Prolog

16 1 0
                                    

"Kaak! Boleh minta tanda tangannya yaa kakk?? Plisss"

Yana berlari kesana kemari mengejar anak-anak OSIS untuk mengisi papan tanda tangannya yang masih kosong melompong.tugas MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA Intansari dimana gadis itu bersekolah, adalah mengumpulkan minimal 35 tanda tangan kakak-kakak OSIS dalam waktu 3 hari.

"Kak tanda tangannya boleh yaa kak?? Pliss kak???"

Wajah Yana memelas. Dari dulu anak ini memang tidak tau malu dan menghalalkan segala cara agar ia terhindar dari hukuman.

"Kamu harus tau nama lengkapku dulu. Baru aku tanda tanganin." Kakak OSIS itu pun terus berjalan sambil mengibaskan rambut panjangnya. Boro-boro nama lengkap. Nama panggilannya saja Yana tidak tau-_-.

Buuk!

Gadis itu merasa dirinya menabrak seseorang dan terjatuh.

"Eh maaff maaff."

Yana yang masih pusing mencoba untuk berdiri dan melihat siapa yg ditabraknya itu.

"Kamu nggak apa-apa?"

Seorang siswa laki-laki menjulurkan tangannya untuk membantu Yana berdiri.

"Iya nggak apa-apa. Maaf ya, nyari kakak-kakak OSIS sampai nggak liat jalan. Haha.. Satu pun belum dapet. Parah banget."

"hm...boleh liat papanmu?"

"nih."

Setelah curhat panjang lebar, gadis itu tanpa sungkan menyodorkan papan tanda tangannya, memperlihatkan betapa masih mulusnya papan itu tanpa 1 pun goresan spidol.

"ikut aku."

Tiba-tiba siswa itu menarik Yana ke ruang kelas 12 di pojok yang sangat sepi.

"Mau ngapain????"

"Mana spidolmu?"

laki-laki tersebut memegang papan Yana sambil meminta spidol. Sontak saja gadis itu menganga tak percaya.

"Kamu OSIS?? Mksdku, kakak OSIS??? Minta tanda tangan dong kaak!"

"Ya mana spidolnya?-_- btw, aku-kamu aja gapapa. Aku nggak begitu suka di panggil 'kakak'.

"Ooo...oke kak. Eh eh maaf."

Yana pun mulai merogoh-rogoh sakunya.

"Iniii."

Yana memberikan sebuah spidol, namun dengan tiba-tiba menariknya kembali.

"Eh tunggu!!"

"Apa?"

"Kamu bukan OSIS yaaaa!??"

"Aku OSIS."

"Kok jas almamaternya nggak di pake??"

"Biar nggak banyak yg minta tanda tangan ke aku. Udah ayo mana spidolnya?"

Gadis itu berdiri kaku menatap si 'kakak OSIS' dengan sinis.

"Nggak percaya? Oke ayo aku kasih tau tempat persembunyian sebagian anak OSIS."

Laki-laki itu terus menarik lengan baju Yana menyusuri lorong-lorong sekolah yg sempit. Yana membiarkannya karena laki-laki itu tidak menyentuh tangannya secara langsung dan tarikannya pun tidak terkesan kasar.

"Oh iya. Namaku Adit. Prasena Adityatama. Kamu siapa?"

"Hm... Yana. Yana Rabella."

Jawab Yana singkat. Kemudian laki-laki bernama Adit itu melepaskan tarikan tangannya dan sedikit mendorong Yana agar masuk ke sebuah ruang kelas akselerasi.

"Woii!! Ngapain lu bawa-bawa anak MOS kesini!? Entar dia bocor lagi, kita yg di kroyok sama ntu bocah-bocah!"

Bentak salah seorang kakak OSIS yg memakai jas almamater marun sambil berdiri dari duduknya, kaget.

"Tuh kamu percaya kan?"

Tanya Adit tak menggubris ocehan OSIS lainnya barusan. Yana diam membeku, tidak bisa menjawab apapun.

"Ayolah...ini sepupu gue. Gue janji bakal njagain dia biar nggak bocorin ke anak-anak MOS lain kalo kita disini. Pliss ya Rel?"

Kakak OSIS yg dipanggil 'Rel' itu diam, menatap Adit geram.

"Gue sih nggak mau. Terserah kalo kalian."

si kakak OSIS 'Rel' itu melepas jas almamaternya dan menyumpalkannya asal ke dalam tas sambil melemparkan tatapan dingin pada OSIS lainnya dan Yana lalu pergi.

"Maafin Farel ya? Dia memang agak galak." Bisik Adit.

"Plis guys? Kasian Yana..."

Adit memperlihatkan papan tanda tangan gadis itu.

"Ya ampuun...masih kosong?"

kakak OSIS berambut keriting itu maju mendekat dan mengulurkan tangannya.

"Gue Rangga, sekretaris OSIS."

"Ya- Yana, kak."

Yana membalas uluran tangan Rangga.

"Mana spidolmu? Mau tanda tangannya nggak?"

"Ah iyaa. Makasih kak."

Yana membukakan spidol yang di genggamnya sedari tadi.beberapa OSIS di ruang kelas itu pun mau memberikan tanda tangan, dan sebagian lainnya langsung melenggang pergi dengan acuh -tak acuh.

"Makasih banyak kakak-kakak."

Gadis itu sedikit membungkuk dan berjalan pergi, masih bersama Adit.

"Jadi, mau tanda tanganku nggak?"

plaak!
Yana memukul tengkuk Adit dengan papan tanda tangannya.

"Kamu tadi ngapain bilang aku sepupumu!??"

"Ya itu kan biar banyak yang mau bantu kamu Yana...." Adit meringis sabar.




SignatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang