebelum melewatinya. Tiba-tiba terdengar decitan rem sepatu dan disusul suara daging empuk jatuh. "Duh!"

Dhea memejamkan mata, begitu pun orang yang menabraknya. Sedetik kemudian kedua nya saling menatap tetapi Dhea lebih dulu memutuskan kontak mata, ia beralih ke siomay nya. "Si..si..sio" ucapnya terbata-bata karena kaget.

"Sio siapa?" Dhea menoleh pada lelaki yang kini jongkok dihadapannya. Disamping perempuan yang menabraknya. Ya, perempuan yang sedang kesal tadilah yang menabrak Dhea.

"Bantu gue bangun, buru!" Perintah si perempuan yang kunciran rambut nya terlihat berantakan itu. Si lelaki membantu dan menggerutu "Badan lo Tari astaga beratnya, makan apaan sih, Ta?" Tanyanya. Si gadis, yang ternyata bernama Tari mendelik. Merasa tersinggung dengan kata 'berat' yang diucapkan si lelaki.

"Eh monyet, kalo lo gak narik rambut gue tadi gue gak bakalan jatuh gini. Ini semua salah lo! Dasar bego!" Ucapnya tak terima. Si lelaki mengangkat alis kanannya dan memberi alasan "Kunciran lo lucu, tadi rambut lo ke kanan ke kiri gue kan gemes, Ta. Jadi bukan salah gue dong!"

Sementara itu, dari pada menyaksikan perdebatan argumentasi yang berlangsung didepan mata, Dhea memilih mengeluarkan tissu dari sakunya untuk membersihkan makanannya yang tergelak naas. Poor siomay.

Setelah mencomot potongan siomay, Dhea bangkit dan membuang nya ke tong sampah terdekat. Lalu berbalik arah ke kantin semula. Namun baru beberapa langkah, bunyi bel menandakan waktu istirahat telah usai terdengar di saluran pendengaran Dhea.

Menghembuskan nafas kasar, dia berbalik lagi, kali ini menuju ke kelasnya dengan wajah ditekuk. Langkahnya terdengar menghentak-hentak dilantai. Ah, begitu emosinya Dhea! Sarapan pagi enggak, makan siomay juga gagal, bahkan si penabrak gak minta maaf! Dan parahnya lagi ia harus kembali kekelas dalam keadaan perut keroncongan?! Tuhan salah apa aku hari ini? Batin Dhea menderita.

Tinggal 5 langkah lagi Dhea akan memasuki kelas, namun tangannya ditarik secara paksa oleh seseorang. Dia ingin menjerit, tetapi berhenti ketika melihat siapa yang menarik lengannya. Memang ditarik secara paksa, tetapi tangannya tidak terasa begitu sakit karena si penarik tidak menggenggam dengan erat dan kuat.

"Lo siapa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Zeo Shafary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang